Thursday, October 19, 2017

Hukum, Tujuan dan Metode Pembelajaran Tajwid

A.        Hukum dan Tujuan Pembelajaran Tajwid
Sebagaimana diketahui bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum yang wajib dipelajari oleh setiap umat Islam dengan maksud dan tujuan adalah agar dapat diamalkan terhadap isi kandungan yang ada didalamnya. Untuk mengetahui isi kandungan al-Qur’an, salah satunya adalah dengan membaca. Bahkan dalam ibadah shalat juga diwajibkan untuk membaca al-Qur’an yaitu surah Al-Fatihah. Dalam membaca tersebut mestilah sesuai dengan aturan tajwidnya. Oleh sebab itu, mempelajari ilmu tajwid merupakan kewajiban bagi orang Islam.
Hukum mempelajari dan memperdalam ilmu tajwid adalah fardhu Kifayah (Fardhu yang apabila dalam sebuah kampung ada seseorang yang mengerjakan maka gugur kewajiban yang lain). Sedangkan hukum mengamalkannya adalah fardhu ‘Ain (diwajibkan bagi seluruh umat Islam).[1]
Nawawi Ali menjelaskan bahwa ”mempelajari tajwid sebagai suatu ilmu pengetahuan hukumnya fardhu kifayah. Sedangkan untuk hukum membaca ayat suci al-Qur’an dengan tajwid hukumnya adalah fardhu ’ain bagi setiap kaum muslimin”.[2]
Dalam sumber yang lain dijelaskan bahwa: “Adapun hukum terhadap tajwid terbagi menjadi 2 sudut pandang. Pertama, hukum mempraktekkannya adalah fardhu`ain. Kedua, hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah.”[3]
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa hukum mempelajari ilmu tajwid adalah fardhu kifayah sedangkan mengamal atau membaca al-Qur’an dengan bertajwid adalah fardhu ‘ain. Ketika dianalisa hal tersebut, maka diwajibkan kepada setiap orang Islam untuk belajar tajwid, minimal dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar menurut yang telah diatur cara membacanya dalam ilmu tajwid.
Ilmu Tajwid bertujuan untuk memberikan tuntunan bagaimana cara pengucapan ayat yang tepat, sehingga lafal dan maknanya terpelihara. Pengetahuan tentang makhraj huruf memberikan tuntunan bagaimana cara mengeluarkan huruf dari mulut dengan benar. Pengetahuan tentang sifat huruf berguna dalam pengucapan huruf. Dalam ahkamul maddi wal qashr berguna untuk mengetahui huruf yang harus dibaca panjang dan berapa harakat panjang bacaannya. Ahkamul waqaf wal ibtida’ ialah cara untuk mengetahui dimana harus berhenti dan dari mana dimulai apabila bacaan akan dilanjutkan.[4]
Menurut A. Nawawi Ali, beliau menjelaskan bahwa: mempelajari ilmu tajwid bertujuan untuk mendapatkan pengucapan yang tepat bagi al-Qur’an sehingga kalamullah yang terkandung di dalamnya tetap terpelihara dan terjaga dari segala cacat baik segi lafaz maupun maknanya.[5]
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa mempelajari ilmu tajwid bertujuan untuk dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar menurut ketentuan baca sebagaimana yang telah diatur dalam ilmu tajwid. Adapun ”bacaan al-Qur’an tanpa tajwid, maka akan itu adalah suatu kesusakan dan kesalahan yang menimpa lafaz.”[6] Oleh sebab itu, agar tidak terjadi kesalahan dalam membaca al-Qur’an, maka sangat perlu kiranya untuk diketahui tentang aturan-aturan bacanya sebagaimana telah diatur dalam ilmu tajwid. Dengan begitu, maka tujuan dari dari mempelajari tajwid akan dapat tercapai maksud dan tujuannya.
B.         Metode Pembelajaran Tajwid
Metode secara etimologi, istilah ini berasal dari bahasa yunani ”metodos” kata ini berasal dari dua suku kata yaitu: ”metha” yang berarti melalui atau melewati dan ”hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan yang di lalui untuk mencapai tujuan.[7] Dalam Kamus Bahasa Indonesia ”metode” adalah cara yang teratur dan berfikir baik untuk mencapai maksud. Sehingga dapat di pahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar mencapai tujuan pelajaran.[8]
Metode adalah strategi yang tidak bisa ditinggalkan dalam proses belajar mengajar. Setiap kali mengajar guru pasti menggunakan metode. Metode yang di gunakan itu pasti tidak sembarangan, melainkan sesuai dengan tujuan pembelajaran dan meteri yang diajarkan.[9]
