Sunday, October 22, 2017

Nilai-nilai Pendidikan dalam Thaharah

Adapun dalam pensyariatan thaharah, terdapat nilai-nilai pendidikan yang dapat diterapkan pada periode tersebut. Untuk lebih jelasnya mengenai nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam pelaksanaan thaharah, dapat diketahui sebagaimana penjelasan berikut ini:
  1. Mendidik keimanan
Mendidik atau melatih nilai-nilai keimanan merupakan landasan pokok bagi kehidupan yang sesuai fitrahnya, karena manusia mempunyai sifat dan kecenderungan untuk mengalami dan mempercayai adanya Tuhan. Oleh karena itu penanaman nilai-nilai keimanan harus diperhatikan dan tidak boleh dilupakan bagi setiap orang muslim. Pendidikan keimanan harus dijadikan sebagai salah satu pokok dari pendidikan kesalehan terhadap seseorang. Dengan senantiasa membiasakan diri dalam thaharah atau kesucian baik lahir maupun batin, maka akan dapat diharapkan seseorang menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan thaharah (menyucikan diri), diharapkan mampu membentengi dirinya dari berbuat dan kebiasaan buruk.
Menanamkan nilai-nilai kebersihan dalam ajaran agama Islam berpangkal atau merupakan konsekuwensi dari pada iman kepada Allah Swt, berupaya menjadikan dirinya dalam keadaan suci atau bersih supaya dapat berpeluang mendekat kepada Allah Swt. Kebersihan itu bersumber dari iman dan merupakan bagian dari iman. Dengan demikian kebersihan dalam Islam mempunyai aspek ibadah dan aspek moral, dan karena itu sering juga dipakai kata “bersuci” sebagai padanan kata “membersihkan/melakukan kebersihan”.
Dengan demikian, thaharah merupakan suatu proses menanamkan nilai-nilai pendidikan pada seseorang sebagai bukti keimanannya kepada Allah Swt. Kepasrahan seorang melaksanakan perintah Allah Swt merupakan pendidikan yang sangat penting bagi kehidupan.
Berkaitan dengan penjelasan di atas, Ahmad Sarwat menjelaskan bahwa urusan kesucian itu merupakan suatu hal yang sangat terkait dengan nilai dan derajat keimanan seseorang. Bila urusan kesucian ini bagus, maka imannya pun bagus. Demikian juga sebaliknya, bila masalah kesucian ini tidak diperhatikan, maka kulitas imannya sangat dipertaruhkan.[1]
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam thaharah secara tidak langsung terdapat nilai keimanan. Nilai inilah yang bisa mendekatkan kepada Allah Swt supaya mengenal bahwa thaharah sebagai bagian dari tuntunan Islam sebagai agamanya. Sifat pendidikan keimanan yang terdapat dalam thaharah belum bisa dirasakan secara langsung, maka harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan terbiasa dalam kesucian, maka akan memiliki rasa keimanan yang mantap dan tidak goyah dalam kehidupan ini.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa salah satu nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam pelaksanaan thaharah adalah untuk membina nilai keimanan. Kenyataan tersebut dapat diketahui di mana, dalam pelaksanaan thaharah tersebut, seseorang telah menunjukkan bahwa ia tunduk dan patuh kepada perintah Allah Swt dalam bentuk melaksanakan thaharah dengan penuh keyakinan dan keikhlasan.
