Wednesday, November 8, 2017

Upaya Membinan Keluarga Mawaddah; Memilih Jodoh dalam Perspektif Pendidikan Islam

UPAYA PEMBINAAN KELUARGA MAWADDAH  
Memiliki rumah tangga islami merupakan dambaan dan impian setiap orang. Karenanya tidak dapat dipungkiri bahwa rumah tangga Islami memiliki peranan besar dalam meningkatkan upaya masyarakat dalam mengamalkan nilai-nilai agama, keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah baik yang dilakukan melalui pendidikan keluarga maupun pendidikan masyarakat untuk mencapai hasil pembangunan manusia bahagia dan sejahtera. Akan tetapi perlu diketahui, bahwa untuk mencapai rumah tangga Islami tersebut tidaklah mudah, karena banyaknya permasalahan yang timbul dalam sebuah keluarga.
Islam menggabungkan antara sakinah, mawaddah dan rahmah sebagai satu kesatuan dan dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat mencapainya, tentu membutuhkan cara dan langkah yang beragam yang bisa saja berbeda antara satu keluarga dengan lainnya. Uraian berikut mencoba memberikan semacam hal-hal yang perlu dilakukan dalam upaya pembentukan sebuah rumah tangga islami yang sifatnya umum namun bisa direalisasikan dalam setiap keluarga menurut konteks nilai-nilai pendidikan.

A.    Memilih Jodoh dalam Perspektif Pendidikan Islam
Perkawinan merupakan sebuah ikatan yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan kehidupan kemanusiaan. Oleh karena itu secara naluriah manusia akan berusaha untuk mendapatkan pasangan hidup yang sesuai dengan keinginan dan karakter mereka masing-masing walaupun dalam ketentuan agama dianjurkan untuk selektif dalam memilih pasangan.
Permasalahan memilih jodoh merupakan sesuatu yang pernah dialami oleh setiap orang dalam menempuh rumah tangga. Seseorang dalam memilih calon istri atau suami mesti dipertimbangi oleh kriteria tertentu, walaupun upaya tersebut bukan merupakan suatu yang kunci, namun dapat menentukan baik tidaknya rumah tangga kedepan.[1]
Oleh sebab itu, sangat penting untuk selalu berhati-hati dan betul-betul selektif dalam memilih pasangan hidup, sebab membangun rumah tangga bukanlah suatu perkara untuk kepentingan beberapa hari, beberapa bulan atau beberapa tahun saja, akan tetapi yang diharapkan dari sebuah ikatan perkawinan adalah agar kehidupan dalam rumah tangga dapat berlangsung dengan bahagia sampai ajal datang menjemput.
Terkait dengan permasalahan di atas, Rusli Amin menjelaskan bahwa dalam hubungan suami istri yang harmonis serta kelangsungan hidup sebuah rumah tangga dipengaruhi oleh berbagai hal. Di samping upaya-upaya yang dilakukan setelah berlangsungnya pernikahan, juga sangat dipengaruhi oleh upaya-upaya sebelum menikah, seperti memilih pasangan hidup yang tepat, sehingga disamping mendapatkan pasangan hidup yang seakidah, seagama, juga memiliki karakter atau kepribadian yang baik. Oleh sebab itu, tidak boleh tergesa-gesa dalam menetapkan seseorang sebagai calon suami atau istri tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan dengan matang berdasarkan kriteria-kriteria memilih pasangan hidup yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam.[2]
Penjelasan di atas sesuai dengan yang kemukakan oleh A. Mudjab Mahalli, yang menjelaskan bahwa dalam pandangan Islam, masalah pernikahan mendapatkan perhatian khusus, lebih-lebih dalam memilih pasangan hidup, sehingga rumah tangga yang dibangun benar-benar kokoh dan bahagia sepanjang kehidupannya. Sebab pembinaan rumah tangga berarti juga berdampak keselamatan, kebahagiaan individu, masyarakat serta kemaslahatan dan kemuliaan umat manusia secara keseluruhan.[3]
Berdasarkan kutipan di atas, dapat dipahami bahwa persoalan memilih jodoh atau pasangan hidup merupakan suatu hal penting dan sangat dianjurkan dalam tuntunan Islam. Hal tersebut dikarenakan dengan mendapatkan pasangan hidup yang tepat maka kebahagiaan dalam rumah tangga akan diperoleh. Sebaliknya, ketika salah atau tidak tepat dalam memilih pasangan hidup, maka akan berakibat keretakan dalam rumah tangga, bahkan tidak tertutup kemungkinan akan terjadi pertengkaran yang pada akhirnya berujung pada perceraian.
Lebih lanjut, A. Mudjab Mahalli menjelaskan bahwa dalam memilih istri sebagai pendamping hidup dalam mengarungi bahtera rumah tangga, hendaknya memperhatikan dasar-dasar yang telah digariskan oleh syaria’at Islam. Bilamana kaum muslimin bersedia memperhatikan serta mempraktekkan kaidah-kaidah dalam memilih istri sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh syari’at Islam, maka keluarga bahagia sejahtera akan mudah tercapai. Tentu mereka akan memperoleh ketenangan yang luar biasa, baik berupa ketenangan lahir maupun batin serta ketahanan dan kekokohan dalam menghadapi tantangan hidup maupun pengaruh negatif yang muncul.[4]
Oleh sebab itu, ketika ingin membina rumah tangga atau berkeluarga, hendaknya tidak tergesa-gesa dalam dalam menentukan pasangan hidup, karena tergesa-gesa dalam menentukan pasangan hidup tanpa meneliti terlebih dahulu, merupakan problem yang akan berakibat kepada bencana. Berapa banyak pemuda-pemudi yang hanya memperhatikan masalah materi atau nafsu belaka, pada akhirnya mereka terjebak kedalam berbagai masalah dan pada akhirnya menimbulkan penyesalan dan bahkan perceraian. Oleh sebab itu, Islam sangat menekankan perhatian dalam memilih pasangan hidup. Karenanya, Islam sangat menganjurkan bagi umatnya agar meneliti calon pasangannya terlebih dahulu dari berbagai segi, baik akhlak, agama, maupun perilaku kesehariannya.[5]
Dengan demikian, untuk mewujudkan keluarga mawaddah, hendaknya memilih calon suami/istri yang berakhlak mulia dan mengutamakan agamanya. Karena agama merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan rumah tangga, sehingga agama merupakan faktor yng lebih diutamakan diantara faktor-faktor yang lain.
Berkaitan dengan penjelasan di atas, Allah Swt berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 221 tentang larangan menikahi wanita atau laki-laki yang musyrik. Firman Allah Swt tersebut adalah sebagai berikt:
ولا تنكحوا المشركت حتى يؤمن ولأمة مؤمنة خير من مشركة ولو أعجبتكم ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو أعجبكم أولئك يدعون إلى النار والله يدعوا إلى الجنة والمغفرة بإذنه ويبين ءايته للناس لعلهم يتذكرون (البقرة: ٢٢١)                                                           
Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah: 221)

