Wednesday, November 8, 2017

Upaya Membina Keluarga Mawaddah; Melatih Kesabaran dan Kejujuran dalam Pembinaan Keluarga Mawaddah

Membina rumah tangga bukanlah suatu perkara yang mudah, apalagi bagi pasangan suami-istri yang masih dalam tahap-tahap awal pernikahannya. Tentunya ada terjadi permasalahan-permasalahan yang dapat menimbulkan pertengkaran dan perselisihan antara suami-istri. Hal ini wajar, karena untuk menyatukan paham dan pemikiran dalam menuju satu tujuan, tentunya kadang-kadang terjadi perselisihan pendapat. Selain itu, ekonomi rumah tangga yang tidak stabil juga dapat menimbulkan keributan dalam rumah tangga.
Problem-problem lainnya yang kemungkinan akan timbul seperti penghasilan suami yang belum mencukupi kebutuhan rumah tangga atau bahkan sedang tidak mempunyai pekerjaan untuk membiayai kebutuhan keluarga. Semua hal tersebut merupakan permasalahan yang harus dicarikan solusinya agar terciptanya rumah tangga yang harmonis dan selalu tenteram.
Berkaitan dengan masalah di atas, Mudjib Mahalli menjelaskan bahwa berhiasnya seorang dengan hiasan sikap sabar adalah salah satu hal yang dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kebahagiaan hidup dalam rumah tangga. Dengan sabar, seorang istri akan selalu mampu bertahan dalam menghadapi realita hidup, baik berupa problem rumah tangga, cobaan maupun musibah yang menimpa dirinya, suami mapun keluarga, demikian juga sebaliknya dengan seorang suami yang bersabar terhadap segala cobaan yang datang, maka dengan mengedepankan sikap sabar, akan mampu menghadapi semua cobaan tersebut.[1]
Dengan demikian, kesabaran merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh pasangan suami-istri untuk menempuh dan menghadapi setiap permasalahan-permasalahan yang timbul. Bila kesabaran dimiliki oleh masing-masing pihak, maka tidak terjadi keributan. Sebaliknya, bila semua permasalahan dihadapi dengan ketidak sabaran maka akan terjadi ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
Mengenai permasalahan di atas, Ali Qaimi menjelaskan bahwa kehidupan bersama dalam rumah tangga memerlukan kesatuan dan kebersamaan yang solid. Oleh sebab itu, setiap pasangan suami-istri harus menyatukan pemikiran dan menghilangkan egoisme dalam kehidupan rumah tangganya. Mereka harus merumus dan mengambil keputusan yang tepat secara bersama-sama agar masing-masing pihak merasa puas dan saling mendukung satu sama lain.[2]
Kehidupan rumah tangga akan berjalan dengan baik dan bahagia manakala suami-istri dapat menempuh perjalan rumah tangga dengan penuh kesabaran. Orang yang kehilangan kesabaran, maka mereka pasti akan menemui ketidakharmonisan dalam membina keluarga bahagia.[3]
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa suami-istri hendaknya menghadapi segala permasalahan yang timbul dalam rumah tangga dengan penuh kesabaran dan mencarikan solusi terhadap masalah tersebut. Tanpa adanya kesabaran dari kedua belah pihak (suami-istri) akan sulit terwujud kehidupan yang bahagia, bahkan akan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru yang berkibat lebih membuat kehancuran dan keretakan pasangan suami-istri, bahkan tidak tertutup kemungkinan akan terjadi perceraian.
Sering timbulnya permasalahan yang disebabkan suami tidak mencukupi nafkah istri. Karena istri tidak sabar menghadapi problem tersebut, akhirnya terjadilah perceraian. Demikian juga sebaliknya, seorang suami yang tidak sabar dalam mendidik atau menghadapi sikap tidak baik menurut suami, akan terjadi perceraian atau berbagai perselisihan-perselisihan lainnya yang timbul antara kedua belah pihak. Intinya, ketika permasalahan tersebut tidak disikapi dengan kesabaran, maka akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Adapun berbagai masalah yang berpotensi memunculkan pandangan yang berbeda, seyogianya ditangani bersama dengan selalu mengedepankan kebijakan, kejujuran, kesabaran, bujukan dan ingatan bahwa pertengkaran hanya akan membahayakan kehidupan rumah tangga mereka dan anak-anaknya.[4]
Karenanya, dengan terjalinnya hubungan seorang laki-laki dan perempuan dalam suatu ikatan perkawinan yang suci dan sakral, maka tentunya harus dapat melatih diri untuk bersabar terhadap permasalahan-permasalahan yang kemungkinan timbul nantinya.
Selain melatih sikap sabar, bersikap jujur juga merupakan suatu hal yang sangat penting dalam membina rumah tangga, karena bersikap jujur merupakan dasar pembinaan kepribadian yang sangat penting dalam ajaran Islam. Bersikap jujur memerlukan perjuangan yang tidak ringan, karena banyaknya godaan dari lingkungan sekitar yang membuat untuk tidak bersikap jujur.[5]
Demikian juga halnya dalam membina rumah tangga, perlu selalu dilatih kejujuran terhadap pasangannya masing-masing. Karena dengan terbinanya kejujuran antara suami-istri, maka akan timbul rasa saling percaya dan saling menjaga yang pada hakikatnya akan tercipta sebuah rumah tangga yang penuh dengan kebahagiaan dan kedamaian didalamnya.
Berkaitan dengan penjelasan di atas, Muhammad Nur Abdul Hafizh menjelaskan bahwa bersikap jujur merupakan dasar pembinaan kepribadian yang sangat penting dalam ajaran Islam. Dan bersikap seperti ini memerlukan perjuangan yang tidak ringan, karena banyaknya godaan dari lingkungan sekitar yang membuat untuk tidak bersikap jujur.[6]
Untuk mencapai kesuksesan dalam bidang apapun sebenarnya selain dengan kerja keras, usaha, dan penuh dengan kesabaran, ada satu lagi yang paling penting demi sebuah profesionalisme atau keberhasilan yaitu kejujuran. Karena hal ini adalah komponen penting dalam setiap hal termasuk dalam membina rumah tangga. Tanpa terciptanya sebuah prilaku jujur dalam membina rumah tangga, maka akan sukar diharapkan terciptanya rumah tangga yang bahagia dan islami sebagaimana yang diharapkan.
Pembinaan kejujuran merupakan hal terpenting bagi individu dalam menjalani hidup berumah tangga. Penanaman sikap jujur dimulai dari diri sendiri. Apa yang dikatakan harus sesuai dengan kenyatannya. Jika semua yang dilakukan sesuai dengan kenyataannya, maka akan tertanam sikap jujur dalam diri masing-masing pasangan suami-istri dan akan terbina pula pada anak-anaknya.
Dengan demikian, membina kesabaran dan kejujuran antara pasangan suami-istri merupakan hal terpenting dalam membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.




[1]A. Mudjib Mahalli, Menikahlah…, hal. 468.
[2]Ali Qaimi, Singgasana Para Pengantin, (Terj), Abu Hamida, (Bogor: Cahaya, 2002),      hal. 15.
[3]Ali Qaimi, Singgasana Para…, hal. 122.

[4]Ali Qaimi, Singgasana…, hal. 15.

[5]Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, (Jakarta: Al-Bayan, 1988), hal. 187.
[6]Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak…, hal. 187.

No comments:

Post a Comment