Demikian juga halnya dalam pembelajaran al-Qur’an khususnya dalam bidanh tajwidnya, tentunya guru pendidik juga mesti menggunakan metode yang sesuai dengan materi-materi yang yang berhubungan dengan ilmu tajwid baik dalam hal memberi materi maupun dalam mempraktekkan langsung tentang tata cara membaca al-Qur’an dengan bagus dan benar.
Adapun metode-metode yang dipakai dalam pembelajaran tajwid, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Metode Jibril
Pada dasarnya, terminologi (istilah) metode Jibril yang digunakan sebagai nama dari metode pembelajaran al-Qur’an yang dilatarbelakangi perintah Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw untuk mengikuti bacaan Al-Qur’an yang telah dibacakan oleh malaikat Jibril, sebagai penyampai wahyu, Allah Swt berfirman:
فإذا قرأنه فاتبع قرءنه (القيمة: ١٨)                                               
Artinya: ”Apabila telah selesai kami baca (Yakni Jibril membacanya) maka ikutilah bacaannya itu”. (Q.S. Al-Qiyamah: 18)
Berdasarkan ayat di atas, maka intisari teknik dari Metode Jibril adalah taqlid-taqlid (menirukan), yaitu siswa menirukan bacaan gurunya. Di dalam metode Jibril, tujuan intruksional umum pembelajaran al-Qur’an adalah siswa membaca al-Qur’an dengan tartil sesuai dengan perintah Allah Swt. Indikasinya siswa mampu menguasai ilmu-ilmu tajwid baik secara praktis maupun teoritis pada saat ia membaca al-Qur’an.
Di dalam pembelajaran tajwidul Qur’an dengan menggunakan metode Jibril terdapat dua tahap, yaitu tahap tahqiq dan tahap tartil. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a.      Tahap tahqiq adalah pembelajaran al-Qur’an dengan pelan dan mendasar. Tahap ini dimulai dengan pengenalan huruf dan suara, hingga kata dan kalimat. Tahap ini memperdalam artikulasi (pengucapan) terhadap sebuah huruf dengan tepat dan benar sesuai dengan makhraj dan sifat-sifat huruf.
b.      Tahap tartil adalah pembelajaran membaca al-Qur’an dengan durasi sedang dan bahkan cepat sesuai dengan irama lagu. Tahap ini dimulai dengan pengenalan sebuah ayat atau beberapa ayat yang dibacakan guru, lalu ditirukan oleh para siswa secara berulang-ulang. Disamping pendalaman artikulasi (pengucapan), dalam tahap tartil juga diperkenalkan praktek hukum-hukum ilmu tajwid seperti: bacaan mad, waqaf, dan ibtida’, hukum nun mati dan tanwin, hukum mim mati, dan sebagainya.
Adapun teknik dasar Metode Jibril bermula dengan membaca satu ayat atau waqaf, lalu diturunkan oleh guru yang mengaji. guru membaca satu dua kali lagi yang masing-masing ditirukan oleh orang-orang yang mengaji. Kemudian guru membaca ayat atau lanjutan ayat berikutnya dan ditirukan kembali oleh semua yang hadir. Begitulah seterusnya, sehingga mereka dapat menirukan bacaan guru dengan pas sebagaimana yang didengar dari gurunya.[10]
Dengan demikian, metode Jibril merupakan salah satu metode yang dipakai dalam mengajarkan bacaan al-Qur’an khususnya dalam mengajarkan tata cara baca al-Qur’an dengan baik dan benar menurut ketentuan yang terdapat dalam ilmu tajwid.
2.    Metode Demontrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui penggunaan media pengajaran yang sesuai dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.[11] Menurut Zakiyah Daradjat dkk “metode demonstrasi adalah metode mengajar yang menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada anak didik”.[12]
Adapun materi yang berhubungan dengan tajwid, maka pokok tujuannya adalah dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. Maka tentunya dalam mengajarkan tajwid selain memberikan materi tentang tajwid, juga perlu dipraktekkan langsung tata cara membacanya dengan cara menyuruh siswa satu persatu untuk membacakal al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan baca sebagaimana telah diatur cara bacanya dalam ilmu tajwid.
Demonstrasi dalam pembelajaran tajwid akan menjadi aktif jika dilakukan dengan baik oleh guru dan selanjutnya dilakukan oleh siswa. Metoda ini dapat dilakukan untuk kegiatan yang alatnya terbatas tetapi akan dilakukan terus-menerus dan berulang-ulang oleh siswa.[13]