Ayat di atas, selain berimplikasi hukum bahwa seorang laki-laki beriman dilarang menikah dengan seorang wanita musyrik (musyrikat), yaitu wanita yang akidahnya kotor dan sesat karena mempersekutukan Allah Swt. Begitu juga sebaliknya, diharamkan kepada wanita beriman menikah dengan lelaki musyrik, juga menuntut waspada dalam memilih calon suami atau istri harus memperhatikan terlebih dahulu akidahnya apakah benar atau sesat, memperhatikan akhlaknya, apakah ia memiliki akhlak yang terpuji atau akhlak yang tercela. Sebab, semua itu akan memberikan pengaruh terhadap masa depan rumah tangga dalam menunjang mewujudkan rumah tangga mawaddah.[6]
Menurut Abdul Hamid Kisyik, hal terpenting yang harus diperhatikan Islam untuk memilih istri adalah yang dapat membantu dalam membina sebuah generasi, tenang, mampu menyimpan dengan baik harta suaminya, yang menjadi perhiasan baik bagi suaminya, yang patuh kepada suaminya dan baik agamanya.[7]
Berdasarkan kutipan di atas, dapat dipahami bahwa dalam Islam, persoalan memilih pasangan hidup merupakan sebuah hal penting yang harus benar-benar diperhatikan oleh orang yang hendak membina rumah tangga, karena dengan pasangan tersebutlah akan menjalani hidup untuk selama-lamanya sampai ajal menjemput, dan dengan pasangan tersebutlah akan terciptanya generas-generasi penerus seterusnya yang benar-benar harus siap dalam mengemban tanggungjawab sebagai orang tua (suami-istri) dalam mendidik anak-anaknya.
Agama Islam telah memaparkan dengan jelas tentang pemilihan jodoh atau pasangan hidup tersebut. Kejelasan tersebut sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah Saw dalam sebuah hadits yang bahwa dalam memlih pasangan itu mesti diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
عن ابى هريرة رضي الله عنه عن النبى صلى الله عليه وسلم قال : تنكح المرأة لاربع : لمالها, ولحسبها, ولجمالها, ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك (رواه مسلم) 
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra, dari Nabi Saw, Beliau bersabda: “Seorang wanita dinikahi karena empat sebab: Karena hartanya, karena kedudukannya, sebab kecantikannya, dan sebab agamanya; maka hendaklah kamu memilih sebab agamanya, engkau pasti akan bahagia” (HR. Muslim).[8]

