Sunday, February 5, 2017

Biografi Abu Bakar ash-Shiddiq

  1. Riwayat Abu Bakar ash-Shiddiq
Abu Bakar merupakan sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW, beliau yang menemani Nabi Muhammad SAW berhijrah dari Makkah ke Madinah. Selain itu, beliau juga merupakan mertua dari Nabi Muhammad SAW, karena Nabi Muhammad SAW menikah dengan putri beliau yaitu Siti ‘Aisyah. Abu Bakar mendapatkan gelar ash-Shiddiq, artinya orang yang membenarkan dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW.[1]
Nama Abu Bakar yang sebenarnya adalah Abdul Ka’bah (hamba ka’bah), yang kemudian diganti oleh Rasulullah SAW menjadi Abdullah (hamba Allah). Abu Bakar as-Siddiq atau Abdullah bin Abi Quhafah (Usman) bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al-Quraisy at-Tamimi. Nasabnya bertemu dengan Nabi Saw di kakeknya yang ke enam yaitu Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai, dan ibunya, Ummul Khair sebenarnya bernama Salma binti Sakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim.[2]
Pada masa Jahiliyah, Abu Bakar dikenal sebagai seorang yang jujur, berakhlak mulia dan mahir dalam berdagang. Hal ini diketahui oleh semua manusia sehingga ia sering didatangi oleh para pemuda Quraisy untuk diminta keterangan tentang ilmu pengetahuan, strategi berdagang dan sopan santun. Selain itu, Abu Bakar juga termasuk salah satu dari ahli nasab Quraisy.[3]
Sejarah mengenai masa kecil Abu Bakar dalam buku-buku biografinya tidak terlalu banyak diceritakan secara rinci. Cerita sekitar masa anak-anak dan remajanya juga tidak begitu banyak diceritakan. Semasa kecil, Abu Bakar hidup seperti umumnya anak-anak di Makkah. Lepas masa anak-anak ke masa usia remaja, Abu Bakar bekerja sebagai pedagang pakaian. Usahanya sangat sukses. Dalam usia muda ini, ia menikah dengan Qutaibah binti Abdul Uzza. Dari perkawinan ini, lahir Abdullah dan Asma’. Asma’ inilah yang kemudian dijuluki Zatun Nitaqain. Setelah dengan Quitaibah, Abu Bakar menikah dengan Umm Rauman binti Amir bin Uwaimir. Dari perkawinan ini, lahir Abdur Rahman dan Aisyah. Kemudian, di Madinah Abu Bakar menikah dengan Habibah binti Kharijah. Setelah itu, ia menikah dengan Asma’ binti Umais, yang melahirkan Muhammad.[4]
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nama Abu Bakar merupakan gelar yang diberikan oleh Rasulullah SAW karena ia orang yang paling cepat masuk Islam. Sedangkan gelar ash-Shiddiq yang berarti “amat membenarkan” adalah gelar yang diberikan kepadanya karena ia amat segera membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa Isra’ Mi’raj.[5]
Abu Bakar Ash-Siddiq tumbuh besar di Mekkah dan tidak pernah keluar dari Mekkah kecuali untuk tujuan dagang dan bisnis. Beliau memiliki harta kekayaan yang sangat banyak dan kepribadian yang sangat menarik, memiliki kebaikan yang sangat banyak, dan sering melakukan perbuatan-perbuatan yang terpuji.
  1. Perawakan dan Akhlak Abu Bakar ash-Shiddiq
Aisyah ra menerangkan ciri fisik bapaknya dengan mengatakan, “Beliau berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggang (sehingga kainnya selalu melorot dari pinggangnya), wajahnya selalu berkeringat, hitam matanya, berkening lebar, memiliki urat tangan yang tampak menonjol, dan selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai daun pacar (hinai) maupun daun pohon al-Katm.” Begitulah karakter fisik beliau.[6]
Menurut Muhammad Husain Haekal, bahwa keberhasilan Abu Bakar dalam perdagangan itu mungkin saja disebabkan oleh pribadi dan wataknya, menurut penuturan putrinya, Aisyah Ummul Mu’minin ra, beliau berperawakan kurus, putih dengan sepasang bahu yang kecil dan muka lancip dengan mata yang cekung disertai dahi yang agak menonjol dan urat-urat tangan yang tampak jelas, Abu Bakar mempunyai peringai yang sangat lemah lembut dan tenang sekali sikapnya. Ia tidak mudah terdorong oleh hawa nafsu. Dibawa oleh sikapnya yang senantiasa tenang, pandangannya yang jernih serta pikirannya yang tajam, banyak kepercayaan-kepercayaan dan adat istiadat masyarakat yang tidak diikutinya. Aisyah ra menyebutkan bahwa ia tidak pernah minum minuman keras, di zaman jahiliyah maupun islam, meskipun penduduk Makkah pada umumnya sedah terbiasa minum khomer dan mabuk-mabukan. Abu Bakar adalah laki-laki yang akrab di kalangan masyarakatnya, ia disukai karena ia serba mudah. Ia dari keluarga Quraisy yang paling dekat dan paling banyak mengetahui seluk-beluk kabilah tersebut, yang baik dan yang jahat. Ia seorang pedagang dengan peringai yang cukup terkenal. Karena suatu masalah, pemuka-pemuka masyarakatnya sering dating menemuinya, mungkin karena pengetahuannya, karena perdagangannya atau mungkin juga karena cara bergaulnya yang enak.[7]
Sedangkan karakter akhlaknya, beliau terkenal dengan kebaikan, keberanian, kokoh pendirian, selalu memiliki ide-ide yang cemerlang dalam keadaan genting, murah hati, penyabar, memiliki azimah(keinginan kuat), faqih, paling mengerti dengan garis keturunan (nasab) Arab dan berita-berita tentang mereka, sangat bertawakkal kepada Allah dan yakin dengan segala janji-Nya, bersifat wara’ dan jauh dari segala syubhat, zuhud terhadap dunia, selalu mengharapkan apa-apa yang lebih baik di sisi Allah, serta lembut dan ramah.[8]
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pada masa muda Abu Bakar tidak ternodai oleh keburukan dan perilaku negatif kaum jahiliyyah, kerena beliau memegang teguh sifat-sifat luhur bangsa Arab. Abu Bakar dikenal sebagai pribadi yang berakhlak mulia, sosok yang menyenangkan, mudah membantu sesama, jujur dalam setiap perkataannya, baik pergaulannya, bahkan mengharamkan atas dirinya khamar sejak masa jahiliyyah.



[1]Abdul Badi’ Shaqar, Kepemimpinan Islami, (Surabaya: Pustaka Progessif, 1970), hal. 155.
[2]Al-Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, terj. Abu Ihsan Al-Atsari (Jakarta: Darul Haq, 2012), hal. 5.
[3]Syarif Hidayatullah, Ilham Kesabaran Abu Bakar ash-Shiddiq, (Jogjakarta: DIVA Press, 2014), hal. 17.
[4]Syarif Hidayatullah, Ilham Kesabaran…, hal. 22.
[5]Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), hal. 19-20.
[6]Al-Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup…, hal. 5-6.
[7]Muhammad Husain Haekal, Abu Bakr As-Siddiq Sebuah Biografi, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal. 4.
[8]Al-Hafizh ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat…, hal. 6.