  1. Menanamkan Tanggungjawab Beribadah
Termasuk nilai-nilai pendidikan dalam thaharah adalah untuk menanamkan tanggungjawab dalam beribadah kepada Allah Swt. Karna thaharah selain menjadi bagian utuh dari keimanan seseorang, masalah kesucian ini pun terkait erat dengan sah tidaknya ibadah seseorang. Tanpa adanya kesucian, maka seberapa bagus dan banyaknya ibadah seseorang akan menjadi ritual tanpa makna sama sekali disisi Allah Swt. Sebab perbuatan tersebut tidak didasari dengan kesucian baik hakiki maupun maknawi.[2]
Pendidikan ibadah merupakan salah satu aspek pendidikan Islam yang perlu diperhatikan. Semua ibadah dalam Islam bertujuan membawa manusia supaya selalu ingat kepada Allah Swt. Oleh karena itu, ibadah merupakan tujuan hidup manusia diciptakan-Nya dimuka bumi. Allah Swt berfirman dalam surat Adz Dzariyat ayat 56, yaitu:
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون (الذاريات: ٥٦)                                            
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya menyembahKu.” (QS. Adz-Dzaariyat: 56 )
Thaharah ternyata mengandung nilai-nilai pendidikan ibadah, karena kesempurnaan suatu ibadah mensyaratkan kesucian terlebih dahulu. Secara lahiriyyah ibadah (shalat) memerlukan kebersihan rohani maupun jasmani. Hal ini tidak dapat dilakukan manakala dalam keadaan tidak suci. Shalat adalah kewajiban yang pelaksanaannya mensyaratkan kesucian diri dari hadats dan najis, kewajiban shalat praktis tidak terpenuhi lantaran tidak terpenuhinya salah satu dari sekian syarat sahnya shalat.
Ibadah ritual dalam Islam seperti halnya ibadah shalat lima waktu, haji, umrah, membaca Al-Qur'an masing-masing mansyaratkan kesucian diri dari najis dan hadas. Ibadah shalat dan ibadah lain merupakan ritualitas yang diwajibkan kepada setiap muslim yang sudah memenuhi syarat wajibnya (mukallaf) dalam rangka menghambakan diri pada Allah Swt.[3]
Sebagai wujud peribadatan seorang hamba kepada sang Khaliq tentu ia yang melakukan shalat mengharap shalatnya diterima oleh-Nya. Padahal Allah Swt sendiri tidak akan menerima shalat orang yang berhadats dan bernajis. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لايقبل الله صلاة احدكم اذا حدث حتى يتوضأ (رواه البخارى)                                                                                                 
Artinya: “Rasulullah Saw bersabda: “Tidak diterima shalat orang yang berhadats sehingga dia berwudhu.” (HR. Bukhari).[4]
Berdasarkan penjelasan hadits tersebut, dapat diketahui bahwa agar shalat seseorang dapat diterima oleh Allah Swt, maka disyaratkan untuk menghilangkan najis terlebih dahulu sebelum melakukan ibadah shalat.
Shalat secara lahiriyah berhubungan dengan kebersihan jasmani. Hal ini mengisyaratkan bahwa sebelum shalat harus dalam keadaan bersih. Dengan demikian, untuk menanamkan tanggung jawab beribadah yang merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, maka disyaratkan untuk beribadah tersebut untuk terlebih dahulu dalam keadaan suci dari hadast dan najis dengan cara thaharah. Dengan demikian, thaharah untuk melakukan beribadah merupakan salah satu hal yang mengandung nilai-nilai pendidikan dalam Islam.
  1. Menanamkan Kebiasaan Hidup Sehat dan Bersih
Menjaga kesehatan merupakan perintah wajib bagi setiap muslim. Karena dalam kaidah hukum Islam “perintah terhadap sesuatu juga berarti perintah untuk melaksanakan perantaranya”. Artinya jika membangun badan atau fisik yang sehat merupakan perintah wajib, maka melakukan perbuatan untuk menjaga kesehatan hukumnya wajib pula.[5]
Secara filosofis, makna kesehatan menurut ajaran Islam adalah kesehatan dalam diri manusia yang meliputi sehat jasmani dan rohani atau lahir dan batin. Orang yang sehat secara jasmani dan rohani adalah orang berperilaku yang lebih mengarah pada tuntunan nilai-nilai ruhaniyah, sehingga melahirkan amal saleh. Ketika Islam memandang kesehatan merupakan faktor yang sangat penting, maka Islam juga memberikan petunjuk bagaimana hidup sehat.
Allah Swt memerintah hambanya untuk melaksanakan ibadah dengan ketentuan bersuci. Ini menunjukkan bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Antara ibadah dan suci terdapat hubungan yang erat dan timbal balik, di mana kesucian dianggap sebagai ibadah, dan ibadah itu sendiri dianggap tidak sah atau sempurna tanpa melalui kebersihan suci.