Berdasarkan hadis tersebut, dapat dipahami bahwa dalam memilih pasangan hidup, seseorang harus melihat dari segi harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Namun diantara kriteria tersebut, agama merupakan hal yang sangat diutamakan. Karena hal tersebutlah yang benar-benar akan membawa kepada pembentukan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Harta, kecantikan sifatnya relatif artinya hal tersebut akan hilang pada saatnya, namun hanya agamalah yang akan tetap bertahan sampai kapanpun bahkan sampai di akhirat kelak.
Berkaitan dengan hadis di atas, Mudjab Mahalli menjelaskan bahwa, yang perlu diperhatikan oleh setiap muslim dalam hal memilih pasangan hidup adalah mengutamakan pilihan agama. Asas yang ini merupakan faktor terpenting dalam memilih istri. Sebab Islam adalah agama fitrah dan moral yang sudah pasti mengedepankan kesucian, kemuliaan akhlak, dan nilai-nilai luhur dalam memilih segala sesuatu. Lebih-lebih dalam memilih perempuan yang akan diajak mengarungi bahtera hidup berumah tangga, harus selektif dan teliti. Harus memilih perempuan yang benar-benar shalihah.[9]
Berkaitan dengan penjelasan di atas, Rusli Amin menjelaskan bahwa tidak mungkin mengingkari bahwa naluri manusia jika laki-laki tentu ingin beristri cantik dan jika perempuan tentu ingin bersuami tampan. Manusia itu menyukai keindahan. Selain itu, manusia juga memerlukan harta, karena kokohnya ekonomi rumah tangga merupakan faktor yang sangat penting yang menopang tegaknya sebuah rumah tangga. Di dalam kehidupan rumah tangga tidak semata-mata dibutuhkan cinta, tapi juga makan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan lain-lain yang semua itu berkaitan dengan materi atau harta. Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah bahwa materi atau harta bukanlah segala-galanya, sebagaimana cantik dan tampan juga bukan segala-galanya. Bahkan harta yang tidak disikapi secara benar oleh pemiliknya akan menimbulkan fitnah dan bencana dikemudian hari. Demikian juga dengan kecantikan dan ketampanan yang tidak disikapi secara baik dan benar, maka akan menimbulkan fitnah dan bencana. Apalagi cantik dan harta itu sangat bersifat relatif dan suatu saat juga akan diambil kemabil oleh Allah Swt.[10]
Istri merupakan tempat penenang bagi suami, tempat menyemaikan benih, pengatur rumah tangganya, ibu dari anak-anaknya, tempat tambatan hati, tempat menumpahkan rahasianya dan menyatukan nasibnya. Karena itu Islam menganjurkan agar memilih istri yang shalehah dan menyatakannya sebagai perhiasan yang terbaik yang sepatutnya dicari dan diusahakan mendapatkannya dengan sungguh-sungguh. Yang dimaksud saleh disini adalah hidup mematuhi agama dengan baik, bersikap luhur, menghormati hak-hak suaminya dan memelihara anak-anaknya dengan baik.
Memilih suami yang saleh sangat penting demi kokohnya dasar kehidupan rumah tangga diatas pilar yang kuat. Rumah tangga akan langgeng jika berada pada alur yang sudah ditetapkan-Nya. Jika hal tersebut terpenuhi, maka besar kemungkinan akan akan tercapainya tingkat sosial yang baik, tingkat ekonomi yang mapan, tingkat pengetahuan yang tinggi dan hal yang terpenting adalah bahwa suami yang saleh dapat melindungi hak dan kepentingan wanita.
Ada pula kriteria tersendiri yang harus dimiliki calon suami, yaitu mampu memberi sarana dan prasarana hidup yang layak (mata pencaharian yang cukup) untuk menghidupi keluarganya. Karena suami adalah pemimpin keluarga, bertanggung jawab atas urusan biaya hidup keluarga dan hal tersebut tidak akan dapat terpenuhi jika suami tidak memberikan nafkah yang layak untuk keluarganya.
Berdasarkan penguraian di atas, dapat disimpulakan bahwa memilih pasangan untuk dijadikan teman hidup dalam membina rumah tangga merupakan salah satu upaya untuk membian rumah tangga bahagia, demikian juga dalam memilih kriteria pasangan hidup harus benar-benar diperhatikan sebagaimana yang telah digambarkan oleh Rasulullah Muhammad Saw sebagaimana telah penulis uraikan di atas. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka akan dapat menciptakan rumah tangga islami yang sakinah mawaddah wa rahmah.




[1]Ahmad Arifin, Identitas Istri Salehah, (Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2003),    hal. 107.

[2]M. Rusli Amin, Kunci Sukses Membangun Keluarga Idaman, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2003), hal. 18.
[3]A. Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2006), hal. 84.

[4]A. Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau…, hal. 85.
[5]M. Rusli Amin, Kunci Sukses…, hal. 19.

[6]M. Rusli Amin, Kunci Sukses…, hal. 20.

[7]Abdul Hamid Kisyik, Bimbingan Islam untuk Mencapai Keluarga Sakinah, (Bandung: Mizan Pustaka, 2005), hal. 21.
[8]Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hal. 375.

[9]A. Mudjab Mahalli, Menikahlah…, hal. 85.

[10]M. Rusli Amin, Kunci Sukses…, hal. 22.

No comments:

Post a Comment