Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan,
prevalensi perokok remaja pada tahun 2013 naik menjadi 19 persen. Jumlah perokok anak makin tahun semakin meningkat. Bahkan selama 12
tahun diperkirakan jumlah perokok anak meningkat 6 kali lipat. Tren perokok anak dan
remaja semakin mengkhawatirkan. Bila dibandingkan, data Riskesdas 1995
menunjukkan ada 71.126 perokok anak di Indonesia (10-14 tahun), sedangkan
tahun 2007 meningkat menjadi 426.214 orang. Sedangkan untuk remaja (15-19
tahun), data Riskesdas 2010 menunjukkan 19 persen remaja Indonesia telah
merokok. Data tersebut juga menunjukkan, karakter perokok Indonesia yang
biasanya sudah mulai menghisap tembakau pada usia 14-19 tahun.[1]
Merokok sudah menjadi
kebiasaan di segala usia dan mungkin bagi mereka yang sudah kecanduan merokok
adalah suatu kebutuhan yang harus di penuhi. Tak terkecuali di usia sekolah
banyak anak yang menghisap rokok dengan santai dan harus menghabiskan uang saku
hanya untuk membeli sebatang rokok. Kebiasaan
merokok di kalangan pelajar disebabkan oleh bujukan teman, melihat iklan di
televisi, bergaul dengan orang-orang yang suka merokok, kurangnya informasi
tentang bahaya merokok. Diperoleh dari hasil angket yayasan jantung Indonesia,
sebanyak 77% pelajar merokok karena ditawari teman dan ingin mencoba merasakan
nikmatnya rokok. Kebanyakan pelajar
beranggapan bahwa dengan merokok mereka bisa lebih keren, terlihat lebih
dewasa, lebih percaya diri, dapat meningkatkan prestasi belajar, dapat menghangatkan
tubuh, dsb. Ternyata, pendapat itu salah, merokok mengakibatkan wajah menjadi
pucat, gigi kuning kehitaman, bibir hitam, mata agak merah dan berair, bau
mulut dan bau badan tidak sedap, dan menimbulkan berbagai macam penyakit karena
kandungan zat berbahaya yang ada dalam rokok.[2]
Realita sebagaimana didapatkan atau ditemui di
jalan-jalan, baik di kota besar dan kota kecil di mana para pelajar dengan
santainya merokok seolah itu bukan perbuatan yang buruk. Dapat ditemukan mereka
di berbagai tempat, seperti kafe, terminal, kendaraan umum atau bahkan di
sekitar sekolah mereka sendiri. Orang yang mengerti dan sadar tentang kesehatan
pastinya akan prihatin dengan keadaan seperti ini. Merokok itu jelas merugikan
kesehatan, namun selain itu ada kerugian lainnya, yakni masalah ekonomi. Para
pelajar pada umumnya adalah orang-orang yang masih tergantung secara ekonomi
kepada orang tua. Hal ini tentu saja akan menambah berat beban yang harus ditanggung
orang tua. Terlebih saat ini banyak juga wanita dan remaja putri yang merokok.
Merokok saat remaja membuatnya berisiko terkena
masalah kesehatan yang serius karena masih berada pada usia pertumbuhan. Rokok
tidak hanya menyebabkan masalah kesehatan pada tingkat fisik namun juga
emosionalnya. Bahkan para ahli mengungkapkan risiko kesehatan
merokok pada remaja jauh lebih buruk dibanding dengan orang dewasa yang
merokok. Berikut ini beberapa masalah yang bisa
muncul jika remaja merokok yang bisa terlihat dari penampilannya
- Mengganggu performa di sekolah
Remaja yang merokok akan mengalami
penurunan dalam nilai olahraganya karena tidak bisa berjalan jauh atau berlari
cepat seperti sebelum merokok. Jika ikut
ekstrakulikuler musik akan membuatnya tidak maksimal saat main musik, serta
menurunkan kemampuan memori otaknya dalam belajar yang bisa mempengaruhi
nilai-nilai pelajarannya.
- Perkembangan paru-paru terganggu
Tubuh berkembang pada tahap
pertumbuhannya, dan jika seseorang merokok pada periode ini bisa mengganggu
perkembangan paru-parunya. Terlebih jika
remaja merokok setiap hari maka bisa membuatnya sesak napas, batuk yang terus
menerus, dahak berlebihan dan lebih mudah terkena pilek berkali-kali.
- Lebih sulit sembuh saat sakit
Ketika remaja sakit maka akan lebih
sulit untuk bisa kembali sehat seperti semula karena rokok mempengaruhi sistem
imun dalam tubuh. Rokok juga memicu
masalah jantung di usia muda serta mengurangi kekuatan tulang.
- Kecanduan
Remaja yang merokok cenderung jauh
lebih mungkin menjadi kecanduan terhadap nikotin yang membuatnya lebih sulit
untuk berhenti. Saat ia memutuskan untuk
berhenti merokok, mka gejala penarikan seperti depresi, insomnia, mudah marah
dan masalah mentalnya bisa berdampak negatif pada kinerja sekolah serta
perilakunya.
- Terlihat lebih tua dari usianya
Orang yang mulai merokok di usia muda
akan mengalami proses penuaan lebih cepat, ia akan memiliki garis-garis di
wajah serya kulit lebih kering sehingga penampilannya akan lebih tua dibanding
usianya.[3]
Selain itu rokok juga membuat remaja memiliki jerawat
atau masalah kulit lainnya, serta gigi yang kuning. Bahaya merokok bagi pelajar
diantaranya dapat meningkatkan resiko kanker paru-paru dan penyakit jantung di
usia yang masih muda. Selain itu kesehatan kulit tiga kali lipat lebih beresiko
terdapat keriput di sekitar mata dan mulut. Kulit akan menua sebelum waktunya
atau biasa disebut penuaan dini. Jangan menganggap merokok bisa membantu
menghilangkan stress saat ujian. Bukti medis menunjukkan bahwa merokok tidak
menenangkan. Ini hanya efek sementara nikotin yang memberikan rasa tenang
sesaat. Setelah itu jika sudah selesai merokok stress akan kembali lagi.
