Saturday, October 7, 2017

MASJID TEMPAT PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN UMAT

Oleh: Muhammad Syarif, S.Pd.I., MA
Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Email: muhammadsyarif290785@gmail.com

A.        Latar Belakang
Perkembangan umat Islam pada periode awal tidak lepas dari masjid. Masjid adalah suatu tempat (bangunan) yang fungsi utamanya sebagai tempat shalat bersujud menyembah Allah Swt. Di samping sebagai tempat beribadah umat Islam dalam arti khusus (mahdhah), masjid juga merupakan tempat beribadah secara luas (ghairu mahdhah) selama dilakukan dalam batas-batas syari'ah. Masjid yang besar, indah dan bersih adalah dambaan kita, namun semua itu belum cukup apabila tidak ditunjang dengan kegiatan-kegiatan memakmurkan masjid.[1]
Masjid menjadi pilar spiritual yang menyangga kehidupan duniawi umat. Masjid mencerminkan seluruh aktivitas umat, masjid menjadi pengukur dan indikator dari kesejahteraan umat baik lahir maupun batin. Oleh sebab itu, jika tidak ada masjid di wilayah yang berpenduduk agama Islam atau ada masjid di tengah penduduk Islam, tetapi tidak digunakan sebagai pusat kehidupan umat, ini akan menjadi isyarat negatif timbulnya dis-orientasi kehidupan umat. Dalam dua situasi ini, umat akan mengalami kebingungan dan menderita berbagai penyakit mental maupun fisik serta tidak dapat menikmati distribusi aliran ridha dan energi dari Allah Swt.[2]
Masjid merupakan wadah yang paling strategis dalam membina dan menggerakkan potensi umat Islam untuk mewujudkan Sumbar Daya Manusia (SDM) yang tangguh dan berkualitas. Sebagai pusat pembinaan umat, eksistensi masjid kini dihadapkan pada berbagai perubahan dan tantangan yang terus bergulir di lingkungan masyarakat. Isu globalisasi dan informasi merupakan fenomena yang tidak dapat diabaikan begitu saja, semakin dominannya sektor informasi dalam kehidupan masyarakat, tentu akan memberikan banyak implikasi, termasuk peluang dan tantangan kepada umat Islam dalam bersosialisasi dan beraktualisasi di masyarakat luas. Sejalan dengan itu, peran sentral masjid semakin dituntut agar mampu menampung dan mengikuti segala perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Disisi lain, untuk mewujudkan peran masjid sebagai sentral kegiatan, keberadaan masjid perlu diimbangi dengan kualitas perencanaan fisik dan menejerial yang professional.
Masjid sebagai pranata sosial Islam sekaligus media rahmatan lil ‘alamin hanya bisa terwujud jika masjid menjalankan peran dan fungsinya. Namun, seringkali peran masjid tidak berjalan baik karena pengelolaannya yang kurang tepat. Untuk itu, fungsi dan peran masjid sebagai lembaga sosial sesuai dengan tuntunan ajaran agama dalam dimensi kekinian harus di revitalisasikan.
Fenomena masjid yang terjadi saat ini, fungsi dan peranannya tidak lagi terarah sesuai dengan harapan. Masjid tetap sebagai tempat penyelenggaraan ibadah, artinya berfungsi sebagai pusat pembinaan mental spiritual, akan tetapi penyelenggaraan ibadah semakin menyempit. Padahal, masjid memiliki peran strategis sebagai pusat pembinaan dalam upaya melindungi, memberdayakan, dan mempersatukan umat untuk mewujudkan umat yang berkualitas, moderat dan toleran.
Ketika harus melihat eksistensi masjid di era sekarang dalam pengertian fisik, masjid masih memiliki pengertian yang sangat sempit, hanya sebagai tempat aktifitas shalat yang fungsinya masih kalah jauh dibanding ruang publik lain yang bersifat umum. Selain itu, pembangunan masjid yang semakin marak tidak diikuti oleh mutu pemberdayaan, sehingga masjid terkesan tidak dapat memberikan manfaat sosial bagi masyarakat.
Fenomena ini terjadi pada sejumlah masjid di Aceh, yang mana masjid tidak lagi dirasakan kehadirannya oleh masyarakat, hal ini dikarenakan penyempitan fungsi dan peran masjid yang terjadi di era modern. Bahkan masjid tidak lagi difungsikan sebagai lembaga sosial yang bertujuan mempererat silaturahmi dengan menyalurkan zakat oleh masjid. Peran dakwah, politik, ekonomi, sosial dan kesehatan yang sudah mulai menghilang dari masjid perlu untuk di revitalisasikan di era modern. Menghilangnya peran dan fungsi tersebut disebabkan minimnya pengetahuan sumber daya manusia (ta’mir) masjid tentang peran dan fungsi masjid serta dana masjid yang tidak mencukupi untuk pengadaan aktifitas-aktifitas sosial masjid.
Berangkat dari konsep normativitas masjid dan historisitas faktual yang dilaksanakan Nabi Muhammad Saw pada masa hidupnya, menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Nabi Muhammad Saw terhadap masjid, ternyata tidak sebatas pada pemaknaan sajada yang formal dan sederhana sebagaimana yang lazim dipahami dan diapresiasi oleh masyarakat muslim saat ini, yakni sebagai tempat shalat dan melaksanakan aktivitas-aktivitas rutin untuk menumbuhkembangkan keshalehan individual. Tetapi lebih dari itu, masjid dijadikan oleh Nabi Muhammad Saw sebagai lembaga penumbuhkembangan keshalehan sosial dalam rangka menciptakan masyarakat religion-politik menurut tuntunan ajaran Islam. Pada masa itu, masjid sepenuhnya berperan sebagai lembaga rekayasa sosial yang sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.[3]
Jika masjid memainkan peranan-peranannya, maka dimungkinkan untuk menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga lain, yang pada akhirnya akan mewarnai kehidupan masyarakat, dengan corak warna Islami. Sudah selayaknya lembaga-lembaga ini saling bekerjasama dengan masjid di bidang penyuluhan dan pembudayaan. Sesungguhnya peran masjid dalam realitasnya, merupakan bagian integratif bersama peran lembaga-lembaga lainnya di dalam masyarakat. Dari masjidlah, lembaga-lembaga ini menjalankan kegiatankegiatannya yang mengurai berbagai benang merah, serta berpartisipasi dalam merajut kehidupan masyarakat.[4]
Untuk mencapai hasil yang optimal perlu didukung dengan sistem, aktivitas dan lembaga pemberdayaan masjid. Gerakan ini diharapkan dapat berlangsung secara massal dan melibatkan banyak komponen umat, baik Pengurus Masjid, Ulama, Umara, Ustadz, Mubaligh, Intelektual, Aktivis organisasi Islam, Pemerintah, Politisi muslim maupun kaum muslimin pada umumnya.

