Musyawarah
telah menjadi wacana yang sangat menarik dalam Islam. Hal itu terjadi karena
istilah ini disebutkan dalam al-Qur’an dan Hadits, sehingga musyawarah secara
tekstual merupakan fakta wahyu yang tersurat dan bisa menjadi ajaran normatif
dalam Islam. Bahkan menjadi sesuatu yang sangat mendasar dalam kehidupan umat
manusia, yang dalam setiap detik perkembangan umat manusia, musyawarah
senantiasa menjadi bagian yang tidak terpisahkan di tengah perkembangan
kehidupan umat manusia. Musyawarah yang diajarkan oleh al-Qur’an bisa dianggap
sebagai tawaran konsep utuh yang selalu relevan dengan setiap perkembangan
politik umat manusia. Bagaimanapun bentuk konsep politik yang terjadi,
musyawarah tetap memiliki relevensi yang tidak terbantahkan, karena musyawarah
merupakan ajaran yang bersumber langsung dari Tuhan.[1]
Islam
memandang musyawarah sebagai salah satu hal yang amat penting bagi kehidupan
insani, bukan saja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan dalam
kehidupan berumah tangga dan lain-lainnya. Ini terbukti dari perhatian al-Qur’an dan Hadis yang memerintahkan
atau menganjurkan umat pemeluknya supaya bermusyawarah dalam memecah berbagai
persoalan yang mereka hadapi. Musyawarah
itu di pandang penting, antara lain karena musyawarah merupakan salah satu alat
yang mampu mempersekutukan sekelompok orang atau umat di samping sebagai salah
satu sarana untuk menghimpun atau mencari
pendapat yang lebih dan baik.
Memang dalam kehidupan sosial tidak akan pernah
terlepas dari interaksi dengan orang lain. Jika hidup dalam masyarakat yang
homogen mungkin kesepakatan akan mudah tercapai dan minim konflik, akan tetapi
dalam masyarakat sosial yang sifatnya adalah heterogen, maka potensi timbulnya konflik
akan sangat besar dalam interaksi sosial. Dalam
interaksi tersebut bisa saja muncul konflik-konflik kecil maupun besar yang di
latar belakangi oleh perbedaan pendapat atau kepentingan, Oleh karena itu
pentingnya musyawarah sangat berperan besar dalam penyelesaian sebuah konflik
sosial yang ada pada masyarakat.
Seperti halnya sebuah mekanisme penyelesaian konflik,
musyawarah pun mempunyai tata cara dan aturan-aturan yang jelas dan diharapkan
tidak mengintimidasi dan merugikan salah satu pihak. Karena sifatnya adalah mufakat untuk mencapai
kesepakatan, maka keimanan dan ketakawaan sangat berperan penting dalam setiap
individu-individu yang terlibat dalam musyawarah tersebut agar nantinya bisa
berfikir secara jernih dan tanpa emosi. Suatu
perdebatan dalam pengambilan keputusan sangat di larang oleh Rasulullah Saw,
meskipun benar dianjurkan untuk tidak melakukan perdebatan. Karena debat itu memakai
emosi dan ego yang tinggi dan itu datangnya dari sifat-sifat Iblis, sedangkan
manusia dianjurkan untuk berlaku sabar.[2]
Musyawarah
untuk mufakat adalah bentuk pengambilan keputusan bersama yang
mengedepankan kebersamaan. Musyawarah dilakukan dengan cara mempertemukan semua
pendapat yang berbeda-beda. Setelah semua pendapat didengar dan ditampung,
pendapat yang paling baik akan disepakati bersama. Dari berbagai
pendapat, tentunya tidak mudah menentukan pendapat yang terbaik. Biasanya
semua orang akan mengatakan bahwa pendapatnyalah yang terbaik.
Ketika
seluruh pendapat sudah dikemukakan, pembicaraanpun terjadi. Setelah
dipertimbangkan akhirnya satu pendapat disepakati. Itulah yang kemudian
disebut mufakat atau kesepakatan bersama. Dengan jalan mufakat, diharapkan
keputusan bersama yang diambil mencerminkan semua pendapat. Dengan
demikian, tidak ada lagi anggota yang merasa bahwa pendapatnya tidak
diperhatikan.
Musyawarah
mengandung banyak sekali manfaatnya. Diantaranya adalah sebagai berikut:
- Melalui musyawarah untuk mengambil suatu keputusan, dapat diketahui kadar akal, pemahaman, kadar kecintaan dan keikhlasan terhadap kemaslahatan umum.
- Kemampuan akal manusia itu bertingkat-tingkat dan jalan berfikirnya pun berbeda-beda. Sebab, kemungkinan ada di antara mereka mempunyai suatu kelebihan yang tidak dimiliki orang lain, para pembesar sekalipun.
- Semua pendapat atau keputusan di dalam musyawarah diuji kemampuannya. Setelah itu, dipilihlah pendapat atau keputusan yang lebih baik.
- Di dalam musyawarah untuk mengambil suatu keputusan, akan tampak bersatunya hati untuk mensukseskan suatu upaya dan kesepakatan hati.[3]
Senada
dengan pendapat di atas, dalam sumber yang lain sebagaimana dijelaskan oleh Abdurrahman As-Sa’di dalam Tafsir-nya menyebutkan
faedah-faedah musyawarah di antaranya:
- Musyawarah termasuk ibadah yang mendekatkan kepada Allah Swt
- Dengan musyawarah akan melegakan mereka (yang diajak bermusyawarah) dan menghilangkan keraguan dan ketidakpuasan hati yang muncul kerana sesebuah peristiwa. Berbeda halnya dengan yang tidak melakukan musyawarah, ini menyebabkan orang tidak akan bersungguh-sungguh menghayati, mencintai dan sukar untuk menaatinya. Seandainya menaati pun, tidak dengan penuh ketaatan atau tidak sepenuh hati.
- Dengan bermusyawarah, akan menyinari pemikiran kerana menggunakan pada tempatnya.
- Musyawarah akan menghasilkan pendapat yang benar, kerana hampir-hampir seorang yang bermusyawarah tidak akan salah dalam perbuatannya. Kalaupun salah atau belum sempurna sesuatu yang ia cari, maka ia tidak tercela.[4]
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa musyawarah merupakan suatu langkah
yang sangat penting untuk mencapai kesepakatan dalam menyelesaikan suatu
maksalah. Kebanyakan orang sering mempraktekkan kegiatan musyawarah dalam
kehidupan sehari-hari. Baik untuk mengambil sebuah kebijakan besar atau kecil,
contohnya dalam sebuah lembaga pemerintahan atau instansi tertentu. Bukan itu
saja, dalam kehidupan sehari-hari juga sering melakukan musyawarah. Musyarwarah
tidak hanya dilakukan oleh orang terdidik atau orang memiliki ilmu pengetahuan
tinggi saja, namun bisa dilakukan oleh semua lapisan masyarakat. Musyawarah akan
membawa banyak faedah dan manfaatnya, diantaranya berupa dapat mengambil
kesimpulan yang benar, mencari kebenaran, menjaga diri dari kekeliruan,
menghindarkan celaan, menciptakan stabilitas emosi, keterpaduan hati dan
mengikuti atsar (petunjuk agama).
[1]http://www.pondokalyusuf.com/2013/12/pentingnya-membudayakan-bermusyawarah.html,
Diakses Tanggal 13 Mei 2015.
[2]Aan
Budianto, http://pejuangmedia.blogspot.com/2012/02/pentingnya-musyawarah.html,
Diakses Tanggal 13 Mei 2015.
[3]http://
afifulikhwan. blogspot. com/ 2012/12/ pengambilan-keputusan-secara-musyawarah.
html, 14 April 2014
[4]Abu
Ammar, http://mdredho2172.blogspot.com/2011/01/memahami-syura-dalam-islam. html,
Diakses Tanggal 15 Mei 2015. Dalam Taisir
Al-Karimirrahman, hal. 154.
No comments:
Post a Comment