Tuesday, October 17, 2017

Hak dan Kewajiban Bertetangga dalam Islam

Tetangga dalam pandangan Islam ternyata mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan. Hak dan kewajiban tetangga secara umum sama, namun secara khas adalah berbeda. Hak dan kewajiban tetangga yang masih ada hubungan keluarga tentunya berbeda dengan orang lain. Demikian pula hak-kewajiban tetangga sesama muslim tidaklah dapat disamakan dengan orang-orang non muslim.
Hak-kewajiban tetangga yang sama dapat dipenuhi dan dilaksanakan antara lain saling hormat-menghormati dan menciptakan rasa aman dan nyaman selama tinggal bersama pada suatu lingkungan sosial tertentu. Tiap tetangga harus berusaha menghormati dan menciptakan rasa aman dan nyaman, tidak sebaliknya. Adapun hak-kewajiban yang berbeda antara lain masalah keimanan dan ibadah. Hanya tetangga yang sesama muslim saja yang dapat saling mendoakan, memintakan ampun dan menshalatkan jenazahnya.
  1. Hak-hak Bertetangga dalam Islam
Tetangga ada tiga macam, yaitu tetangga yang mempunyai satu hak dan inilah tetangga yang paling sedikit haknya, tetangga yang mempunyai dua hak dan tetangga yang mempunyai tiga hak. Tetangga yang mempunyai tiga hak yaitu tetangga muslim yang masih punya ikatan kerabat, maka dia mempunyai hak keislaman, hak ketetanggaan dan hak kekerabatan. Tetangga muslim yang masih berkerabat mempunyai tiga macam hak, yaitu hak sebagai seorang muslim, hak sebagai kerabat dan hak sebagai tetangga: hak sebagai muslim antara lain:
  1. Apabila berjumpa, diberi salam atau apabila ia memberi salam, salamnya wajib dijawab
  2. Apabila sakit, ia dijenguk
  3. Apabila bersin, disambut dengan bacaan yarhamukallah untuk laki-laki dan yarhamukillah untuk perempuan, artinya semoga Allah memberi rahmat kepadamu
  4. Apabila meninggal, jenazahnya diurus sampai penguburannya
  5. Apabila meminta nasihat atau berbuat salah, ia dinasehati dan dicegah dari perbuatan mungkar dan lain-lain.[1]
Adapun hak sebagai kerabat yaitu semua tanggung jawab yang diperintahkan oleh Islam kepada kerabat. Hak tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Apabila terjadi perselisihan dengan isterinya, mereka didamaikan;
  2. Apabila kekurangan kebutuhan hidupnya sehari-hari, ia dibantu;
  3. Apabila ada orang yang menistakan kehormatannya sebagai kerabat, ia dibela
  4. Dijauhkan dari permusuhan dan pertentangan atau pemutusan silaturahmi, dan lain-lain.[2]

Adapun haknya sebagai tetangga yaitu jika ia minta tolong, berilah ia pertolongan. Jika ia berutang kepadamu, berilah ia piutang. Jika ia dalam kekurangan, hendaklah berkunjung untuk membantunya. Jika ia sakit, kunjungilah. Jika ia meninggal, iringkanlah jenazahnya. Jika dia mendapatkan sesuatu yang baik, tunjukkan rasa senang. jika ia mendapatkan musibah (kematian.), ta'ziyahilah. Janganlah meninggikan bangunan melebihi bangunannya sehingga menghalangi angin untuknya, kecuali atas izinnya. Jika membeli buah-buahan, hendaklah beri dia. Jika tidak dapat memberinya, bawalah dengan tertutup dan jagalah anak keluar membawanya supaya anak tetangga tidak mengiri.
Janganlah mengganggunya dengan bau masakan, kecuali kalau mau memberi sebagiannya. Tegasnya, tetangga yang berdampingan dengan seorang muslim yang masih berkerabat, wajib menunaikan tiga macam hak yang telah ditetapkan oleh Islam kepada mereka. la wajib memberikan haknya sebagai muslim, sebagai kerabat, dan sebagai tetangga.