B.         Pengertian dan Fungsi Masjid
1.      Pengertian
Masjid berasal dari bahasa Arab “sajada” yang berarti tempat bersujud atau tempat menyembah Allah swt. Selain itu, masjid juga merupakan tempat orang berkumpul dan melaksanakan shalat secara berjama’ah dengan tujuan meningkatkan solidaritas dan silaturrahmi dikalangan kaum muslimin, dan dimasjid pulalah tempat terbaik untuk melangsungkan shalat jum’at.[5] Abu Bakar mendifinisikan bahwa masjid adalah tempat memotifasi dan membangkitkan kekuasaan ruhaniyah dan keimanan seorang muslim.[6]
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masjid merupakan tempat untuk melaksanakan segala bentuk ibadah kepada Allah swt (hablum minallah) dan aktifitas sosial lainnya (hablum minannas).

2.      Fungsi Masjid
a.      Fungsi Masjid Pada Masa Nabi Muhammad Saw
Masjid di masa Rasulullah saw bukan hanya sebagai tempat penyaluran emosi religius semata ia telah dijadikan pusat aktivitas umat. Hal-hal yg dapat direkam sejarah tentang fungsi masjid di antaranya.
1)      Tempat latihan perang. Rasulullah Saw mengizinkan ‘Aisyah menyaksikan dari belakang beliau orang-orang Habasyah berlatih menggunakan tombak mereka di Masjid Rasulullah pada hari raya.
2)      Balai pengobatan tentara muslim yang terluka.[7] Sa’d bin Mu’adz terluka ketika perang Khandaq maka Rasulullah mendirikan kemah di masjid.
3)      Tempat tinggal sahabat yang dirawat.
4)      Tempat menerima tamu. Ketika utusan kaum Tsaqif datang kepada Nabi saw beliau menyuruh sahabatnya untuk membuat kemah sebagai tempat perjamuan mereka.
5)      Tempat penahanan tawanan perang.[8] Tsumamah bin Utsalah seorang tawanan perang dari Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum perkaranya diputuskan.
6)      Pengadilan. Rasulullah menggunakan masjid sebagai tempat penyelesaian perselisihan di antara para sahabatnya.
7)      Selain hal-hal di atas masjid juga merupakan tempat bernaungnya orang asing musafir dan tunawisma. Di masjid mereka mendapatkan makan minum pakaian dan kebutuhan lainnya. Di masjid Rasulullah menyediakan pekerjaan bagi penganggur mengajari yang tidak tahu, menolong orang miskin, mengajari tentang kesehatan dan kemasyarakatan, menginformasikan perkara yang dibutuhkan umat, menerima utusan suku-suku dan negara-negara menyiapkan tentara dan mengutus para da’i ke pelosok-pelosok negeri.
8)      Masjid Rasulullah Saw adalah masjid yang berasaskan taqwa. Maka jadilah masjid tersebut sebuah tempat menimba ilmu menyucikan jiwa dan raga. Menjadi tempat yang memberikan arti tujuan hidup dan cara-cara meraihnya. Menjadi tempat yang mendahulukan praktek kerja nyata sebelum teori. Sebuah masjid yang telah mengangkat esensi kemanusiaan manusia sebagai hamba terbaik di muka bumi.
Ada hal yang lebih strategis lagi, yaitu pada zaman Rasul, masjid adalah pusat pengembangan masyarakat di mana setiap hari masyarakat berjumpa dan mendengar arahan-arahan dari Rasul tentang berbagai hal, prinsip- prinsip keberagamaan, tentang sistem masyarakat baru, juga ayat-ayat al-Qur'an yang baru turun. Di dalam masjid pula terjadi interaksi antar pemikiran dan antar karakter manusia. Azan yang dikumandangkan lima kali sehari sangat efektif mempertemukan masyarakat dalam membangun kebersamaan.
Bersamaan dengan perkembangan zaman, terjadi ekses-ekses di mana bisnis dan urusan duniawi lebih dominan dalam pikiran dibanding ibadah meski di dalam masjid, dan hal ini memberikan inspirasi kepada Umar bin Khattab untuk membangun fasilitas di dekat masjid, di mana masjid lebih diutamakan untuk hal-hal yang jelas makna ukhrawinya, sementara untuk berbicara tentang hal-hal yang lebih berdimensi duniawi, Umar membuat ruang khusus di samping masjid. Itulah asal usulnya sehinga pada masa sejarah Islam klassik (hingga sekarang), pasar dan sekolahan selalu berada di dekat masjid.
b.      Fungsi Masjid di Masa Kini
Masjid dimasa kini memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam kehidupan umat Islam, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai tempat beribadah, Sesuai dengan namanya masjid adalah tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridha Allah, maka fungsi masjid disamping sebagai tempat shalat juga sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam.
2.      Sebagai tempat menuntut ilmu,[9] Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ain bagi umat Islam. Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di masjid.
3.      Sebagai tempat pembinaan jamaah, Dengan adanya umat Islam di sekitarnya, masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi Ta’mir Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan dawah islamiyahnya. Sehingga masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.[10]
4.      Sebagai pusat dakwah dan kebudayaan Islam, Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk menyebarluaskan dakwah Islamiyah dan budaya Islami. Di masjid pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan dakwah dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu masjid, berperan sebagai sentra aktivitas dakwah dan kebudayaan.
5.      Sebagai pusat kaderisasi umat, Sebagai tempat pembinaan jama’ah dan kepemimpinan umat, masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di masjid sejak mereka masih kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), Remaja Masjid maupun Ta’mir Masjid beserta sejumlah kegiatannya.
6.      Sebagai basis Kebangkitan Umat Islam. Umat Islam yang sekian lama tertidur dan tertinggal dalam percaturan peradaban dunia berusaha untuk bangkit dengan berlandaskan nilai-nilai agamanya. Islam dikaji dan ditelaah dari berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi, politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk diaplikasikan dan dikembangkan dalam kehidupan riil umat. Menafasi kehidupan dunia ini dengan nilai-nilai Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek kehidupan secara arif bijaksana digulirkan.
7.      Umat Islam berusaha untuk bangkit. Kebangkitan ini memerlukan peran masjid sebagai basis perjuangan. Kebangkitan berawal dari masjid menuju masyarakat secara luas.

C.         Dinamika Masjid
Keadaan masjid mencerminkan keadaan umat Islam. Makmur atau sepinya masjid sangat bergantung pada mereka. Apabila mereka rajin beribadah ke masjid maka makmurlah tempat ibadah itu. Tapi apabila mereka enggan dan malas maka sepilah tempat ibadah itu. Dinamika sebuah masjid amat ditentukan oleh faktor objektif umat Islam disekitarnya. Umat yang dinamis akan menjadikan masjidnya dinamis. Berbagai aktivitas  dan kreativitas tentu akan berlangsung di masjid. Sepeti:
1.      Suara azan, suara azan yang berkumandang dari masjid setiap waktu shalat akan menggerakkan orang-orang beriman untuk menangguhkan segala kesibukan mereka dan bergegas mendatangi masjid guna melaksanakan kewajiban shalat fardhu. Alunan suara azan menunjukan bahwa adanya dinamika pada tempat ibadah itu. Dari sebuah masjid yang tidak memperdengarkan suara azan sudah dipastikan bahwa ditempat ibadah itu tidak ada dinamika.
2.      Shalat berjamaah, banyaknya jamaah di dalam masjid untuk melaksanakan ibadah menunjukkan masjid itu ramai dan makmur. Tanpa adanya kegiatan shalat berjamaah shaf-shaf masjid menjadi sepi, bahkan akan merubah fungsinya sebagai tempat tempat ibadah. Karena, shalat berjamaah ini harus di jaga dan ditegakkan di setiap masjid oleh setiap orang muslim disekitarnya.
3.      Suara ayat-ayat suci, suara ayat-ayat suci al-Quran yang senantiasa terdengar di masjid merupakan salah satu ciri dinamika masjid.


