Building good communication in the form of musyawarah or dialogue is a concept of life in Islam that applies in every social interkasi including in the household environment. Good communication seems to have become a central feature in the life of a Muslim. It is as the Word of Allah, namely:
And ordered them Shura (Shura: 38)
Meaning: "And their affair (decided upon) by deliberation between them (Asy-Syura ': 38)
Ayat tersebut menanamkan bahwa kesan membangun komunikasi yang baik
dengan bermusyawarah terhadap sesama umat muslim lebih mendalam dari sekedar
sistem politik Negara. Komunikasi yang baik adalah karakter dasar semua
komunitas sosial, suatu komunitas dibangun atas pondasi musyawarah. Tradisi
musyawarah di komunitas akan melebar menjadi tradisi bangsa sebagai konsekuensi
alami sebuah komunitas terutama dalam keluarga.[1]
Islam telah menetapkan ketentuan yang seimbang antara hak dan kewajiban,
bukan hanya dalam rumah tangga, tetapi juga dalam setiap permasalahan dan
ketentuan yang ada. Oleh sebab itu, diperlukan adanya musyawarah antara suami
istri. Mereka bekerja sama dan bahu membahu dalam menghadapi setiap problem
yang timbul.[2]
Lebih lanjut, Mudjab Mahalli menjelaskan bahwa dalam menata kehidupan
berumah tangga, sangat membutuhkan adanya musyawarah antara suami-istri. Karena
hal itu merupakan bagian dari tuntunan Rasulullah Muhammad Saw dalam pergaulan antara
keduanya dan prinsip musyawarah harus selalu dipegangi oleh setiap pasangan
suami-istri.[3]
Penjelasan di atas, menggambarkan bahwa dalam membina rumah tangga
prinsip komunikasi yang baik berupa musyawarah dan saling pengertian antara
suami istri harus selalu dikedepankan dan diutamakan dalam menghadapi setiap
permasalahan yang timbul, karena hanya dengan komunikasi yang baik segala
persoalan akan dapat diselesaikan dengan bijaksana dan memuaskan dari
keduabelah pihak (suami-istri).
Hilangnya dialog dalam sebuah rumah tangga akan menyebabkan timbunan
perselisihan dan ketidakcocokan antara suami istri, dan ini bisa berakibat
sangat buruk bagi keduanya. Mereka akan hidup layaknya orang asing dimana
masing-masing hanya sekedar menjalankan kewajiban-kewajibannya pada keluarga
dan anak-anak. Selanjutnya sedikit demi sedikit mereka akan kehilangan rasa
dengan pasangannya. Perasaan kesepian pun akan lahir di antara keduanya dan
kehidupan mereka menjadi hambar, tanpa rasa maupun warna, dari sini, perpecahan
pun dimulai dan berakhir dengan perceraian, atau kehidupan rumah tangga mereka
masih terus bertahan demi anak-anak. Namun masing-masing harus merasakan pengorbanan
yang mematikan atau keterpisahan psikologis.
Penelusuran faktor-faktor penyebab hilangnya komunikasi yang baik berupa
musyawarah menempatkan kekeliruan atau ketidakpintaran memilih sebagai
tersangka utama, sebab terkadang proses pemilihan pasangan hidup dilakukan
dengan asal atau terburu-buru. Sehingga, masing-masing belum memahami
pasangannya dengan baik. Egoisme diantara suami istri juga menjadi salah satu
faktor penting dalam konteks ini. Sebab masing-masing hanya berkonsentrasi pada
dirinya sendiri, dan memenuhi keinginan pribadinya tanpa mempertimbangkan yang
lain. Ditambah lagi dengan faktor finansial dan kebutuhan ekonomi yang tidak
stabil. Di samping itu, masih ada faktor lain lagi yaitu, minimnya bahkan
hilangnya kesadaran beragama pada diri masing-masing, dan tidak adanya saling
penghormatan antara keduanya yang tampak pada pengabaian pihak lain, dan
ketidaksudian mendengarkan perintah-perintahnya. Oleh karena itu, dialog
menjadi sarana penting untuk mempertahankan keharmonisan dalam rumah tangga
agar terwujudnya sebuah tatanan rumah tangga yang dapat menampung aspirasi
semua baik suami, istri maupun anak-anaknya. Dengan begitu suasana rumah tangga
yang sakinah, mawaddah wa rahmah akan
dapat terwujudkan.
Dalam segala aspek kehidupan dalam rumah tangga harus diputuskan dan
diselesaikan berdasarkan hasil komunikasi yang baik berupa musyawarah minimal
antara suami dan istri. Adapun maksud komunikasi yang baik adalah bahwa seluruh
anggota keluarga harus saling memahami dan terbuka untuk menerima pandangan
dari masing-masing pihak.
Realisasi lebih jauh dari sikap komunikasi yang baik berupa musyawarah
dan dapat dikelompokkan kepada empat bahagia. Keempat bahagian tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Komuniksi
yang baik dalam memutuskan masalah-masalah yang berhubungan dengan reproduksi,
jumlah dan pendidikan anak dan keturunan.
b. Komuniksi
yang baik dalam menentukan tempat tinggal (rumah).
c. Good communication in deciding the problems encountered in household life, and
To realize this principle, each member of the family must create a conducive atmosphere for the emergence of a sense of friendship between them both in terms of joy and sorrow, and feel of equal standing and partnership, no one who feels greater and higher, no one dominates and dominates. With this principle is expected to emerge complementary conditions and mutual filling with each other.
In connection with the above explanation, Mudjab Mahalli explained that building a good communiqué by way of deliberation can create peace and tranquility in the heart of the wife. And can foster a sense of want to always appreciate the husband. Besides having placed the wife in an equal position, deliberations will perpetuate the love affair between them. With a deliberation can make a wife feel more responsible, so that will grow the ability to think and manage the bigger affairs again, foster creativity and develop insight. [5]
In constructing good communiqués or deliberations it will raise a clear problem and be the responsibility of the wife. Such as arranging the household budget, about the name and education of the child, about the affairs of home furnishings and layout in the home, about the external affairs of the family, the determination of the silahturrahmi harbors, the gift giving and the reminiscence to relatives and friends, etc. -other forth. [6]
With the realization of the principle of good communications with the deliberation, it will create a harmonious home atmosphere and mutual respect among fellow members of the family. Because the principle is a recommendation of Islam and is one of the supporters of happiness in realizing a sakinah family, mawaddah wa rahmah in a household.
[1] Akram Ridha,The Importance of Deliberation in Islam, (Surakarta: Ziyad, 2007), p. 101.
[4] Khairuddin Nasution,Islam About Husband and Wife Relations(Marriage Law 1),(Yogyakarta: Tazzafa, 2004), p. 54.
[5] Mudjab Mahalli,Marry..., p. 236.
No comments:
Post a Comment