Al-Qur’an menjadikan kebersihan dan kebersihan sebagai sarana untuk menentukan kualitas ibadah. Karenanya, kebersihan selalu dijadikan sebagai syarat dari suatu ibadah baik kesucian lahiriyah maupun batiniyah. Kesucian lahiriyah berorientasi kepada sah dan tidak sahnya suatu ibadah, sedangkan kebersihan bathiniyah lebih terfokus kepada kesempurnaan suatu ibadah yaitu diterima atau tidak diterima. Kaitan yang erat ini seharusnya dapat dijadikan budaya dalam kehidupan karena pelaksanaan ibadah rutin dilaksanakan setiap hari.[6]
Suatu contoh keterkaitan antara pelaksanaan ibadah dengan kesucian adalah rukun Islam berupa shalat, zakat, puasa dan haji. Hal yang paling menarik dari ibadah-ibadah ini ialah adanya penentuan syarat-syarat suci sebelum pelaksanaan ibadah dan tujuan suci yang hendak diraih. Syarat-syarat ini pada umumnya mengarah kepada sifat bersih baik lahir maupun batin.
Makna kebersihan yang digunakan dalam Islam ternyata mengandung makna yang banyak aspek, seperti aspek kebendaan, aspek harta dan aspek jiwa. Thaharah (suci) bermakna bersih dari kotoran yang najis. Maka tidak heran jika kitab-kitab fikih Islam menempatkan bab thaharan diawal, sebelum membahas shalat. Dalam kitab suci Al-Qur’an banyak ayat yang menganjurkan untuk bersuci.
Adanya kewajiban shalat lima waktu sehari merupakan jaminan terpeliharanya kebersihan badan secara terbatas dan minimal, karena ibadah shalat itu baru sah kalau orang terlebih dahulu membersihkan diri dengan bersuci (thaharah atau berwudhu). Demikian juga ibadah tersebut baru sah jika pakaian dan tempat dimana melakukannya memang bersih. Jadi jaminan kebersihan diri, pakaian dan lingkungan mereka yang melaksanakannya. Disinilah letaknya ibadah itu ikut berperan membina kesehatan jasmani selain tentunya peran utamanya membina kesehatan jiwa manusia.
Kebersihan badan/jasmani seorang muslim, tidak menghilangkan najis, ber-istinja’ dan berwudhu’ saja, tetapi adakalanya harus melakukan pembersihan badan secara menyeluruh dengan mandi. Membersihkan diri dengan mandi menjadi suatu kewajiban dalam rangka pelaksanaan ibadah manakala seseorang junub (usai melakukan hubungan seksual atau seusai haid/nifas (khususnya bagi wanita). Selain dari itu, ajaran Islam menkankan anjurannya supaya orang itu mandi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ibadah tertentu.
Agama Islam menaruh perhatian amat tinggi pada kebersihan, baik lahiriah fisik maupun batiniyah psikis. Kebersihan lahiriyah itu tidak dapat dipisahkan dengan kebersihan batiniyah. Oleh karena itu, ketika seorang muslim melaksanakan ibadah tertentu harus membersihkan terlebih dahulu aspek lahiriyahnya. Ajaran Islam yang memiliki aspek akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak ada kaitan dengan seluruh kebersihan ini. Hal ini terdapat dalam tata cara ibadah secara keseluruhan. Orang yang mau shalat misalnya, diwajibkan bersih fisik dan psikhisnya. Secara fisik badan, pakaian, dan tempat salat harus bersih, bahkan suci. Secara psikis atau akidah seseorang itu harus suci juga dari perbuatan syirik. Manusia harus suci dari fahsya dan munkarat.[7]
Makna “thaharah” mencakup aspek bersih lahir dan bersih bathin. Bersih lahir artinya terhindar (terlepas) dari segala kotoran, hadas dan najis. Sedangkan bersih bathin artinya terhindar dari sikap dan sifat tercela.[8] Agama Islam menghendaki dari umatnya kebersihan yang menyeluruh. Dengan kebersihan yang menyeluruh itu diharapkan akan terwujud kehidupan manusia, individu dan masyarakat yang selamat, sehat, bahagia dan sejahtera lahir dan bathin. Untuk mencapai tujuan di atas, agama Islam memberikan tuntutan dan petunjuk tata cara berthaharah (bersuci) dan menjaga kebersihan.