D.        Problematika Masjid dan Upaya Mengatasinya
1.      Problematika
Masjid tidak luput dari berbagai problematika, baik menyangkut pengurus, kegiaatan, maupun yang berkenaan dengan jamaah. Jika problematika ini berlarut-larut maka bisa menghambat kemajuan dan kemakmuran masjid tersebut. Fungsi masjid menjadi tidak berjalan  sebagaimana mestinya, sehingga masjid tidak berbeda dengan bangunan biasa. Di antara problemnya adalah sebagai berikut:
1)   Pengurus tertutup, pengurus masjid dipilih oleh jamaah secara demokratis, pengurus dengan corak kepemimpinannya yang tertutup biasanya tidak peduli terhadap aspirasi jamaahnya. Mereka menganggap diri lebih tahu dan bersikap masa bodoh atas usul dan pendapat. Apabila pengurus berwatak seperti ini cukup riskan mengharapkan masjid  yang maju dan makmur sesuai dengan fungsinya.[11]
2)   Jamaah pasif, juga salah satu penghamat kemajuan dan kemakmuran masjid. Pembanguna masjid akan sangat tersendat apabila jamaah enggan turun tangan, berkeberatan mengeluarkan sebagian rezekinya untuk sumbangan masjid. Tanpa dukungan aktif dari jamaah disekitar, tentu saja berlebihan mendambakan hasil yang berarti dari masjid.
3)   Kegiatan kurang, memfungsikan masjid semata-mata sebagai tempat ibadah shalat jum’at otomatis menisbikan inisiatif untuk menggelorakan kegiatan kegiatan lainnya. Masjid hanya ramai sekali seminggu, maka dengan keadaan seperti ini maka masjid akan sangat jauh dari yang namanya kemakmuran.
4)   Tempat wudhu yang kotor, akan membuat citra masjid akan menjadi negatif  bagi masyarakat disekitar.

2.      Mengatasi Problematika masjid
Untuk mengembalikan dan menunaikan risalah masjid seperti dahulu-kala memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Modal utamanya adalah niat yang ikhlas karena Allah kesungguhan dalam bekerja kemauan dalam berusaha serta mau menghadapi tantangan dan ganjalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Secara umum Allah telah memberikan beberapa kriteria yang amat mendasar yang harus dimiliki para pemakmur masjid demi tercapainya risalah masjid, yaitu:

Artinya: “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”.        (QS Attaubah ayat 18).

Merupakan satu langkah mundur jika kepengurusan masjid diserahkan kepada orang-orang yang tidak tergolong dalam ayat di atas. Karena itu menggali dan mengkaji kembali perjalanan sejarah masjid-masjid pada masa Rasulullah dan generasi pertama umat Islam adalah jalan terbaik untuk merevitalisasi fungsi masjid. Selanjutnya tidak memilih para pengurus masjid kecuali orang yang dikenal karena ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Islam. 
Setiap problematika yang mucul perlu diatasi sesuai dengan keadaan dan kemampuan pengurus dan jemaah masjid. Tentu saja tidak semuanya dapat diatasi, tetapi niscaya ada yang dapat diatasi dengan baik dengan mendahulukan yang lebih patut. Problematika yang muncul tidak boleh dibiarkan berlarut sehingga menimbulkan keadaannya semakin parah dan berat. Diantara cara mengatasi problematika yang dihadapi masjid adalah sebagai berikut:
1)   Musyawarah, pengurus masjis perlu melakukan musyawarah. Melalui musyawarah ini diharapkan berbagai maslah dapat di pecahkan dengan baik.
2)   Keterbukaan, menerapkan keterbukaan dalam mengelola masjid sama pentingnya dengan musyawarah. Dengan keterbukaan akan menumbuhkan kepercayaan jamaah terhadap pengurus, melainkan juga akan mendorong terlaksananya kegiatan dengan baik dan hubungan kerja sama yang elok antara pengurus dan jamaah, baik dalam melaksanakan berbagai kegiatan maupun dalam mengatasi berbagai problematika masjid.
3)   Kerja sama, hubungan kerja sama antara pengurus dengan jamaah sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai problematika masjid. Tanpa kerja sama, masalah tetap tinggal masalah. Syarat untuk memelihara keterbukaan adalah suasana demokratis dan musyawarah.

