Wednesday, November 8, 2017

Upaya Membangun Keluarga Mawaddah

Memiliki keluarga mawaddah merupakan dambaan dan impian setiap orang. Karenanya tidak dapat dipungkiri keluarga mawaddah memiliki peranan besar dalam meningkatkan upaya masyarakat dalam mengamalkan nilai-nilai agama, keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah baik yang dilakukan melalui pendidikan keluarga maupun pendidikan masyarakat untuk mencapai hasil pembangunan manusia bahagia dan sejahtera.
Akan tetapi perlu diketahui, bahwa untuk mencapai keluarga mawaddah tersebut tidaklah mudah, karena banyaknya permasalahan yang timbul dalam sebuah keluarga. Ada beberapa hal yang harus dilakukan jika ingin membina keluarga mawaddah sebagaimana disebutkan oleh Mutiullah dalam bukunya, antara lain sebagai berikut:
  1. Mencitai dan dicintai adalah kunci utama dalam membina keluarga. Membentuk keluarga yang bahagia adalah proses yang terus menerus yang harus diusahakan. Keluarga bahagia bukan sesuatu yang begitu saja turun dari langit, tapi diusahakan dengan ketulusan cinta dan kasih sayang.
  2. Dalam banyak kasus perselisihan keluarga banyak yang sebetulnya hanya disebabkan oleh kurang lancarnya komunikasi dalam keluarga. Fungsi komunikasi adalah untuk menghubungkan beberapa keinginan yang seringkali berbeda.
  3. Keluarga bahagia adalah keluarga yang menemukan kesesuain antara suami dan istri. Satu sama lainnya harus bisa saling memahami apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan. Kesesuain pandangan dalam membina rumah tangga mendapat porsi yang sangat besar untuk membina keharmonisan.
  4. Faktor yang tidak kalah penting dalam keluarga mawaddah adalah sikap memelihara hubungan yang harmonis. Hubungan yang harmonis merupakan kunci utama dalam berumah tangga. Segala persoalan harus dihadapi bersama dengan tetap berprinsip kebersamaan, sikap saling pengertian dan saling memahami.[1]

Perkawinan yang baik adalah sebuah ikatan seumur hidup dan memerlukan sesuatu yang lebih banyak dari pada sekedar “peduli”, “pemenuhan diri”, dan “komitmen”. Perkawinan menuntut agar masing-masing jujur kepada diri sendiri, jujur kepada pasangan hidup dan jujur kepada Allah Swt.
Islam memandang menggabungkan antara sakinah, mawaddah dan rahmah sebagai satu kesatuan dan dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat mencapainya, tentu membutuhkan cara dan langkah yang beragam yang bisa saja berbeda antara satu keluarga dengan lainnya. Uraian berikut mencoba memberikan semacam hal-hal yang perlu dilakukan dalam upaya pembentukan sebuah keluarga bahagia yang sifatnya umum, namun hal tersebut bisa direalisasikan dalam setiap keluarga.
1.        Benar dan tepat dalam memilih jodoh
Perkawinan merupakan sebuah ikatan yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan kehidupan kemanusiaan. Oleh karena itu secara naluriah manusia akan berusaha untuk mendapatkan pasangan hidup yang sesuai dengan keinginan atau yang memiliki rasa kecocokan diantara mereka walaupun ketentuan agama dianjurkan untuk selektif dalam memilih pasangan.
Permasalahan memilih jodoh atau pasangan hidup merupakan sesuatu yang pernah dialami oleh orang dalam menempuh rumah tangga. Seseorang dalam memilih calon istri atau suami mesti dipertimbangi oleh kriteria tertentu, walaupun upaya tersebut bukan merupakan suatu yang kunci, namun dapat menentukan baik tidaknya rumah tangga.[2]
Terkait dengan penjelasan di atas, dalam sebuah hadis Rasulullah Saw bersabda, yaitu:
عن ابى هريرة رضي الله عنه عن النبى صلى الله عليه وسلم قال : تنكح المرأة لاربع : لمالها, ولحسبها, ولجمالها, ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك (متفق عليه) 
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra, dari Nabi Saw, Beliau bersabda: “Seorang wanita dinikahi karena empat sebab: Karena hartanya, karena kedudukannya, sebab kecantikannya, dan sebab agamanya; maka hendaklah kamu memilih sebab agamanya, engkau pasti akan bahagia” (HR. Bukhari-Muslim).[3]