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan
luas perkebunan tembakau terbesar di dunia. Hal ini berbanding lurus dengan tingkat
konsumsi tembakau yang juga menduduki salah satu peringkat tertinggi di dunia.
Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika sepertiga (34%) populasi Indonesia
diestimasikan merokok.
Kebiasaan merokok bukan hanya menjadi
permasalahan yang dominan terjadi pada kalangan dewasa akan tetapi telah
menjadi fenomena baru bagi para remaja dan bahkan anak-anak. Kebanyakan perokok
dewasa memulai perilaku merokok pada masa remaja. Riset Kesehatan Dasar,
mendeteksi bahwa mayoritas perokok telah mencoba merokok mulai usia remaja.
Bahkan, di kalangan remaja laki-laki tersebar opini bahwa lelaki yang tidak
merokok dianggap golongan banci. Sebaliknya, di kalangan remaja perempuan
beredar pandangan bahwa untuk mencapai emansipasi (kesetaraan) dengan kaum
laki-laki maka dapat ditunjukkan melalui perilaku merokok.[4]
Sebagian besar remaja yang merokok masih
didominansi oleh laki-laki. Rasio perilaku merokok berdasarkan jenis kelamin
remaja di Indonesia adalah 12:1 pada remaja laki-laki dibandingkan perempuan.
Hal ini memperlihatkan bahwa pada laki-laki aktivitas merokok merupakan salah
satu cara untuk mencari serta membuktikan jati diri. Hal ini sesuai dengan
karakteristik tahapan usia remaja yang diantaranya meliputi isu biologi,
psikologi dan sosial dalam diri seorang remaja. Hal inilah yang menjadi pemicu
mulainya perilaku merokok pada awal masa remaja.
Kebiasaan merokok bagi sebagian orang
merupakan suatu hal yang nikmat apabila dilakukan, tetapi tidak bagi orang
lain. Meskipun semua orang mengetahui bahaya yang ditimbulkan dari merokok,
perilaku merokok tetap membudaya pada sebagian orang. Hal ini dapat dirasakan
dalam kehidupan sehari-hari seperti di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum,
maupun di jalan-jalan. Hampir setiap saat di setiap tempat kita menjumpai orang
merokok. Bahaya yang ditimbulkan dari merokok sangat banyak bagi kesehatan.
Hal yang memperihantikan adalah usia pertama
kali merokok semakin lama semakin muda. Jika dahulu orang mulai berani merokok
biasanya pada saat SMA, tapi sekarang sudah sampai pada tingkatan anak SMP atau
bahkan anak-anak SD sudah mulai merokok secara diam-diam. Tindakan merokok pada
anak-anak di bawah umur merupakan satu tindakan kenakalan. Jika dilihat
kebelakang yang menyebabkan anak-anak sekolah dasar yang ada di desa hungayonaa
masuk dalam budaya merokok sangatlah banyak. Faktor seperti pengaruh orang tua,
teman, iklan, serta kepribadian mereka menyebabkan terjerumus dalam budaya
merokok.
Siswa yang berasal dari rumah tangga yang tidak
bahagia, di mana orang tua tidak memperhatinkan anak dan suka memberi hukuman
fisik, lebih mudah menjadi perokok dibandingkan dengan yang berasal dari
lingkungan rumah tangga yang bahagia. Remaja maupun anak-anak yang berasal dari
keluarga yang menekankan nilai-nilai sosial dan agama dengan baik lebih sulit
untuk terlibat dengan rokok/tembakau/obat-obatan dibandingkan dengan remaja
atau anak-anak yang berasal dari keluarga yang permisif dengan penekanan
falsafah “kerjakan urusanmu sendiri-sendiri”. Selain itu, perilaku merokok
mudah didapati pada mereka yang ayah atau ibunya merokok pula. Tindakan merokok
dapat disebabkan karena mencontoh tindakan orang tua mereka.
Namun, pergaulan dapat pula
ditanding sebagai penyebab perilaku merokok. Biasanya remaja atau anak-anak
menjadi perokok karena lingkungan pergaulan yang mengajarkan. Mereka yang tidak
mau merokok dikatakan “banci” jika dia seorang laki-laki. Ejekan itulah yang
mendorong remaja atau anak-anak ikut merokok bersama teman-temannya hanya
sekedar menunjukan bahwa dia adalah laki-laki. Ada pula orang merokok hanya
karena alasan ingin tahu atau hanya sekedar ingin melepaskan diri dari rasa
sakit fisik atau jiwa. Dalam hal ini faktor kepribadianlah yang menyebabkan
orang merokok.
[1] http://www.kompasiana.com/yusriani/penyuluhan-bahaya-rokok-pada-siswa-siswi-smp-di-kota-kendari_54f6debda3331104568b4c15,
Diakses Tanggal 13 Agustus 2017.
[2]http://www.alabunda.com/2015/07/bahaya-mrokok-di-kalangan-pelajarreaja.html,
Diakses Tanggal 13 Agustus 2017.
[3]http://science-student14.blogspot.co.id/2013/04/bahaya-merokok-bagi-remaja.html,
Diakses Tanggal 13 Agustus 2017.
[4]Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Riset
Kesehatan Dasar 2010, (Jakarta: Kemenkes RI, 2010).
No comments:
Post a Comment