3.      Memelihara Citra Masjid
Sebagai baitullah, masjid merupakan tempat suci umat Islam. Di tempat inilah umat Islam beribadah, mengjadap wajah kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, pemeliharaan dan pelestrian citra masjid terpikul sepenuhnya di pundak umat Islam. Baik  sebagai pribadi maupun komunitas. Umat Islam harus menjaga citra masjid agar tidak buruk dan rusak dalam pandangan dan gangguan pihak luar. Memelihara citra masjid tidak hanya dari segi bangunannya saja akan tetapi juga menyangkut gairah kegiatannya. Dalam konteks ini, faktor penentunya tidak lain dari sumber daya manusia, yakni pengurus dan jamaah. Di antara citra masjid yang harus dijaga adalah:
1)   Akhlak pengurus , setiap pengurus harus memiliki akhlak yang baik dan mulia. Sebagai pribadi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan masjid, kualitas kepemimpinan dan kemampuan managerial saja belum cukup. Pengurus yang berakhlak baik dan mulia tentunya akan bertindak dan berbuat baik dan bermanfaat di masjid, sehingga citra masjid juga menjadi baik.
2)   Akhlak jamaah, tidak hanya pengurus jamaah pun perlu memiliki akhlak yang baik dan mulia. Merupakan kewajiban pengurus untuk senantiasa membina jamaahnya agar memiliki akhlak yang terpuji. Kebaikan dan kemulian akhlak jamaah, secara langsung akan berpengaruh terhadap citra masjid.
3)   Kebersihan masjid, kebersihan masjid harus senantiasa dipelihara oleh pengurus dan jamaah masjid. Masjid yang bersih akan menjadikan suasana ibadah tenang dan khusyu. Tapi apabila masjid dalam keadaan masjid kotor dan berbau tidak sedap, tentu akan mengganggu ketenangan dan kekhusukan ibadah. Masjid yang kotor dan kurang terawat tentu akan merusak citranya sendiri sebagai tempat suci dan tempat ibadah.
4)   Pelaksanaan ibadah, pelaksanaan ibadah di masjid harus dengan aturan yang telah digariskan dalam ajaran Islam. Acuannya adalah Al-Quran dan sunnah Rasulullah Saw. Jika ibadah di selenggarakan benar-benar sesuai tuntutan, pelaksanaannya tidak akan semberawut dan kacau balau. Tetapi apabila prakteknya melenceng dari garis ketentuan, maka pelaksanaan ibadah di masjid menjadi acak-acakan. Shaf yang lurus dan rapat, dengan imam yang tidak lupa menganjurkan adab shalat berjamaah, maka akan menghasilkan shalat yang tertib dan khusyu. Jadi. Semua pihak berkewajiban memelihara tata tertib beribadah dalam masjid sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
5)   Memperhatikan keindahan dan kenyamanan masjid,  keindahan yang dimaksud tidak identik dengan pameran seni namun lebih sekedar untuk menggambarkan nuansa masjid yang kharismatik dan sesuai dengan nilai dan aturan serta budaya Islam yang fundamental.[12]