Hak-hak tetangga non muslim, bahwa hak golongan ini berbeda dari yang diperoleh tetangga muslim, baik yang masih kerabat maupun yang bukan kerabat. Hak-hak tetangga non muslim yaitu apabila minta pertolongan, ia diberi pertolongan, apabila berutang, ia diberi piutang, apabila sakit, ia dikunjungi, apabila meninggal, jenazahnya hanya diantarkan sampai ke pemakaman tanpa mengurus hal-hal lainnya, seperti memandikan, mendo'akan dan lain-lain sebagaimana jenazah seorang muslim, tidak disakiti, diberi oleh-oleh bila bepergian atau tidak menampakkan oleh-oleh kepada mereka dan lain-lain. Tegasnya, perlakuan seorang muslim dalam memenuhi hak tetangga non muslim telah dijelaskan perbedaannya oleh syari'at Islam. Setiap muslim wajib menaati ketentuan ini dan tidak boleh melanggarnya dengan dalih yang tidak sesuai dengan ajaran Islam sendiri.
Dengan pengertian ini, sebuah perkampungan yang hanya dihuni oleh seratus buah rumah tangga, misalnya, jika rumah salah seorang terletak di tengah-tengah perumahan yang lain, maka semua penghuni kampung menjadi kerabat tetangganya atau kerabat sekampung. Akan tetapi oleh Al-Qur'an ditegaskan adanya tetangga dekat dan ada tetangga jauh. Sebagai tetangga, semuanya (yang dekat dan yang jauh) mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Perbedaannya ialah pada prioritas. Tetangga yang lebih dekat lebih diprioritaskan dalam hak dan kewajiban dari tetangga yang lebih jauh. Pengertian ini berlaku juga untuk kawasan rumah susun. Artinya, empat puluh buah kamar di sebelah kiri, kanan, belakang dan depan, bawah dan atas menjadi bertetangga. Antara satu sama lainnya memiliki hak dan kewajiban dan memiliki aturan yang mesti di taati bersama. Secara umum kewajiban bertetangga adalah berbuat baik antara sesama tetangga sebagaimana diingatkan Allah dalam Al-Qur' an sebagai berikut:

Artinya: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, ibu-bapak, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri". (QS. An-Nisa: 36).

Salah satu perintah Allah Swt yang terkandung di dalam ayat ini adalah agar setiap mukmin berbuat baik kepada tetangga, baik tetangga dekat maupun tetangga jauh dan setiap tetangga berhak mendapatkan perlakuan baik dari tetangganya. Demikian pentingnya memelihara hubungan baik antara sesama tetangga ini, sehingga Rasulullah Saw sempat menduga adanya hubungan kewarisan antar sesama tetangga. Dugaan ini muncul sehubungan dengan seringnya Jibril datang memberi nasehat kepadanya agar selalu menjaga keharmonisan hubungan bertetangga. Hal ini disampaikan Rasul dalam sabdanya:
عن محمد بن عمر حدثنا زريع بن يزيد حدثنا منهال بن محمد حدثنا
حدثنا محمد بن منهال حدثنا يزيد بن زريع حدثنا عمر بن محمد عن أبيه عن ابن عمر رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الل عليه و سلم ما زال جبريل يوصيني بالجار حتى ظننت أنه سيورثه (رواه البخاري)
Artinya: Bahwasannya Muhammad bin Minhal telah mengabarkan kepada kami dari Yazid bin Zurai' dari Umar bin Muhammad dari Bapaknya dari ibnu Umar ra. Berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Jibril as sering berpesan kepada tentang tetangga, sehingga aku mengira dia akan menetapkan hubungan kewarisan bagi tetangga ". (HR. Bukhari).[3]
Makna penting yang terkandung dalam hadis tersebut ialah adanya hubungan dekat antara sesama tetangga sebagaimana halnya hubungan kekerabatan atau senasab. Hanya saja hubungan tetangga tidak sampai menyebabkan terjadinya hak waris mewarisi seperti yang terjadi pada hubungan senasab. Namun dalam hubungan sosial kemanusiaan dan kemasyarakatan antara sesama tetangga tidak berbeda dengan hubungan senasab. Hal ini disebabkan bahwa tetangga adalah orang pertama yang berbuat baik kepada tetangganya, baik dalam hal duka maupun suka. Tetanggalah yang lebih dahulu mengetahui apa yang terjadi pada tetangga dekatnya sekaligus yang pertama memberi pertolongan jika dibutuhkannya. Oleh karena itulah menjaga hubungan baik antar tetangga menjadi amat penting.
