Friday, October 27, 2017

Menambah Wawasan dan Silahturrahmi dalam Musyawarah

A.    Nilai Pendidikan Silaturahmi dalam Musyawarah
Silaturahim atau silaturahmi bermakna tali persahabatan atau persaudaraan.[1] Dalam bahasa Arab, Ahmad Warson dan Muhammad Fairuz mengungkap bahwa silaturahmi itu sebagai terjemahan Indonesia dari bahasa Arab صلة الرحم . Dilihat dari aspek tarkib, lafadz صلة الرحم merupakan tarkib idhafi, yaitu tarkib (susunan) yang terdiri dari mudhaf (صلة) dan mudhaf ilaih (الرحم). Untuk memahami makna silaturahmi, maka kami terlebih dahulu akan menjelaskan tentang makna صلة danالرحم , kemudian makna silaturahmi.[2]
Berdasarkan dua pengertian di atas, maka makna silaturahmi secara harfiah adalah menyambungkan kasih sayang atau kekerabatan yang menghendaki kebaikan. Silaturahmi adalah kiasan tentang berbuat baik kepada kerabat yang memiliki hubungan nasab dan kerabat bersikap lembut, menyayangi dan memperhatikan kondisi mereka.
Silaturahmi adalah salah satu sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw. Karena dalam silaturahmi banyak terkandung berbagai hikmah dan juga keutamaan silaturahmi itu sendiri. Sebagai makhluk sosial tentunya berhubungan dengan manusia lainnya tidak akan terlepas dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang tidak akan mungkin bisa hidup sendiri, karena akan selalu membutuhkan pertolongan orang lain.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam kehidupan sehari-hari manusia ditakdirkan untuk hidup bersosial, yaitu selalu hidup dalam keadaan saling membutuhkan. Islam sangat memperhatikan hal ini, dalam banyak pembahasan fiqh tentang tatacara bermuamalah salah satunya adalah pembahasan tentang akhlak manusia dengan sesamanya. Di dalam pembahasan tentang akhlak tersebut, ingin membahas salah satu kajian akhlak yang berhubungan dengan muamalah seorang manusia dengan yang lainnya, yaitu silaturahmi. Karena tanpa disadari, sesungguhnya silaturahmi sangat penting dalam kehidupan bersosial.

Silaturahmi merupakan ibadah yang sangat mulia, mudah dan membawa berkah. Kaum muslimin hendaknya tidak melalaikan dan melupakannya. Karena itu merupakan ibadah yang paling indah berhubungan dengan manusia, sehingga perlu meluangkan waktu untuk melaksanakan amal shalih ini.
Demikian halnya dalam hal musyawarah yang juga merupakan suatu bentuk duduk bersama dalam membahas suatu persoalan yang ingin dipecahkan secara bersama-sama. Dalam keadaan tersebut, tentu nilai silahturrahmi juga akan terbina. Di mana, para peserta musyawarah jarang bertemu atau bahkan tidak bertemu sebelumnya. Namun dengan adanya musyawarah, maka mereka bisa saling bertemu dan bertegur sapa, menanyakan kabar. Dengan begitu, maka akan tercipta keakraban dan terbina silahturrahmi antar sesama peserta musyawarah. Jadi, dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa dengan musyawarah dapat mempererat hubungan antara masyarakat.
B.     Nilai Pendidikan Menambah Wawasan dalam Musyawarah
Musyawarah akan memberikan pemahaman yang mendalam, luas dan maksimal, yang sangat mengesankan dan tidak akan mudah hilang dari ingatan. Hal ini logis. Sebab, disamping sistem musyawarah menuntut untuk benar-benar memahami materi dan berpikir secara keras, musyawarah juga merupakan sistem belajar yang melibatkan banyak pemikiran. Hal-hal yang mungkin tidak terpikirkan ketika berpikir secara individual, bisa jadi akan mengalir begitu saja dari pikiran orang lain. Demikian juga permasalahan yang mungkin tidak bisa atau sulit dipecahkan secara personal, akan sangat terbantu apabila dikaji dan dibahas secara kolektif.
Musyawarah akan mengasah ketajaman inteligensi dan daya analisis khususnya dalam memecahkan masalah yang sedang dimusyawarahkan, yang pada gilirannya akan mampu membentuk karakter dan nalar keilmuan yang kritis, kreatif dan profesional. Fungsi penting seperti ini akan sulit didapati, apabila diupayakan hanya melalui proses musyawarah.
Musyawarah akan melatih seseorang memiliki kecakapan dalam retorika berbicara. Intensitas berpikir, berpendapat, berdebat dan berpolemik secara argumentatif dalam forum-forum musyawarah, yang pada gilirannya akan menjadikan seseorang tersebut memiliki kepiawian retorika menyampaikan statemen, ide, gagasan, wacana atau pandangannya secara tertata, teratur, lugas dan mudah dipahami.
Oleh sebab itu, agar senantiasa terdidik wawasan dengan musyawarah maka tentunya persoalan-persoalan yang akan dimusyarahkan tersebut harus diketahui dan dipelajari terlebih dahulu. Hal dimaksudkan agar dalam musyawarah seseorang tidak hanya bertindak sebagai pendengar semata karena tidak memiliki wawasan terhadap persolan tersebut. Namun demikian, sekalipun mengikuti musyawarah saja dan tidak berargumen dalam musyawarah tersebut juga akan menambah wawasan. Alasannya adalah dalam musyawarah senantiasa dikemukakan pendapat masing-masing pihak atau individu peserta musyawarah. Jadi dengan mendengarkan saja pendapat-pendapat tersebut, akan menambah wawasan setiap peserta musyawarah.




[1]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 1065

[2]Ahmad Warson dan Muhammad Fairuz, Al Munawwir: Kamus Indonesia-Arab, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), hal. 810.

No comments:

Post a Comment