E.         Pengelolaan Kegiatan Masjid
Perencanaan kegiatan non fisik dalam rangka memakmurkan masjid menjadi hal yang sangat penting dalam rangka mengoptimalkan fungsi masjid sesuai yang diharapkan. Karena itu keberadaan pengurus masjid (ta’mir) untuk menjalankan aktivitas kegiatan masjid menjadi kunci utama terhadap keberhasilan program kegiatan. Untuk itu tenaga pengelola masjid harus memiliki kompetensi atau professional, memahami sumber pokok ajaran Al-Qur’an dan Al-sunnah, fasih membaca Al-Qur’an, memiliki akhlak mulia, dan memiliki ghirah keislaman yang kuat berjihad menegakkan kebenaran dan amar ma’ruf nahi munkar. Para pengurus hendaknya adalah orang yang memiliki kecermatan dalam berpikir, berpengalaman luas, dan mengenal baik terhadap lingkungannya, hendaknya orang yang berwibawa. Para pengurus adalah orang yang dapat menjadi suri tauladan bagi jamaah dan dapat melaksanakan fungsi tugasnya dengan amanah dan penuh dedikasi dan keikhlasan. 
Para pengurus masjid secara tidak langsung adalah sebagai da’i, yang berperan dalam membina umat dan mengembangkan dakwah di masyarakat. Hendaknya personalia kepengurusan mengikut sertakan anak muda untuk kaderisasi dan pengembangan generasi penerus. Untuk memberdayakan masjid, perlu disusun kepengurusan ta’mir masjid yang komposisinya disesuaikan dengan kapasitas program yang akan dilaksanakan. Sudah barang tentu komposisi pengurus antara satu masjid dengan masjid yang lain memiliki perbedaan, tergantung pada besar kecilnya program kerja yang akan dilaksanakan, juga disesuaikan dengan kapasitas masjid. Untuk menunjang pelaksanaan program kerja, pengurus masjid harus diberikan pembekalan tentang kepemimpinan dan pengorganisasian masjid, hal ini penting agar masing-masing pengurus memiliki pemahaman tentang hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai pengurus. Di samping itu pengurus diberikan pembekalan tentang uraian tugas sesuai dengan bidangnya. Uraian tugas tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk pelaksanaan tentang tugas pokok dan fungsi serta petunjuk teknis pelaksanaan dalam menjalankan program kegiatan. 
Dengan demikian masing-masing fungsionaris pengurus akan memahami terhadap beban tugas yang harus dipikul dan dilaksanakan selama menjabat kepengurusan. Selama pengurus menjalankan kegiatan prinsip-prinsip menejemen harus menjadi acuan, terutama dengan menjalankan fungsi menejemen sebagaimana yang di kemukakan oleh Sondang P Siagian; yaitu planning, organizing, motivating, controlling dan Evaluating” (Soekarno, 1976: 64). Pengurus harus mampu merencanakan program kegiatan selama periode kepengurusan, perencanaan tersebut dibuat dan disosialisasikan melalui musyawarah pengurus lengkap yang selanjutnya ditetapkan sebagai program kerja. Program kerja inilah yang dijadikan sebagai pedoman untuk melaksanakan kegiatan, yang perinciaannya diuraikan oleh masing masing seksi. Jadwal pelaksanaan kegiatan dituangkan dalam time schedule kegiatan agar perencanaan program kerja tersebut dapat terlaksana tepat waktu. Dalam merencanakan kegiatan perlu disusun strategi pembinaan jamaah, sebab jamaah masjid akan menjadi basis kekuatan umat dan menjadi sasaran pemberdayaan. Kesatuan jamaah yang diikat oleh akidah yang kuat, melingkupi kesatuan sosio cultural yang Islami, keberadaan kesatuan pengurus dan jamaah akan dapat menjadi barisan yang teratur, rapi dan memiliki kesamaan langkah dalam melaksanakan kewajiban agama sebagaimana filosofi pelaksanaan shalat berjamaah. Untuk itu, pengurus masjid sudah semestinya mengetahui secara cermat tentang kondisi jamaah masjid, sehingga dalam merencanakan program kegiatan benar-benar merupakan aspiratif dan sesuai kebutuhan jamaah. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka memelihara dan membina jamaah, antara lain sebagai berikut:
  1. Menyelenggarakan Kegiatan Ibadah secara tertib, sesuai dengan salah satu fungsi masjid adalah sebagai tempat ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt, maka pelaksanaan ibadah terutama shalat wajib harus dilaksanakan tepat waktu, dan berjamaah. Penegak shalat lima waktu hendaknya orang -orang yang ingin memperoleh keridhaan Allah Swt. Untuk menjaga ketepatan waktu dan tertibnya shalat berjamaah keberadaan Imam tetap yang senantiasa berada di tempat sangat dibutuhkan. Demikian juga mu’adzin yang memiliki suara bagus (qari’ ) serta memahami tartil Qur’an akan membuat orang yang mendengarnya akan merasa nyaman. Para petugas penegak shalat lima waktu seperti Imam dan mu’adzin semestinya ditunjuk oleh pengurus masjid untuk menjalankan tugas tersebut, termasuk tenaga cadangan bila yang bersangkutan berhalangan. Keberadaan imam masjid hendaknya orang yang disenangi oleh masyarakat, sebab orang yang dibenci oleh masyarakat (banyak orang) berkaitan dengan masalah agama dan pribadinya, orang tersebut sebaiknya tidak ditunjuk menjadi imam dan menghindarkan diri dari posisi ini. Ahmad Asy-Syabaasy (1997:70). Seorang imam hendaknya dapat menjadi suri tauladan bagi jamaahnya, jujur, tawadhu’ atau berakhlak mulia dan dapat merefleksikan ajaran Islam dalam kehidupannya. Dengan demikian keberadaan mereka akan mengangkat citra baik keberadaan masjid sebagai tempat ibadah.
  2. Menyelenggarakan Pengajian. Untuk membina jamaah dapat dilakukan dengan mengadakan pengajian-pengajian, bentuknya dapat berupa kultum sebelum atau sesudah dhuhur dan shalat asar, kuliah subuh sesudah shalat subuh berjama’ah, atau pengajian khusus membahas kitab-kitab tertentu, baik khusus kaum Ibu-ibu atau Bapak-bapak. Pengajian semacam ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan tentang ajaran Islam, sehingga jama’ah datang ke masjid tidak hanya melaksanakan ibadah rutin, tetapi mereka dapat menembah ilmu pengetahuan agama, mempererat tali ukhuwah Islamiyah dan dapat meningkatkan ghirah dalam pengamalan ajaran agama di masyarakat.
  3. Menjelenggarakan Pendidikan khusus/ pelatihan. Dalam program ini pembinaan jama’ah lebih dikhususkan lagi. Bentuk isi dan sasarannya tergantung kepada kebutuhan. Bentuknya mungkin dapat berupa kegiatan jangka pendek (program kilat) seperti pelatihan muballigh, pesantren kilat, kursus ketrampilan dan lain-lain. Dapat juga program bulanan seperti kursus bahasa Arab, dan pendidikan jangka panjang khusus untuk anak-anak seperti penyelanggaraan diniyah, untuk membantu kekurangan pengajaran agama yang dilaksanakan disekolah, jika ruangan masjid tersedia dan memungkinkan untuk kegiatan tersebut. Pendidikan khusus anak-anak adalah Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), seperti pembelajaran menggunakan metode Iqra’, pendidikan ini dapat dilaksanakan oleh remaja masjid pengelolaannya. Program ini akan sejalan dengan program Kementerian Agama yang mencanangkan pemberantasan buta huruf al-Qur’an bagi masyarakat, khususnya anak-anak muslim, kegiatan ini diselenggarakan untuk membantu para orang tua yang tidak mampu mendidik bacaan al-Qur’an putra-putrinya di tengah keluarga, sehingga Taman Pendidikan Al-Qur’an ini dapat membantu mereka mengajarkan al-Qur’an. Effektifitas kegiatan pembelajaran sangat dibutuhkan adanya kerjasama antara guru dan orang tua dalam penyelenggaraan kegiatan ini.
  4. Pembinaan Remaja dan Anak-anak. Hal ini amat penting, mengingat para remaja dan anak-anak amat mudah terbawa pengaruh buruk lingkungan dan pergaulannya, terutama dari media elektronik, seperti televisi, VCD, internet atau media sosial dan media surat kabar, majalah dan lain sebagainya. Kegiatan bagi remaja dan anak-anak tidak cukup untuk ceramah-ceramah bahkan ceramah tidak menarik bagi mereka, oleh karena itu, kegiatan bagi remaja hendaknya dapat memadukan antara pembinaan agama dan kegiatan penyaluran hoby seperti kesenian islami, vestival, olah raga, tadabur alam, dan kegiatan yang menunjang ketrampilan. Semuanya kegiatan diupayakan untuk dapat meningkatkan kualitas iman, ilmu dan amal. Untuk menampung aktivitas kegiatan remaja masjid, pengurus masjid dapat membentuk organisasi Remaja Islam Masjid agar program kegiatannya lebih terarah, terkoordinir dan spesifik.
  5. Mengusahakan berdirinya Perpustakaan. Buku-buku, majalah dan sumber-sumber informasi lannya amatlah diperlukan untuk meningkatkan jamaah dan memperluas wawasannya. Di perpustakaan para jamaaah dapat membaca buku mendalami ilmu pengetahuan keislaman, Tafsir, Hadits, fiqh dan buku-buku yang menambah wawasan keislaman.

