Muhammad Syarif
KONDISI kesejahteraan
masyaraat yang belum kunjung merata, korupsi yang seakan membudaya, menipisnya
rasa toleransi, pengingkaran terhadap perbedaan, keanekaragaman dan rasa
keadilan sosial yang belum terwujud dengan maksimal, belum menunjukkan karakter
bangsa berlandaskan Pancasila. Pada titik inilah revolusi karakter bangsa perlu
dilakukan melalui pendidikan kebangsaan sebagai bagian dari kebudayaan dengan merevitalisasi
sistem
nilai dalam Pancasila.
Nawacita yang telah
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yakni peningkatan
kualitas hidup, revolusi karakter bangsa, peningkatan produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar internasional serta memperteguh kebinekaan dan memperkuat
restorasi sosial Indonesia.
Kebinekaan harus
menjadi kebanggaan dan kekuatan bagi bangsa Indonesia di pentas politik
internasional. Dunia butuh Indonesia dengan warisan kebinekaannya untuk mengawal
dan menjaga perdamaian serta sikap saling menghargai kebinekaan bangsa. Seluruh umat beragama harus merawat dan
menjaga keberagaman agar bisa menjadi kekuatan bangsa.
Pemerintah menyadari bahwa pendidikan tidak terpisahkan dari
kebudayaan. Dalam Undang-undang Sisdiknas
Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pendidikan memiliki fungsi membina
kemanusiaan di mana
pendidikan bertujuan mengembangkan seluruh pribadi manusia, termasuk
mempersiapkan manusia sebagai warga Negara yang baik dan rasa persatuan. Pendidikan
juga berfungsi sebagai pengembangan sumber daya manusia,
yaitu mengembangkan kemampuannya memasuki era kehidupan baru. Pendidikan
merupakan bagian dari proses kebudayaan, sistem nilai yang dihayati dan
dikembangkan dalam kebudayaan itu sendiri. Pendidikan tanpa kebudayaan tentu
akan menghancurkan manusia. Pendidikan
bertanggungjawab atas perkembangan keseluruhan pribadi, moralitas yang
merupakan bagian dari budaya suatu bangsa.
Pembangunan
pendidikan baik dasar, menengah dan pendidikan tinggi manapun harus
menghasilkan manusia yang berbudaya dan berkarakter. Jika
perkembangan ilmu pengetahuan tanpa diimbangi
dengan penanaman kebudayaan,
maka pendidikan tersebut akan kehilangan
rohnya untuk membentuk karakter dan budi pekerti seseorang.
Rakyat
perlu diberi hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan
berkualitas sesuai dengan kepentingan hidup kebudayaan dan kepentingan hidup
kemasyarakatan.
Indonesia Heritage Foundation menyusun serangkaian nilai yang selayakanya diajarkan kepada generasi bangsa yang tertuang dalam sembilan pilar karakter, yaitu: 1) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, 2) kemandirian
dan tanggungjawab, 3) kejujuran/amanah dan bijaksana, 4) hormat dan santun, 5) dermawan, suka menolong dan gotong-royong, 6) percaya diri, kreatif dan pekerja keras, 7)
kepemimpinan dan keadilan, 8) baik dan rendah hati, 9) toleransi, kedamaian dan kesatuan.
Revolusi mental yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo tentunya menjadi landasan
revolusi karakter bangsa, yang dipahami dalam dua perspektif; pertama, sebagai paradigma baru dalam
menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan yang semakin kompleks dengan
memberikan tekanan pada esensi dan subtsansi kehidupan berbangsa. Kedua, sebagai sebuah ideologi dalam
Trisakti, yaitu: kedaulatan dalam politik kebangsaan, kemandirian dalam ekonomi
kerakyatan, dan kepribadian dalam kebudayaan. Revolusi mental tersebut harus mengubah
segala aspek kehidupan dalam membentuk Bangsa Indonesia yang karakter.
Revolusi mental hendaknya bukan sekedar jargon politik tetapi harus benar-benar diwujudkan sebagai nansionalisme yang bekerja.
Nasionalisme ini akan berhadapan dengan mentalitas ketergantungan yang selama
ini masih melekat dalam diri para pemimpin bangsa Indonesia. Revolusi mental menuntut
perubahan radikal baik dari seorang pemimpin maupun sistem yang sedang dibangun
baik sistem politik, ekonomi dan pendidikan yang benar-benar sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Rakyat membutuhkan
pemimpin mampu membawa seluruh komponen bangsa masuk mengalami revolusi mental
dan menjadi menjadi manusia Indonesia yang berkarakter.
