Tuesday, October 31, 2017

Perangkat Tabiat Manusia

Al-Quranul karim menyebutkan berbagai perangkat dan bagiantubuh manusia. Kalau kita perhatikan sebagaimana yang akan diterangkan kemudian maka tampak bahwa perangkat tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan, kecuali ketika sedang khusus membicarakan sesuatu fungsi yang berhubungan dengan bagian yang bersangkutan. Alasannya karena tubuh manusia saling melengkapi. “Apabila salah satu di antara anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh tubuh akan turut terkena demam dan tidak enak tidur”. Adapun perangkat tabiat manusia yang akan diuraikan dalam rangka kajian ilmiah ini adalah: tubuh, akal, hati dan ruh (Abdul Fattah Jalal: 53). Di antara perangkat itu tidak terdapat apa yang dinamakan adl-dlamir “hati sanubari”, karena kata ini tidak disebutkan di dalamkitab Allah.
Ada yang berpendapat bahwa an-nafs (diri) adalah bagian dari perangkat tabiat manusia. Sedangkan an-nafs atau diri ini sebagaimana dikatakan di dalam      al-Quranul Karim adalah zat manusiawi. Dengan demikian, ia merupakan sinonim dari kata insan atau al-fardu (individu). Sehubungan dengan tabiatnya, al-Quran menggambarkan al-Insan dan an-Nafs dengan berbagai sifat yang menyingkapkan aneka macam penampilan manusia, baik ditinjau dari sudut fisiknya maupun dari sudut kondisi psikisnya. Maka kata an-Nafs di sini agaknya berarti ad-Dhamir (hati sanubari) dan sinonim dengan kata al-qalb (qalbu). Semua ini menunjukkan adanya berbagai pandangan yang saling melengkapi sekaitan dengan tabiat manusia. Demikian pula aspek-aspek tabiat itu saling melengkapi.
Berikut ini dipaparkan karakteristik manusia dilihat dari:
  1. Tubuh
Kata al-Jism (tubuh) disebutkan di dalam Alquran hanya sebanyak dua kali. Pertama, dengan sighat mufrad (bentuk tunggal), yaitu ketika berbicara tentang Thalut. Dan kedua, dengan sighat jama’ (bentuk jamak), yaitu ketika berbicara tentang orang-orang munafik.
….قَالَ إِنَّ اللهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِى اْلعِلْمِ وَ اْلجِسْمِ….
Artinya: “… Nabi mereka berkata: Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian danmenganugrahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa…” (QS. 2 : 247).
Selanjutnya dapat dilihat pada ayat berikut ini:
وَ إِذَا رَأَيْتَهُمْ تَعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ….
Artinya: “Dan apabila engkau melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan engkau kagum …” (Q.S.63 : 4).
Di dalam ayat pertama, Allah Swt. menerangkan bahwa di antara persyaratan imamah atau menjadi penguasa pemerintahan ialah ilmu dan kekuatan fisik. Keterangan ini disampaikan sebagai jawaban terhadap pertanyaan kaum yang bernada ingkar.
  1. Akal
Sesungguhnya akal menjadi tanda kodrati setiap keutamaan dan menjadi sumber setiap adab. Allah Swt. menjadikan akal sebagai penopang ad-din dan tiang dunia. Dengan sempurnanya akal, Allah Swt. telah mewajibkan tugas (Fa aujabal lahut-taklifa bikamalaihi); dan dengan hukum-hukumnya, Allah Swt menjadikan dunia teratur. Orang yang menggunakan akalnya akan merasa lebih dekat kepada Ilahi Rabbi dibanding seluruh orang yang berijtihad tanpa menggunakan akal” (Tafsir al-Qurthubi : 1821).
Di antara kata-kata yang banyak dimuat al-Quran di berbagai tempat ialah kata ‘aqala, dalam bentuk fiil (kata kerja) dan kata al-‘aqlu (akal), dalam bentuk isim (kata benda). Kiranya hal ini menjadi dalil bahwa yang penting bukanlah sekadar sel-sel yang hidup saja, melainkan akal pun sebagai motor yang menggerakkan perealisasian tugas. Demikianlah Alquran memberikan aksentuasi kepada salah satu komponen unsur tubuh manusia yang dipandang oleh Islam sebagai suatu yang istimewa. Bukankah karena akal ini, permasalahan yang muncul dapat diatasi dan dengan akal pula tugas untuk melaksanakan amanah dapat dipenuhi? Kata-kata yang dijabarkan dari kata ‘aqal: ‘aqaluhu, ta’qiluna, na’qilu, ya’qiluha dan ya’qiluna dimuat dalam al-Quran, dalam 49 tempat. Sedangkan kata al-albab dalam 16 tempat. Kata al-albab adalah kata jama’ dari lubbun yang berarti akal.[1]
Di antara sedemikian banyak keistimewaan al-Quran ada satu yang sangat menonjol yaitu penghormatan terhadap akal serta bersandar kepadanya di dalam masalah akidah dan taklif (tugas). Dalam al-Quran, akal hanya disebut-sebut dalam kedudukannya yang agung sambil diingatkan kepada kewajiban menggunakannya.
Dalam setiap bahasan, berkali-kali diulangi perintah dan larangan sehubungan dengan keharusan seorang mukmin untuk menggunakan akalnya secara bijaksana, serta celaan terhadap yang munkar karena tidak menghiraukan dan tidak menggunakan akalnya sebagaimana mestinya. Penyebutan akal secara berulang-ulang itu tidak hanya diartikan dalam satu makna saja sebagaimana yang diungkapkan oleh para psikolog dewasa ini, melainkan mencakup berbagai fungsinya, selaras dengan jenis tugas dan kekhususan yang diembannya.
Allah Swt menyeru manusia supaya menggunakan akal sebagai alat untuk mencapai hakikat yang menuntun mereka untuk beriman kepada-Nya dan kitab-kitab-Nya:
...كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Artinya: …Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan kepada kalian tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kalian mengerti (QS. 2 : 73).
  1. Qalb (Hati)
Kata al-qalb dan al-qulub disebutkan oleh Alquran di dalam 132 tempat, di samping kata al-fu’ad yang secara bahasa berarti al-qalb pula, serta kata shadr dan shudur yang juga menunjuk kepada kata al-qalb. Perhatian yang besar ini menerangkan, bahwa al-qalb adalah salah satu gejala dari peringkat hakikat manusia yang asasi, karena iman bersemayam di hati manusia.
Dalam kaitannya dengan al-qalb, hal ini dapat dilihat pada ayat berikut:
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرِ اللهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى اْلقُلُوْبِ
Artinya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati (qalbu). (QS. 22: 32).