Masjid yang intensitas kegiatannya dinamis, memerlukan dana yang tidak sedikit untuk pemeliharaan dan pembiyayaan kegiatan rutin setiap bulannya. Tanpa ketersediaan dana yang memadai dipastikan semua gagasan untuk memakmurkan masjid hampir dipastikan tidak dapat terlaksana dengan sempurna. Oleh karena itu menjadi tugas dan tanggung jawab pengurus untuk mencari dan mengumpulkan dana. Mengumpulkan dana untuk pembangunan, renovasi dan pemeliharaan masjid memang tidak mudah. Banyak kesilitan yang biasanya dihadapi oleh pengurus. Untuk itu diperlukan inovasi dan kreatifitas dalam pemungutan dana. Khusus untuk menhimpun dana rutin pemeliharaan masjid dapat diperoleh dari:
a.      Jamaah masjid melalui kotak amal jum’at dan permanen;
b.      Donatur tetap masjid;
c.       Sumbangan lembaga/instansi terkait; dan
d.      Sumber-sumber lain yang halal dan tidak mengikat.
Basis utama pendanaan sedapat mungkin adalah jama’ah masjid, namun sering hal ini tidak mencukupi. Karena itu perlu dibuka tromol kotak-kotak amal diberbagai tempat, seperti took-toko orang-orang (muslim) yang banyak dikunjungi orang, membuka giro maupun rekening yang disebar melalui bulletin atau dipasang di tempat-tempat pengumuman yang memungkinkan orang dapat menymbangkan dana seperti kantor Bank. Sebaiknya pengumpulan dana dihindarkan dari mencegat atau menghentikan mobil di jalan raya, hal ini akan mengganggu lalu lintas dan menghambat perjalanan. Untuk memperoleh dana masukan dalam pembiayaan kegiatan masjid bila memungkinkan masjid dapat membuka amal usaha, seperti koperasi masjid, dll. Sehingga kegiatan masjid yang memiliki anggaran yang cukup besar dapat tertanggulangi tanpa ada subsidi atau terlalu berketergantungan dari pemerintah.

