Thursday, October 19, 2017

Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Silahturrahmi

A.      Latar Belakang Masalah
Dalam syari’at Islam banyak ajaran yang mengandung muatan untuk lebih mempererat tali persaudaraan dan solidaritas sesama umat Islam. Betapa penting silaturahmi dalam kehidupan umat Islam terutama dalam pendidikan. Hal ini karena menyambung silaturahmi berpengaruh terhadap pendidikan karena bekal hidup di dunia dan akhirat, orang yang selalu menyambung silaturhami akan dipanjangkan usianya dalam arti akan dikenang selalu. Orang yang selalu bersilaturahmi tentunya akan memiliki banyak teman dan relasi, sedangkan relasi merupakan salah satu faktor yang akan menunjang kesuksesan seseorang dalam berusaha. Selain dengan banyaknya teman akan memperbanyak saudara dan berarti pula ialah meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Hal ini karena telah melaksanakan perintah-Nya, yakni menghubungkan silaturahmi. Bagi mereka yang bertakwa Allah akan memberikan kemudahan dalam setiap urusannya.[1]
Terkait dengan hal tersebut, Rasulullah Saw pernah bersabda, yaitu:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ (رضي الله عنه) قَالَ: قَاَل رَسُوْلُ اللهِ (صلى الله عليه وسلم): "مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ, وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ, فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ". (أخرجه البخاري)
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang suka dilapangkan rizkinya, dan dipanjangkan umurnya, hendaklah (rajin) menyambung silaturahmi.” (HR. Bukhari).[2]
Salah satu landasan utama yang mampu menjadikan umat bersatu atau bersaudara ialah persamaan kepercayaan atau akidah. Ini telah dibuktikan oleh bangsa Arab yang sebelum Islam selalu berperang dan bercerai-berai tetapi setelah mereka menganut agama Islam dan memiliki pandangan yang sama baik lahir maupun batin, mereka dapat bersatu.
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan hubungan antar sesama manusia. Hal itu digambarkan dengan adanya berbagai syari’at tentang hubungan manusia baik yang menyangkut hubungan keluarga maupun masyarakat. Untuk mempererat hubungan antar keluarga, Islam mensyariatkan silaturahmi.
Islam menganjurkan untuk menyambung hubungan dan bersatu serta mengharamkan pemutusan hubungan, saling menjauhi, dan semua perkara yang menyebabkan lahirnya perpecahan. Karenanya Islam menganjurkan untuk menyambung silaturahim dan memperingatkan agar jangan sampai ada seorang muslim yang memutuskannya.
Dalam pandangan al-Qur’an dan hadis, silaturahmi memiliki kedudukan yang sangat penting. Al-Qur’an menggambarkan bahwa silaturahmi merupakan salah satu bentuk pelaksanaan ibadah seorang hamba kepada Rabb-nya. Dan hadis melukiskan bahwa orang yang senantiasa silaturahmi akan dipanjangkan umurnya serta diperluas rizkinya. Selain itu, banyak keterangan yang menjelaskan bahwa orang yang memutuskan hubungan silaturahmi tidak akan masuk surga, amalny tidak akan diterima, serta masih banyak ancaman yang lainnya. Oleh karena itu, sebagai muslim harus senantiasa memelihara selaturahmi demi keselamatan dunia akhirat.
Dalam salah satu sumber disebutkan bahwa sesungguhnya silaturrahim termasuk ibadah kepada Allah Swt yang paling baik dan ketaatan yang paling agung, kedudukan yang tertinggi dan berkah yang besar, serta yang paling umum manfaatnya di dunia dan akhirat. Maka silaturrahim merupakan kebutuhan secara fitrah dan sosial, yang dituntut oleh fitrah yang benar dan dicenderungi oleh tabiat yang selamat. Sesungguhnya sempurnalah dengannya keakraban, tersebar kasih sayang dengan perantaraannya, dan merata rasa cinta. Ia adalah bukti kemuliaan, tanda muru’ah, mengusahakan bagi seseorang kemuliaan, pengaruh, dan wibawa. Karena alasan itu, setiap muslim dituntut agat berlomba-lomba dalam menyambung (tali silaturrahim) kepada orang yang memutuskan dan memberi kepada orang yang tidak mau memberi, serta bersifat santun kepada yang bodoh, bahkan sesungguhnya silaturrahim memperkuat kasih sayang dan menambah rasa cinta, serta memperkokoh ikatan kekeluargaan.[3]
Namun jika dilihat dan dianalisa terhadap kondisi masyarakat saat ini, silahturrahmi sudah kurang dilestarikan. Salah satu penyebabnya adalah karena pengaruh kemudahan dalam berkomunikasi dengan berbagai media sosial berupa handphone dengan berbagai aplikasi komunikasinya. Artinya jikapun ada komunikasi, hanya sebatas lewat media saja, tanpa bersilahturrahmi atau bertemu langsung antara satu dengan lainnya.
Implementasi pendidikan silahturrahmi dalam bermasyarakat tentu perlu terus dibina dan dilestarikan, khususnya lagi bagi generasi bangsa. Pentingnya pendidikan dan pembinaan tersebut dikarenakan sangat banyak hikmah dan nilai pendidikan Islam dalam silahturrahmi tersebut. Oleh sebab itu, sebagai salah satu bentuk upaya peningkatakan silahturrahmi dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman terkait hal tersebut. Maka dalam kajian ilmiah ini, penulis akan membahasa terkait: “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Silahturrahmi”.