Bahwa anjuran untuk mandi tidak hanya terbatas pada waktu dan keadaan, tetapi mandi itu dianjurkan pada setiap waktu akan menghadiri suatu pertemuan, dan setiap waktu badan berubah bau (disebutkan keringat dan lain sebagainya). Jadi mandi itu adalah suatu hal yang sangat terpuji untuk memelihara kebersihan badan/ jasmani, bahkan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ibadah.
Ajaran Islam juga memberikan perhatian cukup kepada kebersihan makanan dan minman. Orang muslim disuruh memilih makanan yang baik dan dilarang memakan segala yang najis dan apa saja yang mengancam kesehatan dan keselamatannya.
Islam memberikan prioritas pada masalah kebersihan itu dalam ajaran “thaharah” sebagai wujud nyata dari usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik dibidang kesehatan, menyehatkan lingkungan hidup manusia, terutama lingkungan fisik, yaitu tanah, air dan udara. Hidup bersih hendaknya menjadi sikap masyarakat muslim, karena hidup bersih merupakan tolak ukur dari kehidupan muslim.
Kebersihan adalah upaya manusia untuk memelihara diri dan lingkungannya dari segala yang kotor dan keji dalam rangka mewujudkan dan melestarikan kehidupan yang sehat dan nyaman. Kebersihan merupakan syarat bagi terwujudnya kesehatan, dan sehat adalah salah satu faktor yang dapat memberikan kebahagiaan. Sebaliknya kotor tidak saja merusak keindahan tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit, dan sakit merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan penderitaan.[9]
Kebersihan membawa banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Sebaliknya, kotor dan jorok akan membawa banyak akibat buruk dalam kehidupan. Orang yang dapat menjaga kebersihan badan, pakaian, dan tempat (lingkungannya) akan dapat merasakan hidup nyaman. Sebaliknya, kalau orang menganggap remeh masalah kebersihan, maka akan merasa terganggu baik oleh penyakit maupun akibat buruk lain seperti polusi udara, pencemaran air dan banjir.
Bersih dan suci didalam Islam di maksudkan bersih lahir dan batin, demikian juga sehat yang dikehendaki Islam adalah sehat lahir dan batin. Karena dengan bersih dan suci yang berada dalam badan dan jiwa maka dapat berfikir dengan jernih sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk sehingga dapat menghantarkan selamat dunia dan akhirat.
Menjaga kebersihan dengan senantiasa berthaharah berarti menjaga diri dari timbulnya penyakit, sebab penyakit biasanya mudah timbul bila kotor.[10] Karena Islam sendiri telah memberikan perhatian pada kesehatan umat manusia umumnya dan kesehatan anak khususnya. Begitu besar perhatian ajaran Islam terhadap pembinaan ajaran dengan banyak sisi yang dibahas oleh Islam. Sebagaimana Islam telah menjelaskan secara luas makna kesehatan itu sendiri.
Dalam rangka melindungi kesehatan, syariat Islam mengajak kepada pemeluknya untuk mengadakan sejumlah kegiatan yang diperkirakan mampu melindungi, menjaga dan menjamin kesehatan dari berbagai bahaya penyakit yang kemungkinan akan timbul. Syariat Islam mengajak kepada kebersihan, maka menghilangkan kotoran dan penyakit itu suatu kewajiban kepada setiap orang.[11]
Islam telah mempertegas tentang tujuan pentingnya thaharah, yakni untuk bersuci dan menjaga kesucian. Oleh sebab itu, thaharah sangat erat kaitannya dengan pemeliharaan kebersihan anggota badan.