Solusi Melalui Pendidikan
Pendidikan menjadi sangat strategis
untuk merevolusi karakter bangsa. Karena tujuan utama
pendidikan adalah pembentuk kebijakan kewarganegaraan dan menciptakan manusia
berkarakter. Pendidikan karakter menanamkan nilai-nilai menjadi kebiasaan baik
sehingga seseorang tidak hanya paham (kognitif) tentang mana yang baik dan
salah, tetapi mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan mau melakukannya
(psikomorik). Karakter sangat erat kaitannya dengan personality
(kepribadian), sehingga seseorang bisa disebut orang yang berkarakter jika
tingkah lakunya sesuai dengan perkataannya dan kaidah moral.
Pendidikan
karakter hendaknya dimulai dari lingkungan keluarga, selanjutnya lembaga pendidikan, mulai dari jenjang yang paling rendah hingga ke perguruan tinggi dan
tentunya harus dilakukan secara bertahap. Pendidikan karakter merupakan proses
transformasi nilai-nilai sehingga menimbulkan kebijakan atau watak yang baik.
Pendidikan karakter dapat dikatakan juga sebagai pendidikan yang membangun atau
mengembangkan aspek kecerdasan kognitif (pengetahuan) agar memiliki kemampuan
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Penguatan pendidikan karakter yang
sedang digalakkan oleh Pemerintah khususnya melalui Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan dalam Kurikulum 2013
menjadi sangat penting dan stretegis untuk mendapat dukungan dari semua pihak. Membangun
nilai-nilai karakter terhadap generasi bangsa tidak hanya menjadi tanggungjawab
guru mata pelajaran tertentu saja atau pihak sekolah semata, akan tetapi mencakup
semua komponen yang terlibat dalam pendidikan generasi bangsa yaitu pihak orang
tua dalam lingkungan keluarga (informal), guru dalam lingkungan pendidikan
sekolah (formal), bahkan lingkungan masyarakat (non formal). Semua komponen
tersebut harus dapat mengintegrasikan penguatan nilai-nilai karakter kebangsaan
yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila. Selain itu, merevolusi mental dalam membentuk karakter bangsa sebagaimana
yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo dapat dilakukan dengan memberi penekanan pada upaya
peningkatan kualitas pembelajaran di semua jenjang dan jalur pendidikan, baik
negeri maupun swasta.
Arah kebijakan
pendidikan selanjutnya adalah memberikan perhatian lebih besar pada daerah
tertinggal, terluar dan terdepan (3T). Memastikan masyarakat miskin dan
kelompok marjinal lebih mudah mengakses layanan pendidikan dengan memperhatikan
keadilan dan kesetaraan gender, memanfaatkan anggaran pembangunan pendidikan
semaksimal mungkin dirasakan oleh masyarakat, memastikan keterlibatan publik
secara maksimal dan memperkuat tata kelola pembangunan pendidikan dan
kebudayaan, termasuk pelaksanaan anggaran secara transparan dan akuntabel.
Selain menyampaikan
arah kebijakan pembangunan pendidikan, kebijakan pembangunan kebudayaan dapat dilakukan dengan
meningkatkan pemahaman publik terhadap arti penting dari nilai-nilai luhur
sejarah dan budaya bangsa dan relevansinya bagi kehidupan masa kini di berbagai
sektor, bekerjasama dengan berbagai kementerian dan lembaga baik dalam negeri
dan lembaga negara lain untuk meningkatkan toleransi dan meredam kekerasan
sektarian.
Kemudian meningkatkan pendidikan seni dan budaya
pada setiap tingkatan pendidikan dan
menyediakan sarana dan prasarana kesenian baik untuk keperluan produksi maupun
apresiasi, mengembangkan sistem registrasi dan pengelolaan warisan budaya yang
efektif, membuka pusat-pusat kegiatan seni dan budaya, serta meningkatkan promosi budaya antar
daerah.
Target dan sasaran pendidikan dan kebudayaan dapat ditentukan dengan upaya
penguatan pelaku pendidikan yang berdaya, meningkatkan akses pendidikan, membantu
peningkatan kualifikasi guru, peningkatan
dan penguatan pelestarian dan diplomasi budaya, peningkatan
dan penguatan pengembangan, pembinaan dan perlindungan bahasa, serta penguatan tata kelola dan partisipasi publik. Dengan begitu,
Indonesia akan memiliki jati dirinya sebagai bangsa yang berkarakter dan
berbudaya dalam kebinekaan.
Banda Aceh, 04 Oktober 2017
Penulis: Muhamamad Syarif
Dosen Fakultas Tarbiyah
Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
No comments:
Post a Comment