يَأَيُّهَا الرَّسُوْلُ لاَ يَحْزُنْكَ الَّذِيْنَ يُسَارِعُوْنَ فِى اْلكُفْرِ مِنَ الَّذِيْنَ قَالُوْا أَمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَـمْ تًؤْمِنْ قُلُوْبُهُمْ….
Artinya: Hai Rasul, janganlah engkau disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: “Kami telah beriman”, padahal qalbu mereka sama sekali tidak beriman… (QS. 5 : 41).
Dalam menafsirkan ayat pertama (al-Hajj: 32), al-Qurthubi mengatakan: Al-Qulûbu dibaca rafa’, karena dia merupakan fâil (subjek) dengan bentuk mashdar (akar kata) taqwa. Dan kata at-taqwa diidafahkan (disandarkan) kepada kata al-qulûb, karena hakikat takwa ada di dalam kalbu. Untuk ini, maka Rasulullah saw. bersabda di dalam hadis shahih: “Takwa ada di sini! Sambil menunjuk ke arah dadanya”.
  1. Ruh
وَيَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوْتِيْتُمْ مِنَ اْلعِلْمِ إِلاَّ قَلِيْلاً
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Rabbi, dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit”(Q.S. 17 : 85).
Ruh adalah salah satu komponen perangkat tabiat manusia. Tetapi kita tidak mendapatkan batasannya dalam Alquran. Kita dapatkan kata ar-ruh dalam Alquran, dalam arti pembawa wahyu, yaitu Jibril, dan dalam arti rahasia Ilahi yang dengannya tanah liat kering menjadi manusia. Ruh yang dipandang sebagai bagian dari tabiat manusia, sebagaimana yang diterangkan dalam ayat 85 surah al-Isra, hanya Allah Swt.lah yang mengetahuinya. Dalam menafsirkan ayat ini, al-Qurthubi mengatakan:
Kebanyakan ahli ta’wil berpendapat, bahwa mereka bertanya kepadanya tentang ruh yang menghidupi jasad. Dan ahli nadhar berkata, bahwa mereka bertanya kepadanya tentang seluk beluk ruh dan gerak geriknya dalam badan manusia serta bagaimana pula pertalian ruh dengan tubuh serta hubungannya dengan hidup. Ini semua hanya Allahlah yang mengetahuinya. (Abdul Fattah Jalal,1988:65).




[1]http://ibrah78bahasaarab.blogspot.com/p/ilmu-pendidikan-islam.html, Diakses Tanggal. 15 Juli 2014.

No comments:

Post a Comment