Berdasarkan hadis tersebut, dapat dipahami bahwa dalam memilih pasangan hidup, seseorang harus melihat dari segi harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Namun diantara kriteria tersebut, agama merupakan hal yang sangat diutamnya. Karena hal tersebutlah yang benar-benar akan membawa kepada pembentukan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
2.        Mengembangkan prinsip musyawarah dan demokratis
Dalam segala aspek kehidupan dalam rumah tangga harus diputuskan dan diselesaikan berdasarkan hasil musyawarah minimal antara suami dan istri. Adapun maksud demokratis adalah bahwa seluruh anggota keluarga harus saling terbuka untuk menerima pandangan dari masing-masing pihak.
Realisasi lebih jauh dari sikap musyawarah dan demokratis dapat dikelompokkan kepada:
a.       Musyawarah dalam memutuskan masalah-masalah yang berhubungan dengan reproduksi, jumlah dan pendidikan anak dan keturunan.
b.      Musyawarah dalam menentukan tempat tinggal (rumah).
c.       Musyawarah dalam memutuskan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan rumah tangga, dan
d.      Musyawarah dalam pembagian tugas-tugas rumah tangga.[4]
Untuk merealisasikan prinsip ini, maka setiap anggota keluarga harus saling menciptakan suasana yang kondusif untuk munculnya rasa persahabatan di antara mereka baik dalam hal suka maupun duka, dan merasa mempunyai kedudukan yang sejajar dan bermitra, tidak ada pihak yang merasa lebih hebat dan lebih tinggi kedudukannya, tidak ada pihak yang mendominasi dan menguasai. Dengan prinsip ini diharapkan akan memunculkan kondisi yang saling melengkapi dan saling mengisi antara satu dengan yang lain.
3.        Menciptakan rasa aman dan tentram dalam keluarga
Dalam kehidupan rumah tangga harus tercipta suasana yang merasa saling kasih, saling asih, saling cinta, saling melindungi dan saling sayang. Semua anggota keluarga harus menciptakan suasana bahwa rumah adalah tempat yang nyaman bagi mereka. Keluarga menurut Toffler, dapat berfungsi laksana raksasa peredam kejutan yakni tempat kembali berteduh setiap individu (anggota keluarga) yang babak belur dan kalah dalam pertaruhan hidup diluar rumah.[5]
Dalam bahasa Islam, keluarga berfungsi sebagai surga atau taman indah, tempat setiap anggota keluarga menikmati kebahagiaan hidup, dan menjadi penangkal gelombang kehidupan yang keras. Jika suasana kehidupan keluarga berantakan dan terpecah, tidak aman dan tentram maka kehidupan keluarga akan mengalami ketidak harmonisan. Aman dan tentram disini bukan hanya terbatas pada aspek fisik semata, tetapi juga dalam aspek kehidupan kejiwaan (psikis).
4.        Menghindari adanya kekerasan baik fisik maupun psikis
Dalam kehidupan berkeluarga, jangan sampai ada anggota keluarga yang merasa berhak memukul atau melakukan tindak kekerasan fisik dalam bentuk apapun, dengan dalih atau alasan apapun, termasuk alasan atau dalih agama terhadap sesama anggota keluarga. Begitu juga setiap anggota keluarga harus terhindar dari kekerasan psikologi.
Setiap anggota keluarga harus mampu menciptakan suasana kejiwaan yang aman, merdeka, tentram dan bebas dari segala bentuk ancaman yang bersifat kejiwaan, baik dalam bentuk kata atau kalimat sehari-hari yang digunakan maupun panggilan antar anggota keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan ketakutan bahkan sekedar ketersinggungan.[6]
5.        Menjadikan hubungan suami istri dan anggota keluarga lainnya adalah hubungan relasi
Relasi gender dalam hubungan suami dan istri dan anggota keluarga lainnya merupakan hubungan kemitrasejajaran. Meskipun pengertian kemitrasejajaran tidak bisa difahami dengan makna yang seragam, persis sama, akan tetapi pengertian kemitrasejajaran yang dimaksud disini adalah suatu relasi yang berdasarkan pada keadilan, rasa saling membutuhkan, saling melengkapi satu dengan yang lainnya.[7]
Implikasi dari prinsip seperti ini akan memunculkan sikap saling mengerti latar belakang pribadi, saling menerima hobi, kelebihan dan kekurangan dari masing-masing anggota keluarga, saling menghormati perkataan, perasaan, bakat dan keinginan serta menghargai keluarga, saling mempercayai pribadi maupun kemampuan setiap anggota keluarga, saling mencintai dan menjauhi sikap egois dalam rumah tangga.
6.        Menumbuhkan prinsip keadilan
Keadilan disini adalah menempatkan sesuatu pada posisi yang semestinya (proporsional). Jika ada diantara anggota keluarga baik laki-laki maupun perempuan yang mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri harus di dukung tanpa memandang dan membedakan berdasarkan jenis kelamin. Masing-masing anggota keluarga harus sadar sepenuhnya bahwa dirinya adalah bagian dari keluarga yang harus memberi dan mendapat perhatian. Contohnya, bapak yang kerja dan mempunyai kewajiban di kantor atau sekolah, juga mempunyai kewajiban untuk memberikan perhatian kepada anak-anak, istrinya serta anggota keluarga lainnya. Demikian pula, ibu yang harus menuntaskan tugas kantor, tugas sekolah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan perhatian bagi suami, anak-anak, dan anggota keluarga lainnya.
Ini berarti semua anggota keluarga harus berlaku adil baik bagi dirinya dan anggota keluarganya. Suami, istri dan anggota keluarga adalah penentu dalam mencapai keluarga yang bahagia. Segala sesuatu menyangkut tugas-tugas untuk menciptakan keluarga yang sakinah haruslah adil, terbuka dan demokratis. Intinya berbagi tugas sesuai dengan kondisi atas kesepakatan bersama dan untuk mencapai tujuan bersama.
7.        Menciptakan kedewasaan diri
Kebahagiaan dan kesejahteraan dalam perkawinan mempunyai beberapa unsur, baik yang seharusnya dipunyai seorang pria yang nantinya akan berfungsi sebagai suami ataupun seorang wanita yang akan menjadi seoang istri dan ibu dari anak-anaknya.
Sebagian orang beranggapan bahwa unsur terpenting dalam membangun sebuah keluarga adalah masing-masing pasangan saling mencintai. Ada juga yang menyatakan bahwa kekayaan dan kecantikan menjadi modal bagi kebahagiaan sebuah keluarga.
Salah satu unsur terpenting dalam mencapai kebahagiaan dalam rumah tangga adalah kedewasaan diri. Kedewasaan dalam bidang fisik-biologis, sosial ekonomi, emosi dan tanggung jawab, pemikiran dan nilai-nilai kehidupan serta keyakinan atau agama. Semua hal tersebut akan menyebabkan keluarga atau rumah tangga yang terbentuk dalam keadaan yang demikian mempunyai saham yang cukup besar dan meyakinkan untuk meraih taraf kebahagiaan dan kesejahteraan hidup dalam membina keluarganya.[8]
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa upaya membangun keluarga mawaddah dapat dilakukan dengan menciptakan kedewasaan diri, menumbuhkan prinsip keadilan, menjadikan hubungan suami istri dan anggota keluarga lainnya adalah hubungan relasi, menghindari adanya kekerasan baik fisik maupun psikis, menciptakan rasa aman dan tentram dalam keluarga, mengembangkan prinsip musyawarah dan demokratis dan tepat memilih jodoh.





[1]Mutiullah, Menggapai Keluarga Sakinah, http:// www. suaramuhammadiyah.or.id/ sm/Majalah/ SM (diakses pada 12 Oktober 2011).

[2]Marhumah dan M. Alfatih Suryadilaga, Membina Keluarga Mawaddah Wa Rahmah dalam Bingkai Sunah Nabi, (Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2003), hal. 107.
[3]Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hal. 143.

[4]Khairuddin Nasution, Islam Tentang Relasi Suami dan Istri (Hukum Perkawinan 1), (Yogyakarta: Tazzafa, 2004), hal. 54.

[5]Alvin Toffler, Kejutan dan Gelombang, terj. Sri Kasdiyantinah (Jakarta: Pantja Simpati, 1987), hal. 239.

[6]Khairuddin Nasution, Islam…, hal. 58-59.
[7]Hamim Ilyas, Jender dalam Islam: Masalah Penafsiran, dalam Jurnal Asy-Syir’ah, Vol.35, No. II, 2001, hal. 29.

[8]Hasan Basri, Keluarga Sakinah; Tinjauan Psikologi dan Agama, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1999), hal. 6-7.

No comments:

Post a Comment