Adanya penggunaan metode demonstrasi dalam pembelajaran tajwid akan menimbulkan proses penerimaan peserta didik pada pelajaran secara mendalam dan lebih berkesan sehingga akan membentuk pengertian, pengetahuan dengan baik serta sempurna. Dalam hal ini, siswa dapat mengamati, meneliti, melihat, memperhatikan pada apa yang dipertunjukkan oleh guru ketika proses baca al-Qur’an berlangsung. Dengan begitu, maka siswa juga akan mendemontasi atau mempraktekkan bacaan sebagaimana yang telah di dengan atau di ajarkan oleh guru disekolah.
3.    Metode Diskusi
Metode belajar yang mampu membangkitkan motif, minat atau gairah belajar murid dan menjamin perkembangan kegiatan kepribadian murid adalah metode diskusi. Metode diskusi merupakan suatu cara mengajar yang bercirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pertanyaan atau problem. Di mana para anggota diskusi dengan jujur berusaha mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama.[14]
Dalam metode diskusi guru dapat membimbing dan mendidik siswa untuk menegur dan berargumen terhadap teman-temannya tentang hal-hal yang berkaitan dengan bacaan al-Qur’an atau ilmu tajwid. Dimana, setiap siswa yang berbicara atau mengemukakan pendapat harus berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan pengetahuan yang ada. Menghormati pendapat orang lain, menerima pendapat yang benar dan menolak pendapat yang salah serta dapat mempraktekkan bacaan al-Quran dengan pendapat yang benar adalah ciri dari metode yang dapat digunakan untuk mendidik siswa berjiwa demokrasi dan melatih kemampuan berbicara siswa.
4.         Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa memahami materi tersebut. Metoda tanya jawab akan menjadi efektif bila materi yang menjadi topik bahasan menarik, menantang dan memiliki nilai aplikasi tinggi. Pertanyaaan yang diajukan bervariasi, meliputi pertanyaan tertutup (pertanyaan yang jawabannya hanya satu kemungkinan) dan pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak kemungkinan jawaban), serta disajikan dengan cara yang menarik.[15]
Dalam mengajarkan ilmu tajwid, juga dapat digunakan metode tanya jawab, dimana hal-hal yang berkaitan dengan materi tajwid ditanyakan oleh guru kepada siswa, atau membuat contoh-contah kalimat dan ditanyakan cara bacanya menurut tajwid, dan lain-lain sebagainya.
5.         Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah cara mengajar atau penyajian materi melalui penugasan siswa untuk melakukan suatu pekerjaan. Pemberian tugas dapat secara individual atau kelompok. Pemberian tugas untuk setiap siswa atau kelompok dapat sama dan dapat pula berbeda.[16]
Berdasarkan metode-metode tersebut, dapat dipahami bahwa dalam memberikan materi pelajaran tajwid kepada anak didik, seseorang guru juga dapat menggunakan metode pemberian tugas dengan cara memberikan tuga baik tugas sekolah maupun tugas rumah (PR) yang berkenaan dengan ilmu tajwid.
Berdasarkan bebapa metode yang telah dijelaskan di atas, dapat dipahami bahwa yang perlu diperhitungkan oleh seorang guru atau pendidik dalam menetapkan metode dalam pembelajaran tajwid ialah mengetahui batas-batas kebaikan dan kelemahan serta kesesuaian antara materi yang diajarkan dengan metode yang akan dipergunakannya, sehingga memudahkan bagi pendengar atau siswa dalam merumuskan kesimpulan mengenai hasil materi-materi yang diajarkan tersebut.



[1] http://nunoah.multiply.com/journal/item/9, Diakses Tanggal. 31 April 2011.

[2] A. Nawawi Ali, Pedoman Membaca…, hal. 17.

[5] A. Nawawi Ali, Pedoman Membaca…, hal. 23.

[6] Nasaruddin Umar, Ulumul…, hal. 255

[7] Muhammad Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 61.

[8] Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hal. 52.

[9]Saipul Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 178.

[10] Taufiqurahman, Metode Jibril, (Malang: Ikapiq, 2005), hal. 1-23.

[11] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 208.

[12] Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 296.

[13] Ibid.,

[14] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hal. 19

[16] Ibid.,

1 comment: