Sunday, October 8, 2017

Persepsi Masyarakat Aceh Terhadap Fidyah Shalat

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Allah Swt telah memerintahkan kepada semua orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan yang mukallaf (orang yang telah baligh, berakal) untuk mengerjakan shalat lima waktu sehari semalam sebagai wujud nyata dari pengamalan rukun Islam yang kedua. Perintah ini termaktub dalam firman Allah Swt, yaitu:
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk”. (Q.S. Al-Baqarah: 43)
Shalat bukan saja sebagai salah satu unsur dari ajaran Islam, tetapi shalat juga mempunyai posisi pokok, kedudukannya dapat dikatakan sebagai “tiang agama”. Karena shalat adalah tempat bertumpu bagi amalan-amalan yang lain, dengan shalat amalan keagamaan seseorang dapat dinilai baik atau buruk. Jika shalat seseorang itu rusak maka rusaklah seluruh amalannya, juga sebaliknya jika shalatnya itu baik maka baik pula seluruh amalannya.
Begitu pentingnya shalat, sehingga perintah untuk mengerjakan shalat tidak terbatas pada saat badan sehat saja, situasi aman dan saat mukim (tidak sedang bepergian), tetapi shalat juga diperintahkan dalam setiap keadaan seorang muslim sakit, perang ataupun bepergian. Dalam keadaan bagaimanapun seorang muslim tetap dituntut untuk mengerjakan shalat. Hanya dalam keadaan tertentu saja, diberi keringanan-keringanan dalam melaksanakannya (rukshah), seperti diperbolehkannya meringkas (qashar), mengumpulkan (jama’) dan keringanan-keringanan yang lain. Dan dalam kondisi-kondisi tertentu di mana seseorang mengalami kesulitan, seperti karena sakit sehingga orang itu ia tidak dapat berdiri, maka diperbolehkan baginya shalat dengan duduk. Jika tidak dapat dengan duduk, ia boleh melakukannya sambil berbaring dan di waktu rukuk dan sujud cukup dengan memberi isyarat, seperti menundukkan kepala, dengan kedipan mata.
Dasar hukum atas adanya rukhshah (keringanan) tersebut termaktub firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 103, yaitu:

Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat (sebagaimana biasa)”. Q.S. An-Nisa’: 103)

Seiring dengan perkembangan zaman yang juga berpengaruh dalam problematika kehidupan manusia, maka perihal shalat pun tidak lepas dari berbagai problematika, yaitu adanya dispensasi shalat untuk orang yang sudah meninggal dunia, sementara semasa hidupnya sering meninggalkan shalat baik disengaja ataupun tidak. Demikian juga bagi orang yang masih mempunyai tanggungan hutang shalat, ada keringanan untuk mengqadha atau membayar fidyah. Hal seperti ini juga terjadi dalam sebagian masyarakat Gampong Cot Monraya Kecamatan Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar, di mana ada sebagian masyarakat yang membayarkan fidyah sebagai ganti dari hutang shalat yang masih dimiliki oleh salah satu keluarganya (ayah/ibunya atau suami/isteri) yang telah meninggal dunia.
Alasan konkrit sebagian masyarakat dalam melakukan pembayar fidyah atas shalat, karena anggota keluarga mereka yang telah meninggal dunia masih mempunyai tanggungan hutang shalat semasa hidupnya. Sehingga si mayit mempunyai tanggungan meninggalkan shalat sampai meninggal dunia dan hal ini dihitung sebagai hutang yang harus dilunasi. Untuk menjaga kesempurnaan ibadah si mayit maka keluarga si mayit membayarkan sejumlah fidyah sebagai ganti shalat yang ditinggalkannya dan diberikan kepada fakir miskin.
Namun permasalahan membayar fidyah sebagai pengganti shalat ini menjadi perdebatan, karena baik firman Allah Swt dalam kitab suci al-Qur’an maupun hadits Rasulullah Saw tidak secara detail menjelaskan tentang hal ini. Al-Qur’an sendiri hanya memberikan penjelasan mengenai keringanan-keringanan shalat bagi orang yang mengalami kesulitan melakukan shalat dikarenakan sakit. Sedangkan dalam hadits dijelaskan tentang adanya penggantian shalat atau mengqadha shalat yang disebabkan karena lalai atau tertidur.
Berkaitan dengan inilah yang penulis akan bahas menjadi sebuah karya ilmiyah dalam bentuk skripsi tentang boleh atau tidaknya membayarkan fidyah atas hutang shalat yang masih ditanggung oleh salah satu keluarga yang telah meninggal dunia dengan studi kasus masyarakat Aceh Besar, dengan judul: Persepsi Masyarakat Aceh Besar Terhadap Fidyah Shalat.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat penulis rumuskan beberapa pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini, yaitu:
  1. Bagaimana kedudukan hukum Islam terhadap membayar fidyah shalat seperti yang di praktikkan oleh masyarakat Aceh Besar?
  2. Bagaimana tata cara membayar fidyah shalat oleh masyarakat Aceh Besar?
  3. Bagaimana tanggapan masyarakat Aceh Besar terhadap fidyah shalat?
C.     Penjelasan Istilah
Agar terhindar dari kesalahan pembaca dalam memahami judul ini, penulis memberikan penjelasan atas beberapa istilah yang terdapat dalam judul. Dengan penjelasan ini diharapkan adanya kesamaan makna dan pemahaman antara penulis dan pembaca dalam memahami topik penelitian. Istilah-istilah yang akan penulis jelaskan adalah:

1.      Persepsi
Menurut pendapat Kartini Kartono persepsi adalah pengamatan secara global, belum disertai kesadaran, sedang subyek dan obyeknya belum terbedakan satu dari yang lainnya (baru ada proses memiliki tanggapan).[1] Sedangkan menurut Bimo Walgito persepsi adalah pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan aktivitas yang integrated dalam diri.[2] Dan menurut pendapat Jalaluddin Rakhmat persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.[3]
Dengan demikian dari pengertian-pengertian persepsi di satas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses pengorganisasian dan proses penafsiran/penginterpretasian seseorang terhadap stimulasi yang dipengaruhi oleh berbagai pengetahuan, keinginan dan pengalaman yang relevan terhadap stimulasi yang dipengaruhi perilaku manusia dalam menentukan tujuan hidupnya.
2.      Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah dng ikatan aturan tertentu.[4] Masyarakat berasal dari bahasa Arab yaitu syaraka atau musyarak yang berarti ikut serta, berpartisipasi atau berkawan. Sedangkan dalam bahasa inggris di pakai istilah society yang bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan social dan mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas.[5] Pendapat lain menjelaskan bahwa masyarakat adalah sebagai kombinasi sistem dan unit sosial yang melakukan fungsi sosial utama sesuai dengan kebutuhan orang-orang pada tingkatan lokal.[6] Sedangkan masyarakat yang penulis maksudkan dalam pembahasan ini adalah sekelompok manusia yang tergabung dari beberapa keluarga yang berdomisili disuatu tempat dan memiliki suatu pandangan yang berbeda terhadap keadaan lingkungan sekitarnya.
3.      Fidyah Shalat
Pengertian fidyah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah denda yang harus dibayar oleh seseorang (biasanya dengan bahan makanan pokok seperti beras dan sebagainya) karena meninggalkan shalat (atau puasa) yang disebabkan oleh penyakit menahun, penyakit tua, dan sebagainya.[7] Fidyah ( فدية ) atau fidaa ( فدى ) atau fida‘ ( فداء ) adalah satu makna, yang artinya, apabila dia memberikan tebusan kepada seseorang, maka orang tersebut akan menyelamatkannya.[8] Jadi, fidyah artinya tebusan atau penebusan, yakni sesuatu yang dikerjakan atau yang dikeluarkan sebagai penggati atau penebus dari suatu kesalahan. Adapun pengertian shalat menurut bahasa adalah berdo'a, sedangkan menurut syari'at adalah sejumlah perkataan dan perbuatan tertentu yang diawali dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam.[9]
Di dalam kitab-kitab fiqih, fidyah, dikenal dengan istilah “ith’am”, yang artinya memberi makan. Adapun fidyah yang akan dibahas di sini ialah sesuatu yang harus diberikan kepada orang miskin, berupa makanan, sebagai pengganti karena dia meninggalkan shalat dan orang yang meninggalkan shalat tersebut juga sudah meninggal dunia.

D.    Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Pada hakikatnya setiap usaha yang dilakukan secara sengaja, pasti mempunyai maksud dan tujuannya. Seandainya maksud dan tujuan dari usaha itu masih kabur maka besar kemungkinan akan mempersukarkan pelaksanaannya. Untuk menghindari hal yang demikian, maka perlu penulis menjelaskan tujuan penelitian ini dan merupakan motivasi untuk membahasnya. Adapun tujuan tersebut yaitu:
1.      Untuk mengetahui kedudukan hukum Islam terhadap membayar fidyah shalat seperti yang di praktikkan oleh masyarakat Aceh Besar
2.      Untuk mengetahui tata cara membayar fidyah shalat oleh masyarakat Aceh Besar
3.      Untuk mengetahui tanggapan masyarakat Aceh Besar terhadap fidyah shalat
Sedangkan kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari penyusunan karya ilmiyah ini adalah sebagai berikut:
1.      Diharapkan dapat berguna dalam menambah wawasan dan hasanah keilmuan bagi penyusun khususnya dan bagi masyarakat Aceh Besar pada umumnya.
2.      Diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan kepada para praktisi hukum, khususnya masyarakat awam tentang hukum pembayaran fidyah karena meninggalkan shalat.

E.     Sistematika Penulisan
Skripsi ini tersusun dalam lima bab, masing-masing bab membahas persoalan masing-masing, akan tetapi antara bab satu dengan bab berikutnya saling berkaitan. Dapatlah dikatakan bab satu merupakan serangkaian dari bab-bab berikutnya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II Tinjauan Umum Tentang Shalat, Fidyah dan Fidyah Shalat. Pada bab ini akan membahas teori tentang shalat, bab ini meliputi pengertian shalat dan dasar hukum shalat, rukhsah shalat bagi orang sakit dan hukum meninggalkan shalat. Juga membahas tentang fidyah yang meliputi : pengertian fidyah dan dasar hukum fidyah, faktor penyebab fidyah dan pendapat ulama. Selain itu secara khusus juga membahas tentang fidyah shalat.
Bab III Metodologi Penelitian. Dalam bab ini penulis akan membahas tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi dan subjek penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data serta pedoman penulisan skripsi.
Bab IV Pembayaran Fidyah Meninggalkan Shalat di Aceh Besar. Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang gambaran umum lokasi penelitian, kedudukan hukum Islam terhadap membayar fidyah shalat, tanggapan masyarakat Aceh Besar terhadap fidyah shalat, tata cara membayar fidyah shalat oleh masyarakat Aceh Besar dan pembahasan hasil penelitian.
Bab V merupakan kesimpulan akhir bab dan beberapa catatan kritis berupa kesimpulan dan saran-saran mengenai pembayaran fidyah shalat yang dipraktikkan ditengah-tengah masyarakat Aceh khususnya di Aceh Besar.


[1]Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Alumni, 1984), hal. 77.
[2]Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offsed, 1994), hal. 53.
[3]Jalaluddin Rahmat, Psikologi Umum, (Bandung: Alumni, 1984), hal. 51.
[4]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 924.
[5]Rohadi Abdul Fatah, Sosiologi Agama, (Jakarta: Kencana Mas Publishing House, 2004), hal. 23.
[6]F. Ellen Netting, Dkk, Praktek Makro Pekerjaan Sosial, (Bandung:  2001), hal. 18.
[7]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar..., hal. 409.
[8]Abu Sulaiman Aris Sugiyantoro, http://almanhaj.or.id/content/3146/slash/0/fidyah-di-dalam-puasa/, Diakses Tanggal 09 Februari 2015.
[9]Hasan Muhammad Ayyub, Panduan Beribadah Khusus Pria, (Jakarta: Almahiro, 2007), hal. 155.

No comments:

Post a Comment