Menurut analisis penulis bahwa umat Islam dalam bermasyarakat telah memiliki tuntunan tersendiri, termasuk dalam hidup bertetangga. Dalam hidup bertetangga tidak sedikit masalah yang muncul. Problematika yang ada, terutama dalam masyarakat yang beragam, umumnya menyangkut masalah persaingan yang tidak sehat, keamanan dan lingkungan. Persaingan tidak sehat dapat menjurus kepada hal-hal yang negatif. Masalah keamanan berkait dengan gangguan terhadap harta benda dan keluarga. Masalah lingkungan yang menonjol adalah dalam soal kebersihan dan sampah. Semua problem itu harus ada solusinya.
Umat Islam dalam bermasyarakat telah memiliki tuntunan tersendiri, termasuk dalam hidup bertetangga. Bertetangga artinya hidup bersama orang lain dalam suatu lingkungan tertentu yang dekat atau yang jauh. Yang dimaksud tetangga yang dekat ada pendapat menyalakan adalah orang-orang yang tinggalnya di dekat: rumah, atau saudara dan keluarga sendiri, atau sesama muslim. Adapun tetangga yang jauh adalah orang-orang lain atau mereka yang berbeda agama sekalipun rumahnya berdekatan.
Tetangga dalam pandangan Islam ternyata mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan. Hak dan kewajiban tetangga secara umum sama, namun secara khas adalah berbeda. Hak dan kewajiban tetangga yang masih ada hubungan keluarga tentunya berbeda dengan orang lain. Demikian pula hak-kewajiban tetangga sesama muslim tidaklah dapat disamakan dengan orang-orang nonmuslim.
Hak-kewajiban tetangga yang sama dapat dipenuhi dan dilaksanakan antara lain saling hormat-menghormati dan menciptakan rasa aman dan nyaman selama tinggal bersama dalam suatu lingkungan sosial tertentu. Tiap tetangga hams berusaha menghormati dan menciptakan rasa aman dan nyaman, tidak sebaliknya. Adapun hak-kewajiban yang berbeda antara lain dalam masalah keimanan dan ibadah. Hanya tetangga yang sesama muslim saja yang dapat saling mendoakan, memintakan ampun dan menshalatkan jenazahnya.
Ternyata dalam hidup bertetangga tidak sedikit problem yang muncul. Problematika yang ada, terutama dalam masyarakat yang heterogen, umumnya menyangkut masalah persaingan yang tidak sehat, keamanan dan lingkungan. Persaingan tidak sehat dapat menjurus kepada hal-hal yang negatif. Masalah keamanan berkait dengan gangguan terhadap harta benda dan keluarga. Masalah lingkungan yang menonjol adalah dalam soal kebersihan dan sampah. Semua problem itu hams ada solusinya.
Islam sebagai agama yang lengkap dan sempurna ternyata memiliki konsepsi dan prinsip-prinsip yang dapat memberikan solusi yang konkret dalam memecahkan problem hidup bertetangga ini. Konsepsi dan prinsip-prinsip Islam tertuang dalam ajaran akhlaknya. Akhlak merupakan institusi yang dapat dipergunakan untuk mendorong manusia bagaimana seharusnya berbuat baik kepada Khaliq (Tuhan Allah) dan makhluk (sesama manusia). Dalam hubungan ini termasuk pula bagaimana berbuat baik kepada sesama tetangga.
Oleh sebab itulah, akhlak bertetangga menjadi penting dalam hidup dan kehidupan manusia dalam pergaulan dengan sesamanya. Masalah akhlak bertetangga bagi seorang muslim sudah seharusnya menjadi tuntunan hidup bersama dengan orang lain dalam satu lingkungan sosial.
Bila orang-orang yang bertetangga mengabaikan akhlak ini maka wajarlah jika yang terjadi adalah malapetaka dalam masyarakat, sehingga tidak terwujud rasa aman, nyaman, dan damai yang mereka harapkan bersama. Di sinilah perlunya merealisasikan akhlak bertetangga sebagaimana yang telah diajarkan oleh Allah Swt. dan Rasulullah Saw.

Selain pentingnya hidup bertetangga maka tak kalah pentingnya bagaimana hidup bermasyarakat. Masyarakat mempakan kumpulan orangorang yang berada dalam suatu lingkungan yang sudah lama melakukan interaksi sosial. Meskipun demikian, masyarakat mempunyai karakteristik dan ciri-ciri tersendiri. Namun, masyarakat tidak terbentuk dengan sendirinya. La terbentuk melalui suatu proses yang panjang, sehingga mewujudkan menjadi suatu masyarakat. Di dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang satu sama lain berbeda beda. Ada golongan yang berkaitan dengan perbedaan usia, kehidupan sosial ekonomi, status sosial, pekerjaan dan ada pula yang berhubungan dengan penguasaan ilmu agama dan pengetahuan lainnya. Namun demikian, antara golongan yang satu dan lainnya tidak dapat berdiri sendiri dalam masyarakat. Mereka saling membutuhkan. Apalagi setiap anggota masyarakat mempunyai hak-hak dan kewajiban. Mereka tidak hanya hams menuntut haknya, tetapi juga harus pula menunaikan kewajiban dalam bermasyarakat. Antara hak dan kewajiban bagaikan dua mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Selain mereka memiliki beragam hak, juga mempunyai kewajiban yang tidak sedikit. Semuanya harus ditunaikan dalam hidup bermasyarakat.
Berbagai problematika pun terdapat dalam bermasyarakat. Semua problematika yang ada dalam masyarakat mulai dari yang bersifat sederhana, hingga tidak jarang pula yang tergolong berat. Semuanya tentu dialami dan dihadapi oleh setiap anggota masyarakat. Mereka dengan sendirinya hams berusaha bagaimana cara menghadapi dan memecahkan beragam persoalan bermasyarakat itu. Di sini Islam memainkan peran yang besar dalam memberikan solusi yang jelas, baik secara teoretis atau praktis dalam mengatasi dan memecahkan berbagai problematika tersebut.
  1. Kewajiban Bertetangga dalam Islam
Al-Ghazali dalam kitabnya menyatakan, ketahuilah sesungguhnya bertetangga itu menentukan hak apa yang ditentukan oleh persaudaraan Islam. Tetangga yang muslim berhak apa yang menjadi hak orang muslim.[4]
Tetangga dalam pandangan Islam ternyata mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan. Hak dan kewajiban tetangga secara umum sama, namun secara khas adalah berbeda. Hak dan kewajiban tetangga yang masih ada hubungan keluarga tentunya berbeda dengan orang lain. Demikian pula hak-kewajiban tetangga sesama muslim tidaklah dapat disamakan dengan orang-orang nonmuslim.
Hak-kewajiban tetangga yang sama dapat dipenuhi dan dilaksanakan antara lain saling hormat-menghormati dan menciptakan rasa aman dan nyaman selama tinggal bersama dalam suatu lingkungan sosial tertentu. Tiap tetangga harus berusaha menghormati dan menciptakan rasa aman dan nyaman, tidak sebaliknya. Adapun hak-kewajiban yang berbeda antara lain dalam masalah keimanan dan ibadah. Hanya tetangga yang sesama muslim saja yang dapat saling mendoakan, memintakan ampun dan mensalatkan jenazahnya.
  1. Tolong Menolong Antar Sesama Tetangga
Setiap manusia, kapan dan di manapun ia berada, pasti membutuhkan pertolongan orang lain. Ini sudah menjadi konsekwensi logis dari sifat manusia sebagai makhluk sosial. Kebutuhan akan pertolongan ini sangat wajar, karena tidak ada manusia yang diciptakan dalam keadaan sempurna dalam berbagai hal sehingga tidak membutuhkan orang lain. Hanya Allah yang tidak membutuhkan bantuan selainnya.
Kenyataan ini, memberi kesadaran bahwa setiap orang memiliki kewajiban menolong orang lain agar di satu saat ia pun berhak mendapatkan pertolongan orang tersebut. Apalagi sesama tetangga yang sehari-hari bertemu dan bertegur sapa. Oleh sebab itu, orang pertama mendapatkan kesempatan memberikan pertolongan kepadanya adalah tetangganya bukan orang jauh, meskipun itu saudara kandungnya. Dalam hal ini Allah menekankan perlunya sikap hidup saling menolong sebagaimana diperintahkan-Nya melalui ayat:

Artinya: Tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketakwaan, dan jangan tolong menolong dalam hal dosa dan permusuhan...". (QS. Al-Maidah: 2)
Harus diyakini bahwa memberi bantuan atau pertolongan kepada tetangga yang membutuhkannya sama hal dengan membantu dan menolong diri sendiri, karena di satu saat, ketika ia membutuhkan bantuan orang lain, di situlah Allah menggerakkan hatinya atau orang lain untuk membantunya. Seandainya dia berada dalam kesusahan atau kesulitan yang membutuhkan pertolongan, maka tetangga inilah yang pertama mengetahui kesulitannya dan orang yang pertama pula member pertolongan menurut kemampuannya.
Memberi tuntutan supaya seseorang yang bertetangga, apabila melihat tetangganya yang lain melakukan perbuatan yang membuat orang lain teraniaya, supaya ia membantunya. Bantuan dilakukan dengan cara mencegahnya dari perbuatan aniaya itu. Dengan demikian, ia telah tertolong dari kesulitan yang akan dia hadapi sebagai akibat dari perbuatannya. Jika ia melihat tetangganya dianiaya orang lain, maka ia segera memberi pertolongan agar selamat dari bahaya penganiayaan itu. Pertolongan diberikan dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah umum Islam agar jangan sampai menutup kemudaratan yang satu mengakibatkan munculnya kemudaratan yang lebih banyak.
  1. Meminjamkan Sesuatu yang Dibutuhkan Tetangga
Berbuat baik sesama tetangga dapat diwujudkan dengan cara meminjamkan sesuatu yang dibutuhkan oleh teman tetangga. Membantunya dengan memberi pinjaman apa yang bisa dilakukan merupakan sikap orang yang berakhlak mulia. Mengapa seseorang tidak mau meminjamkan sesuatu yang dibutuhkan tetangganya, padahal ia bisa melakukannya. Bukankah ia sadar bahwa satu saat nanti ia juga akan membutuhkan sesuatu yang harus meminjamnya dari tetangganya. Meminjamkan sesuatu kepada orang lain, termasuk kepada tetangga, berarti sama dengan memperoleh pinjaman sesuatu dari mereka ketika dia butuh. Seperti berulang kali disampaikan pada tulisan skripsi ini bahwa tetangga yang paling dekat adalah orang yang paling pertama melihat dan mengetahui keadaan penghuni rumah sebelahnya. Artinya jika terjadi sesuatu kesulitan yang perlu pertolongan, ialah yang pertama turun tangan memberi pertolongan yang dibutuhkan. Tetangga yang baik seperti ini pasti mendapatkan balasan duniawi dengan mendapatkan pertolongan dari yang ditolong atau orang lain atas kehendak Allah. Di akhirat ia juga mendapatkan balasan ukhrawi berupa pahala yang diberikan Allah, di mana pahala inilah yang mampu melepaskan ia dari berbagai kesulitannya di alam tersebut.
Suatu hal yang sangat tidak wajar terjadi dalam kehidupan bertetangga, bila seseorang mendapatkan musibah yang harus berurusan dengan rumah sakit, lalu ia harus bersusah payah mencari taxi atau mobil carteran untuk mengangkutnya ke rumah sakit, padahal di halaman tetangga kanan dan kirinya terparkir mobil yang siap digunakan. Tetapi karena gengsi atau takut tidak dipinjamkan oleh pemiliknya lalu ia tidak mau meminta tolong kepada tetangga itu. Ini suatu gambaran hidup bertetangga yang suram.
Suatu sikap yang sering dirumuskan orang, jika tidak mau meminta tolong atau tidak mau meminjam milik tetangga untuk keperluan mendesak berarti ia pun kelak tidak mau meminjamkankan miliknya ketika orang membutuhkan. Tetangga yang baik ialah yang mau meminta kepada tetangganya untuk dipinjamkan sesuatu yang dibutuhkannya, dan tetangga itupun dengan senang dan bangga menolong tetangganya dengan meminjamkan apa yang dibutuhkannya.
  1. Membantu Tetangga yang Fakir dan Miskin Dengan Zakat
Dalam masyarakat bertetangga, di manapun, ditemukan status sosial ekonomi yang beragam. Ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang lemah dan ada yang kuat, ada rakyat biasa dan ada pejabat dan seterusnya. Hal ini sudah merupakan sunnatullah dan merupakan seni hidup bermasyarakat. Dengan kondisi sosial yang beragam, seseorang dapat menutupi kekurangan yang lain, sehingga terciptalah kesatuan dan kesamaan rasa dan perasaan yang disebut dengan rasa solidaritas.
Tetangga yang kaya yang dikenakan wajib zakat, bila ia ingin membayarkannya, menurut aturan Islam, harus mengutamakan tetangganya yang berhak menerima. Karena dengan memberikan zakat kepada tetangga yang dekat, berarti ia sudah menolongnya. Di samping mendapatkan balasan dari Allah ia akan menerima balasan dari orang fakir yang ditolong. Pertolongan mereka tentu bukan dalam bentuk materi, melainkan bentuk lain yang tidak diketahui waktu dan tempatnya. Sebab, doa mereka untuk orang kaya sangat disukai Allah. Hanya doa yang dapat diberikan orang fakir dan miskin untuk orang kaya. Doa mereka didengar dan akan dikabulkan Allah. Sudah barang tentu orang miskin akan berdoa semoga orang kaya itu selamat dan panjang umur serta diberi Allah rizki yang lebih banyak lagi, agar nanti mereka ikut menikmatinya. Doa ini jelas dibutuhkan oleh orang kaya. Maksudnya, orang kayapun tetap membutuhkan tetangganya yang miskin.
Di sisi lain, orang miskin akan berpartisipasi mengamankan kekayaan tetangganya yang baik hati. Sekurang-kurangnya mereka tidak mau merusak dan mencuri harta tetangga itu atau tidak membiarkan ada orang lain yang akan berbuat jahat terhadap harta tetangganya. Tetapi jika tetangganya yang fakir dan miskin diabaikan oleh tetangganya yang kaya maka dikhawatirkan mereka akan berniat tidak baik terhadap harta tetangga kaya itu. Misalnya, mereka acuh dan membiarkan orang lain merusak dan mencurinya. Jika demikian, maka tidak ada keamanan bagi orang kaya hidup di lingkungan tetangga yang miskin. Rasul mengingatkan, orang fakir jika diabaikan dia akan berbuat kerusakan. Jika diperhatikan ia akan berbuat baik. Dalam hal ini, tetangga yang kaya tidak dituntut mengeluarkan harta miliknya untuk membantu tetangganya yang fakir dan miskin. Mereka hanya diwajibkan memberikan hak orang fakir dan miskin yang ada di tangan mereka dan itu adalah milik orang fakir dan miskin itu sendiri.
  1. Menjenguk Tetangga yang Sakit
Salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seseorang terhadap tetangganya ialah menjenguknya ketika sedang sakit, baik di rumah maupun di rumah sakit. Kegiatan sosial seperti ini bertujuan untuk:
1)      Memberi semangat dan kekuatan mental tetangga dalam menghadapi musibah. Dengan kunjungan tetangganya, ia lebih merasa diperhatikan dan sekaligus menambah kekuatan batin yang oleh dokter hal itu sangat dibutuhkan sebagai terapi batin.
2)      Menyenangkan dan menghibur hati tetangga yang sakit dan keluarga yang sedang merawatnya.
