Keluarga mawaddah terdiri dari
dua kata; keluarga dan mawaddah. Dalam kehidupan sehari-hari, kata keluarga
dipakai dengan banyak pengertian diantaranya, orang seisi rumah (masyarakat
terkecil) terdiri atas ayah, ibu, dan anak.[1]
Keluarga mawaddah pada dasarnya
terbangun atas dua dimensi, yaitu dimensi kualitas hidup dan dimensi waktu,
durasi, atau stabilitas. Oleh karena itu, keluarga dapat digambarkan menjadi
empat kelompok.
- Keluarga yang kualitas hidupnya tinggi dan perkawinan dilakukan selamanya (mu’abbad); inilah keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah, keluarga yang dibangun atas dasar kasih sayang, saling mencintai dan rahmat.
- Keluarga yang kualitas hidupnya tinggi, tetapi perkawinan dilakukan dengan waktu terbatas (terjadi perceraian).
- Keluarga yang kualitas hidupnya rendah, tetapi perkawinan dilakukan selamanya, tidak terjadi perceraian.
- Keluarga yang kualitas hidupnya rendah dan perkawinannya dilakukan dengan waktu yang terbatas.[2]
Gambaran keluarga tersebut
menempatkan keluarga mawaddah sebagai keluarga terhormat, yang menjadi
cita-cita setiap keluarga muslim karena menyangkut masa depan pendidikan
anak-anaknya. Keluarga mawaddah seringkali digambarkan dengan berbagai istilah
yang ideal. Keluarga mawaddah adalah istana kehidupan suami istri, ditandai
dengan istri dan anak-anak yang saleh, rumahku adalah surgaku (bayti jannati),
dan rumah tangga berkah. Menurut ajaran Islam mencapai ketenangan hati dan
kehidupan yang aman damai adalah hakekat perkawinan muslim yang disebut
“sakinah, mawaddah wa rahmah”. Untuk hidup bahagia sejahtera manusia
membutuhkan ketenangan hati, saling mencintai dan jiwa yang aman dan damai.
Dengan ketenangan dan keamanan hati, banyak masalah dalam kehidupan bisa
terpecahkan.
M. Quraish Shihab dalam bukunya
wawasan Al-Qur’an yang dikutip oleh Asrofi dan M.Thohir menjelasakan bahwa
keluarga bahagia adalah keluarga yang mampu menciptakan suasana kehidupan
berkeluarga yang tentram, dinamis, dan aktif, yang asih, asah dan asuh.[3] Dalam penjelasan yang lain
dijelaskan bahwa “Keluarga mawaddah adalah keluarga yang dibina atas perkawinan
yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan
seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan
lingkungannya dengan selaras, serasi, serta mampu mengamalkan, menghayati, dan
memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.[4]
Dari pengertian di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud keluarga mawaddah itu adalah keluarga
yang tenang, tentram, bahagia, dan sejahtera lahir dan batin serta tidak gentar
ketika mengahadapi badai ujian yang terjadi di dalam rumah tangga atau
keluarga.
Munculnya istilah keluarga mawaddah
adalah berdasarkan Firman Allah Swt dalam surat ar-Ruum: 21, yang menyatakan
bahwa tujuan dari pernikahan itu adalah mencari ketenangan dan ketentraman yang
Allah Swt tanamkan dalam jiwa suami istri itu akan mawaddaah wa rahmah (cinta dan kasih sayang).
Firman Allah Swt dalam al-Qur’an surat ar-Ruum; 21, berbunyi:
ومن آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها وجعل
بينكم مودة ورحمة إن فى ذلك لآيات لقوم يتفكرون (الروم: ٢١)
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dialah menciptakan
untukmu istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya di antara kamu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Q.S. Ar-Ruum: 21)
Dalam keluarga mawaddah, setiap
anggota merasakan suasana tentram, damai, bahagia, dan sejahtera lahir dan
batin. Sejahtera lahir adalah terbebas dari kemiskinan harta dan
tekanan-tekanan penyakit jasmani. Sedangkan sejahtera batin adalah bebas dari
kemiskinan iman, serta mampu mengkomunikasikan nilai-nilai kehidupan dalam
keluarga dan masyarakat.[5]
Konsep Islam terhadap keluarga mawaddah
adalah keluarga yang dibangun berdasarkan agama melalui proses perkawinan yang
anggotanya memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk mewujudkan ketentraman
melalui pergaulan yang baik sehingga menjadi sandaran dan tempat berlindung
bagi anggotanya dan tumpuan kekuatan masyarakat untuk memperoleh kedamaian
hidup.[6]
Agama Islam sangat menghargai dan
mengatur dengan baik hubungan (relasi) keluarga terutama antara suami dan istri
serta unit anggota keluarga lainnya yang dibangun berdasarkan keadilan, saling
membutuhkan, dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
Perkawinan yang baik adalah
sebuah ikatan seumur hidup dan memerlukan sesuatu yang lebih banyak daripada
sekedar “peduli”, “pemenuhan diri”, dan “komitmen”. Perkawinan menuntut agar
masing-masing jujur kepada diri sendiri, jujur kepada pasangan hidup dan jujur
kepada Allah. Islam memandang potret keluarga yang ideal adalah keluarga yang
dapat menggabungkan antara sakinah, mawaddah dan rahmah sebagai
satu kesatuan dan dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk
dapat mencapainya, tentu membutuhkan cara atau strategi dan langkah yang
beragam yang bisa saja berbeda antara satu keluarga dengan lainnya.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa konsep
Islam terhadap pembentukan keluarga mawaddah ialah dengan cara membangun
rumah tangga berdasarkan Islam melalui proses perkawinan yang anggotanya
memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk mewujudkan ketentraman melalui
pergaulan yang baik sehingga menjadi sandaran dan tempat berlindung bagi
anggotanya dan tumpuan kekuatan masyarakat untuk memperoleh kedamaian hidup.
[1]Tim Penyusun, Modul Pembinaan Keluarga Sakinah, (Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengggaraan Haji 2002), hal. 4.
[2]Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Perkawinan Di
Indonesia, (Bandung:
Pustaka Bani Quraisy, 2005), hal. 17.
[3]Asrofi dan M,Thohir, Keluarga Sakinah dalam Tradisi
Islam Jawa, (Yogyakarta:
Arindo Nusa Media, 2006), hal. 4.
[4]Tim
Penyusun, Modul Pembinaan…,
hal. 93.
[5]Tim
Penyusun, Modul Pembinaan…,
hal. 7.
[6]Mantep
Miharso, Pendidikan Keluarga Qur’ani, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004), hal. 40.
No comments:
Post a Comment