F.          Penutup
Masjid harus difungsikan sebagai pusat kegiatan ibadah, pembinaan masyarakat dan kebudayaan Islam. Hal ini akan terlaksana apabila dalam pelaksanaan pembangunan masjid lokasi, tata ruang dirancang untuk menjalankan fungsi masjid secara optimal, dan pengelolaan masjid diselenggarakan dengan menejerial yang professional, Sehingga masjid yang selama ini hanya dijadikan sebagi tempat ibadah, fungsi masjid akan terlaksana secara optimal. Sebagaimana fungsi masjid pada awal-awal kelahiran Islam. Tentu saja dalam prakteknya dapat dikembangkan inovasi dan kreativitas yang disesuaikan dengan pekembangan masyarakat. Dengan demikian masjid menjadi dinamis dalam menunjang pemberdayaan kehidupan masyarakat.
Mengelola masjid pada saat sekarang ini memerlukan ilmu dan keterampilan manajemen, pengurus dan jamaah masjid harus mampu menyesuaikan diri dengan riak perkembangan zaman. Masjid merupakan bangunan yang didirikan dengan fungsi utama untuk memfasilitasi pelaksanaan shalat. Dengan memakmurkan masjid merupakan salah satu bentuk taqarrub (upaya mendekatkan diri) kepada Allah Swt yang paling utama. Adapun yang menjadi ruang lingkup masjid adalah eksistensi masjid di mata masyarakat, dinamika masjid dalam pembangunan umat Islam, problematika masjid yang terjadi saat sekarang ini, serta cara memecahkan masalah atau problema yang ada, dan memelihara citra masjid. Agar di masjid menjadi indah dan berguna di mata masyarakat di sekitarnya. Jadi yang menjadi tujuan masjid adalah: pembinaan pribadi muslim menjadi umat yang benar-benar mukmin, pembinaan manusia mukmin yang cinta ilmu pengetahuan dan teknologi, pembinaan remaja atau pemuda masjid menjadi mukmin yang selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt, membina umat yang giat bekerja, tekun, rajin dan disiplin yang memiliki sifat sabar, syukur, jihad dan takwa, membangun masyarakat yang memiliki sifat kasih sayang, masyarakat marhamah, masyarakat bertakwa dan masyarakat yang memupuk rasa persamaan, serta membangun masyarakat yang tahu dan melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya, masyarakat yang bersedia mengorbankan tenaga dan pikiran untuk membangun kehidupan yang diridhai Allah Swt.

G.        Referensi
Abubakar, Manajemen Berbasis IT, Yogyakarta: Arina, 2007.
Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid, Jakarta: Al-Qalam, 2009.
Budiman Mustofa, Manajemen Masjid, Surakarta: Ziyad Books, 2008.
Mohammad, E. Ayub, Manajemen Masjid, Jakarta: Gema Insani, 1996.
M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, Jakarta: Lentera Hati, 2011.
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1992.
Nana Rukmana, Masjid dan Dakwah, Merencanakan, Membangun dan Mengelola Masjid, Mengemas Substansi Dakwah, Upaya Pemecahan Krisis moral dan Spritual, Jakarta: Almawardi Prima, 2002.
Sidi, Gazalba, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Antara, 1971.
Supriyanto Abdullah, Peran dan Fungsi Masjid, Yogyakarta: Cahaya Hikmah, 1997.
Yusuf Al-Qaradhawi, Tuntunan Membangun Masjid, Jakarta: Gema Insani Press. 2000.



[1]Sidi, Gazalba, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Antara ,1971), hlm. 27
[2]Nana Rukmana, Masjid dan Dakwah, Merencanakan, Membangun dan Mengelola Masjid, Mengemas Substansi Dakwah, Upaya Pemecahan Krisis moral dan Spritual, (Jakarta: Almawardi Prima, 2002), hlm. 76.
[3]M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, (Jakarta: Lentera Hati, 2011), hlm. 154.
[4]M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 1992), hlm. 149.
[5]Mohammad, E. Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani, 1996), hlm. 1-2.
[6]Abubakar, Manajemen Berbasis IT, (Yogyakarta: Arina, 2007), hlm. 9.
[7]Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid, (Jakarta: Al-Qalam, 2009), hlm. 44.
[8] Budiman Mustofa, Manajemen Masjid, (Surakarta: Ziyad Books, 2008), hlm. 29.
[9]Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan…, hlm. 56.
[10]Supriyanto Abdullah, Peran dan Fungsi Masjid, (Yogyakarta: Cahaya Hikmah, 1997), hlm. 10.
[11] Yusuf Al-Qaradhawi,  Tuntunan Membangun Masjid, (Jakarta: Gema Insani Press. 2000)
[12]Mohammad E. Ayub, Manajemen Masjid…, hlm. 53.

No comments:

Post a Comment