3)      Mempererat hubungan silaturahim antara tetangga.[5]
Setiap orang yang sakit parah, jiwanya mulai tidak stabil. Hatinya sering menghayalkan hal-hal yang tidak baik terhadap diri dan keluarganya. Dengan kedatangan tetangganya secara bergantian memberikan nasehat kesabaran, akan membantunya mengembalikan getaran jiwa ke arah yang lebih baik, sehingga di sinilah ia merasa terhibur. Seperti diyakini oleh umumnya masyarakat awam, mengunjungi orang sakit adalah penghibur jiwa dan jiwa yang terhibur adalah terapi yang memberi kesembuhan,
Kedatangan tetangga menjenguk saudara tetangganya yang sakit dapat mempererat rasa persaudaraan antar sesama tetangga, tidak hanya bagi orang yang sakit, tetapi juga bagi keluarganya yang sedang serius merawatnya, Islam mengajarkan, bila menjenguk orang yang sakit, baik tetangga maupun yang bukan, supaya memberi nasehat kesabaran dan keimanan kepadanya. Jika yang dilihat itu orang yang sudah wafat maka perkataan yang baik adalah nasehat keimanan terhadap keluarga yang ditinggalkannya. Jika yang dilihat itu orang sedang sakit maka diberi nasehat agar ia tabah menghadapi ujian Allah dan selalu berdoa agar ia cepat diberi kesembuhan oleh Allah.
  1. Ikut Berbahagia Atas Kesuksesan Tetangga
Merasa bahagia atas keberhasilan tetangga mencapai apa yang dicita-citakannya adalah sifat yang sangat terpuji. Demikian juga ikut berduka atas duka yang dirasakan tetangganya. Setiap orang agar menghindari rasa iri atas keberhasilan tetangga dan merasa senang atas duka yang dialaminya, karena hal ini merupakan akhlak yang jelek dan tercela, di sisi Allah maupun oleh masyarakat pada umumnya. Sikap iri dalam bertetangga menjadi racun pembunuh kenyamanan dan kerukunan bersama. Sikap ini juga akan melahirkan fitnah dan saling menjelekkan satu sama lain. Hal ini bergilir kepada suasana saling mencurigai. Inilah salah satu ciri, hidup bertetangga yang tidak nyaman.
Dalam Islam, hidup dengan persaingan yang sehat sangat dianjurkan. Allah memerintahkan setiap umat agar berlomba-lomba dalam kebaikan, baik di bidang pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Akan tetapi persaingan tidak boleh menimbulkan permusuhan. Oleh karena itu, jika seseorang tertinggal dalam persaingan, seharusnya ia memberi ucapan selamat kepada tetangganya yang mendapatkan kemenangan. Dengan demikian, kemenangan itu menjadi kemenangan bersama dan nikmatnya dapat dirasakan bersama.
  1. Saling Memberi Nasehat
Semua orang membutuhkan nasehat dan pengajaran dari yang lain. Banyak manusia yang pandai memberi nasehat kepada temannya, tetapi ia tidak mampu menasehati dirinya. Ketika seseorang berada dalam kesusahan dan kesulitan, ia tidak lagi bisa berpikir jernih untuk mencari solusi bagi dirinya. Di saat itu, ia membutuhkan bantuan nasehat dan petunjuk orang lain. Misalnya, bagaikan kata orang-orang pintar: "Orang sakit adalah orang yang tidak tahu apa-apa, oleh karena itu harus patuh kepada nasehat orang sehat". Kenyataan ini dialami banyak orang, meskipun ia seorang tokoh terkenal dan pintar, tetapi ketika ia dalam keadaan sakit, ia butuh bimbingan orang lain. Allah menciptakan manusia dengan sifat-sifat yang unik, yaitu bila ia susah dia gelisah tetapi bila ia senang ia lupa kepada yang memberikan kesenangan kepadanya.

[3]Abu Abdillah al-Bukhâry, Sahih al-Bukhari, Dar al-Fikr, Beirut, 1410 H/1990 M, Juz 4, h. 38.
[4]Imam al-Gazali, Ihya’ Ulum al-Din, Juz II, (Beirut: Dar al-Fikr, tth), h. 211

No comments:

Post a Comment