Friday, October 27, 2017

Urgensi dan Faedah Musyawarah dalam Islam

Musyawarah telah menjadi wacana yang sangat menarik dalam Islam. Hal itu terjadi karena istilah ini disebutkan dalam al-Qur’an dan Hadits, sehingga musyawarah secara tekstual merupakan fakta wahyu yang tersurat dan bisa menjadi ajaran normatif dalam Islam. Bahkan menjadi sesuatu yang sangat mendasar dalam kehidupan umat manusia, yang dalam setiap detik perkembangan umat manusia, musyawarah senantiasa menjadi bagian yang tidak terpisahkan di tengah perkembangan kehidupan umat manusia. Musyawarah yang diajarkan oleh al-Qur’an bisa dianggap sebagai tawaran konsep utuh yang selalu relevan dengan setiap perkembangan politik umat manusia. Bagaimanapun bentuk konsep politik yang terjadi, musyawarah tetap memiliki relevensi yang tidak terbantahkan, karena musyawarah merupakan ajaran yang bersumber langsung dari Tuhan.[1]
Islam memandang musyawarah sebagai salah satu hal yang amat penting bagi kehidupan insani, bukan saja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan dalam kehidupan berumah tangga dan lain-lainnya. Ini terbukti dari perhatian al-Qur’an dan Hadis yang memerintahkan atau menganjurkan umat pemeluknya supaya bermusyawarah dalam memecah berbagai persoalan yang mereka hadapi. Musyawarah itu di pandang penting, antara lain karena musyawarah merupakan salah satu alat yang mampu mempersekutukan sekelompok orang atau umat di samping sebagai salah satu sarana untuk menghimpun atau mencari pendapat yang lebih dan baik.
Memang dalam kehidupan sosial tidak akan pernah terlepas dari interaksi dengan orang lain. Jika hidup dalam masyarakat yang homogen mungkin kesepakatan akan mudah tercapai dan minim konflik, akan tetapi dalam masyarakat sosial yang sifatnya adalah heterogen, maka potensi timbulnya konflik akan sangat besar dalam interaksi sosial. Dalam interaksi tersebut bisa saja muncul konflik-konflik kecil maupun besar yang di latar belakangi oleh perbedaan pendapat atau kepentingan, Oleh karena itu pentingnya musyawarah sangat berperan besar dalam penyelesaian sebuah konflik sosial yang ada pada masyarakat.
Seperti halnya sebuah mekanisme penyelesaian konflik, musyawarah pun mempunyai tata cara dan aturan-aturan yang jelas dan diharapkan tidak mengintimidasi dan merugikan salah satu pihak. Karena sifatnya adalah mufakat untuk mencapai kesepakatan, maka keimanan dan ketakawaan sangat berperan penting dalam setiap individu-individu yang terlibat dalam musyawarah tersebut agar nantinya bisa berfikir secara jernih dan tanpa emosi. Suatu perdebatan dalam pengambilan keputusan sangat di larang oleh Rasulullah Saw, meskipun benar dianjurkan untuk tidak melakukan perdebatan. Karena debat itu memakai emosi dan ego yang tinggi dan itu datangnya dari sifat-sifat Iblis, sedangkan manusia dianjurkan untuk berlaku sabar.[2]
Musyawarah untuk mufakat adalah bentuk pengambilan keputusan bersama yang mengedepankan kebersamaan. Musyawarah dilakukan dengan cara mempertemukan semua pendapat yang berbeda-beda. Setelah semua pendapat didengar dan ditampung, pendapat yang paling baik akan disepakati bersama. Dari berbagai pendapat, tentunya tidak mudah menentukan pendapat yang terbaik. Biasanya semua orang akan mengatakan bahwa pendapatnyalah yang terbaik.

Ketika seluruh pendapat sudah dikemukakan, pembicaraanpun terjadi. Setelah dipertimbangkan akhirnya satu pendapat disepakati. Itulah yang kemudian disebut mufakat atau kesepakatan bersama. Dengan jalan mufakat, diharapkan keputusan bersama yang diambil mencerminkan semua pendapat. Dengan demikian, tidak ada lagi anggota yang merasa bahwa pendapatnya tidak diperhatikan.
Musyawarah mengandung banyak sekali manfaatnya. Diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Melalui musyawarah untuk mengambil suatu keputusan, dapat diketahui kadar akal, pemahaman, kadar kecintaan dan keikhlasan terhadap kemaslahatan umum.
  2. Kemampuan akal manusia itu bertingkat-tingkat dan jalan berfikirnya pun berbeda-beda. Sebab, kemungkinan ada di antara mereka mempunyai suatu kelebihan yang tidak dimiliki orang lain, para pembesar sekalipun.
  3. Semua pendapat atau keputusan di dalam musyawarah diuji kemampuannya. Setelah itu, dipilihlah pendapat atau keputusan yang lebih baik.
  4. Di dalam musyawarah untuk mengambil suatu keputusan, akan tampak bersatunya hati untuk mensukseskan suatu upaya dan kesepakatan hati.[3]

Senada dengan pendapat di atas, dalam sumber yang lain sebagaimana dijelaskan oleh Abdurrahman As-Sa’di dalam Tafsir-nya menyebutkan faedah-faedah musyawarah di antaranya:
  1. Musyawarah termasuk ibadah yang mendekatkan kepada Allah Swt
  2. Dengan musyawarah akan melegakan mereka (yang diajak bermusyawarah) dan menghilangkan keraguan dan ketidakpuasan hati yang muncul kerana sesebuah peristiwa. Berbeda halnya dengan yang tidak melakukan musyawarah, ini menyebabkan orang tidak akan bersungguh-sungguh menghayati, mencintai dan sukar untuk menaatinya. Seandainya menaati pun, tidak dengan penuh ketaatan atau tidak sepenuh hati.
  3. Dengan bermusyawarah, akan menyinari pemikiran kerana menggunakan pada tempatnya.
  4. Musyawarah akan menghasilkan pendapat yang benar, kerana hampir-hampir seorang yang bermusyawarah tidak akan salah dalam perbuatannya. Kalaupun salah atau belum sempurna sesuatu yang ia cari, maka ia tidak tercela.[4]
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa musyawarah merupakan suatu langkah yang sangat penting untuk mencapai kesepakatan dalam menyelesaikan suatu maksalah. Kebanyakan orang sering mempraktekkan kegiatan musyawarah dalam kehidupan sehari-hari. Baik untuk mengambil sebuah kebijakan besar atau kecil, contohnya dalam sebuah lembaga pemerintahan atau instansi tertentu. Bukan itu saja, dalam kehidupan sehari-hari juga sering melakukan musyawarah. Musyarwarah tidak hanya dilakukan oleh orang terdidik atau orang memiliki ilmu pengetahuan tinggi saja, namun bisa dilakukan oleh semua lapisan masyarakat. Musyawarah akan membawa banyak faedah dan manfaatnya, diantaranya berupa dapat mengambil kesimpulan yang benar, mencari kebenaran, menjaga diri dari kekeliruan, menghindarkan celaan, menciptakan stabilitas emosi, keterpaduan hati dan mengikuti atsar (petunjuk agama).





[1]http://www.pondokalyusuf.com/2013/12/pentingnya-membudayakan-bermusyawarah.html, Diakses Tanggal 13 Mei 2015.

[3]http:// afifulikhwan. blogspot. com/ 2012/12/ pengambilan-keputusan-secara-musyawarah. html, 14 April 2014

[4]Abu Ammar, http://mdredho2172.blogspot.com/2011/01/memahami-syura-dalam-islam. html, Diakses Tanggal 15 Mei 2015. Dalam Taisir Al-Karimirrahman, hal. 154.

No comments:

Post a Comment