B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat suatu rumusan masalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana konsep silahtrurrahmi dalam Islam?
  2. Nilai-nilai pendidikan Islam apa saja yang terdapat dalam silahturrahmi?
  3. Bagaimana upaya implementasi silahturrahmi menurut konsep pendidikan Islam?
C.      Tujuan Penelitan
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini disesuaikan dengan rumusan masalah, yaitu sebagai berikut:
  1. Bagaimana konsep silahtrurrahmi dalam Islam?
  2. Nilai-nilai pendidikan Islam apa saja yang terdapat dalam silahturrahmi?
  3. Bagaimana upaya implementasi silahturrahmi menurut konsep pendidikan Islam
D.      Penjelasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami judul serta untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang arah penulisan proposal ini, terlebih dahulu dijelaskan kata kunci yang terdapat dalam pembahasan ini, yaitu:
  1. Nilai Pendidikan Islam
Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.[4] Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan.[5]
Pendidikan secara etimologi berasal dari kata dasar “didik” yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.[6] Sedangkan pendidikan Islam adalah pendidikan untuk mendidik akhlak dan jiwa, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan dengan kesopananan yang tinggi, mempersiapkan untuk suatu kehidupan suci seluruhnya ikhlas dan jujur.[7] Pendapat lain menjelaskan bahwa pendidikan Islam dengan bimbingan atau pembinaan yang dilakukan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik untuk menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[8]
Jadi yang dimaksud dengan pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang dalam upaya mendewasakan dirinya melalui pembelajaran. Adapun nilai pendidikan Islam yang penulis maksud dalam pembahasan ini adalah suatu usaha untuk menumbuhkan, mengembangkan, mengawasi dan memperbaiki seluruh potensi fitrah manusia secara optimal dengan sadar dan terencana menurut hukum-hukum Islam.
  1. Silahturrami
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, silaturahim atau silaturahmi bermakna tali persahabatan atau persaudaraan.[9] Dalam perspektif bahasa Arab, Ahmad Warson dan Muhammad Fairuz mengungkap bahwa silaturahmi itu sebagai terjemahan Indonesia dari bahasa Arab صلة الرحم. Dilihat dari aspek tarkib, lafadz صلة الرحم merupakan tarkib idhofi, yaitu tarkib (susunan) yang terdiri dari mudhof (صلة) dan mudhof ilaih (الرحم). Untuk memahami makna silaturahmi, maka kami terlebih dahulu akan menjelaskan tentang makna صلة dan الرحم, kemudian makna silaturahmi.[10]
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa makna silaturahmi secara harfiah adalah menyambungkan kasih-sayang atau kekerabatan yang menghendaki kebaikan.

E.       Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian literatur atau studi kepustakaan. Maka metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data penulisan skripsi ini adalah library research, yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian murni.[11] Penelitian perpustakaan (kepustakaan) di sini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan.[12]
Dalam penelitian kepustakaan murni maka mempelajari berbagai sumber baik dari al-Quran, al-Hadits, kitab-kitab klasik, buku ilmiyah, majalah-majalah, dokumen dan tulisan-tulisan lain sebagai pembanding dan penunjang. Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data, konsep dan informasi tentang konsep silahturrahmu dalam Islam serta nilai-nilai pendidikan Islam dalam silahturrahmi.
Dengan demikian, maka metode ini penulis terapkan dengan cara menganalisis data tentang konsep silahturrahmi yang diimplementasikannya ke dalam konsep pembinaan perkembangan ummat khususnya di dunia pendidikan serta dalam kaitannya dengan tantangan dalam implementasi tersebut terhadap kondisi perkembangan zamana sebagaimana yang terjadi pada saat ini.

F.       Daftar Pustaka
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1980.
A. Warson, dan M. Fairuz, Kamus Al-Munawir Indonesia-Arab, Surabaya: Pustaka Progresif, 2007
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
http://kartika-d.blogspot.co.id/2014/05/hadist-silaturahmi-dan-persaudaraan.html
Imam Bukhari, Shahih Adabul Mufrad, Yogyakarta: Pustaka Ash-Shahihah, 2010.
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: Mandar Maju, 1990.
Sutrisno hadi, Metodologi Research, Jilid I, Yogyakarta: Andi Offset, 2000.
Titus, M.S, Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1984
W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999.
Zuhairimi, dkk,  Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992



[1]http://kartika-d.blogspot.co.id/2014/05/hadist-silaturahmi-dan-persaudaraan.html, Diakses Tanggal 1 Januari 2017.
[2]Imam Bukhari, Shahih Adabul Mufrad, (Yogyakarta: Pustaka Ash-Shahihah, 2010), hal. 30.
[3]Septi Ageng, dkk, http://scorpionemas.blogspot.co.id/2013/10/makalah-hadis.html, Diakses Tanggal 1 Januari 2017.
[4]W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999),  hal. 677.
[5]Titus, M.S, Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 122.
[6]W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum…, hal. 250.
[7]Zuhairimi, dkk,  Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal 155.
[8]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), hal. 109.
[9]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 1065.
[10]A. Warson, dan M. Fairuz, Kamus Al-Munawir Indonesia-Arab, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2007), hal. 810.
[11]Sutrisno hadi, Metodologi Research, Jilid I, (Yogyakarta: Andi Offset, 2000}, hal. 9.
[12]Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mandar Maju, 1990),    hal. 33.

No comments:

Post a Comment