Begitu besar manfaat thaharah, sehingga di dalamnya mengandung nilai–nilai kesehatan yang dapat membiasakan hidup bersih. Thaharah membiasakan hidup bersih, karena kebersihan dimulai dari dirinya sendiri kemudian lingkungan tempat tinggalnya. Dengan kebiasaan hidup bersih berarti akan merasakan hidup sehat jasmani dan rohani.
Kesehatan dibutuhkan oleh setiap orang. Dengan kesehatan, aktifitas keagamaan dan dunia dapat dikerjakan dengan baik. Orang bekerja butuh tubuh yang sehat, begitu juga dalam melaksanakan ibadah pada Allah Swt. Semua aktifitas didunia memerlukan kesehatan jasmani maupun rohani. Dengan thaharah, maka anak akan dididik untuk hidup yang bersih. Sedang hidup bersih adalah jalan menuju hidup yang sehat.
Mengingat pentingnya kesehatan bagi umat Islam apalagi dalam era modern seperti sekarang ini banyak sekali penyakit baru yang bermunculan. Maka sangat perlu bagi setiap orang muslim untuk lebih memperhatikan kebersiahannya dengan memasukkan pendidikan kesehatan sebagai unsur pokok. Thaharah sebagai syariat Islam menjadi sarana orang tua menanamkan kebiasaan hidup sehat.
Ajaran Islam sangat memperhatikan tentang kebersihan dan kerapian umat. Setiap orang harus diajarkan hidup yang bersih, karena Allah Swt menyukai orang-orang yang bersih. Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 222, yaitu:
ان الله يحب التوابين ويحب المتطهرين (البقرة: ٢٢٢)                                          
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. Al-Baqarah: 222).
Dengan demikian, Islam menganjurkan setiap orang untuk menjaga kesehatan, karena dengan membiasakan hidup bersih dan sehat dapat dibiasakan. Maka mulailah membangun hidup sehat dan bersih dan terus dididik hingga menjadi kebiasaan dalam kehidupannya sehari-hari.
Termasuk juga bentuk perhatian serius atas masalah kesehatan baik yang bersifat umum atau khusus. Serta pembentukan pisik dengan bentuk yang terbaik dan penampilan yang terindah. Perhatian ini juga merupakan isyarat kepada masyarakat untuk mencegah tersebarnya penyakit, kemalasan dan keengganan. Sebab wudhu' dan mandi itu secara pisik terbukti bias menyegarkan tubuh, mengembalikan fitalitas dan membersihkan diri dari segala kuman penyakit yang setiap saat bisa menyerang tubuh. Secara ilmu kedokteran modern terbukti bahwa upaya yang paling efektif untuk mencegah terjadinya wabah penyakit adalah dengan menjaga kebersihan. Dan seperti yang sudah sering disebutkan bahwa mencegah itu jauh lebih baik dari mengobati.[12]
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa salah satu nilai pendidikan yang terkandung dalam pelaksanaan thaharah adalah sebagai bentuk umat Islam untuk menanamkan cara hidup bersih dan sehat. Dengan begitu, maka akan terhindar dari berbagai penyakit yang kemungkinan akan timbul serta yang paling penting adalah agar dapat selalu bersih dan suci dari kotoran atau najis.



[1]Ahmad Sarwat, Fiqih Islam…, hal. 9.
[2]Ahmad Sarwat, Fiqih Islam…, hal. 9.
[3]M. Nipan Abdul Halim, Mendidik Kesalehan Anak (Akikah, Pemberian Nama, Khitan Dan Maknanya), (Jakarta: Pustaka Amani, 2001), hal. 129.
[4]Bukhari, Shahih Al-Bukhari, (Bairut: Dar Al- Kutub Al-Ilmiyah, 1992), hal. 53.
[11]Abu Hadian Syafiarrahman, Hak-hak Anak Dalam Syariat Islam (Dari Janin Hingga Pasca Kelahiran), (Yogyakarta: Al-Manar, 2003), hal. 75.
[12]Ahmad Sarwat, Fiqih Islam…, hal. 7-8.

No comments:

Post a Comment