Al-Qur’anul karim menyebutkan
berbagai perangkat dan bagiantubuh manusia. Kalau kita perhatikan sebagaimana
yang akan diterangkan kemudian maka tampak bahwa perangkat tersebut tidak dapat
dipisah-pisahkan, kecuali ketika sedang khusus membicarakan sesuatu fungsi yang
berhubungan dengan bagian yang bersangkutan. Alasannya karena tubuh manusia
saling melengkapi. “Apabila salah satu di antara anggota tubuh merasa sakit,
maka seluruh tubuh akan turut terkena demam dan tidak enak tidur”. Adapun
perangkat tabiat manusia yang akan diuraikan dalam rangka kajian ilmiah ini
adalah: tubuh, akal, hati dan ruh (Abdul Fattah Jalal: 53). Di antara perangkat itu tidak
terdapat apa yang dinamakan adl-dlamir “hati sanubari”, karena kata ini
tidak disebutkan di dalamkitab Allah.
Ada yang berpendapat bahwa an-nafs
(diri) adalah bagian dari perangkat tabiat manusia. Sedangkan an-nafs
atau diri ini sebagaimana dikatakan di dalam al-Qur’anul Karim adalah zat manusiawi. Dengan demikian, ia
merupakan sinonim dari kata insan atau al-fardu (individu). Sehubungan
dengan tabiatnya, al-Qur’an menggambarkan al-Insan dan an-Nafs dengan berbagai sifat
yang menyingkapkan aneka macam penampilan manusia, baik ditinjau dari sudut
fisiknya maupun dari sudut kondisi psikisnya. Maka kata an-Nafs di sini
agaknya berarti ad-Dhamir (hati sanubari) dan sinonim dengan kata
al-qalb (qalbu). Semua ini menunjukkan adanya berbagai pandangan yang
saling melengkapi sekaitan dengan tabiat manusia. Demikian pula aspek-aspek
tabiat itu saling melengkapi.
Berikut ini dipaparkan karakteristik
manusia dilihat dari:
- Tubuh
Kata al-Jism (tubuh) disebutkan di
dalam Alquran hanya sebanyak dua kali. Pertama, dengan sighat mufrad
(bentuk tunggal), yaitu ketika berbicara tentang Thalut. Dan kedua, dengan sighat
jama’ (bentuk jamak), yaitu ketika berbicara tentang orang-orang munafik.
….قَالَ إِنَّ اللهَ اصْطَفَاهُ
عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِى اْلعِلْمِ وَ اْلجِسْمِ….
Artinya: “…
Nabi mereka berkata: Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian
danmenganugrahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa…” (QS. 2 : 247).
Selanjutnya dapat dilihat pada ayat berikut ini:
وَ
إِذَا رَأَيْتَهُمْ تَعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ….
Artinya: “Dan
apabila engkau melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan engkau kagum …”
(Q.S.63 : 4).
Di dalam ayat pertama, Allah Swt.
menerangkan bahwa di antara persyaratan imamah atau menjadi penguasa
pemerintahan ialah ilmu dan kekuatan fisik. Keterangan ini disampaikan sebagai
jawaban terhadap pertanyaan kaum yang bernada ingkar.
- Akal
Sesungguhnya akal menjadi tanda kodrati
setiap keutamaan dan menjadi sumber setiap adab. Allah Swt. menjadikan akal
sebagai penopang ad-din dan tiang dunia. Dengan sempurnanya akal, Allah
Swt. telah mewajibkan tugas (Fa aujabal lahut-taklifa bikamalaihi);
dan dengan hukum-hukumnya, Allah Swt menjadikan dunia teratur. Orang yang
menggunakan akalnya akan merasa lebih dekat kepada Ilahi Rabbi dibanding
seluruh orang yang berijtihad tanpa menggunakan akal” (Tafsir al-Qurthubi :
1821).
Di antara kata-kata yang banyak dimuat al-Qur’an di berbagai tempat
ialah kata ‘aqala, dalam bentuk fiil (kata kerja) dan kata al-‘aqlu
(akal), dalam bentuk isim (kata benda). Kiranya hal ini menjadi dalil
bahwa yang penting bukanlah sekadar sel-sel yang hidup saja, melainkan akal pun
sebagai motor yang menggerakkan perealisasian tugas. Demikianlah Alquran
memberikan aksentuasi kepada salah satu komponen unsur tubuh manusia yang
dipandang oleh Islam sebagai suatu yang istimewa. Bukankah karena akal ini,
permasalahan yang muncul dapat diatasi dan dengan akal pula tugas untuk
melaksanakan amanah dapat dipenuhi? Kata-kata yang dijabarkan dari kata ‘aqal:
‘aqaluhu, ta’qiluna, na’qilu, ya’qiluha dan ya’qiluna dimuat dalam al-Qur’an, dalam 49 tempat.
Sedangkan kata al-albab dalam 16 tempat. Kata al-albab
adalah kata jama’ dari lubbun yang berarti akal.[1]
Di antara sedemikian banyak keistimewaan al-Qur’an ada satu yang
sangat menonjol yaitu penghormatan terhadap akal serta bersandar kepadanya di
dalam masalah akidah dan taklif (tugas). Dalam al-Qur’an, akal hanya
disebut-sebut dalam kedudukannya yang agung sambil diingatkan kepada kewajiban
menggunakannya.
Dalam setiap bahasan, berkali-kali
diulangi perintah dan larangan sehubungan dengan keharusan seorang mukmin untuk
menggunakan akalnya secara bijaksana, serta celaan terhadap yang munkar karena
tidak menghiraukan dan tidak menggunakan akalnya sebagaimana mestinya.
Penyebutan akal secara berulang-ulang itu tidak hanya diartikan dalam satu
makna saja sebagaimana yang diungkapkan oleh para psikolog dewasa ini,
melainkan mencakup berbagai fungsinya, selaras dengan jenis tugas dan
kekhususan yang diembannya.
Allah Swt menyeru manusia supaya
menggunakan akal sebagai alat untuk mencapai hakikat yang menuntun mereka untuk
beriman kepada-Nya dan kitab-kitab-Nya:
...كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ
الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Artinya: …Demikianlah
Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan
kepada kalian tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kalian mengerti (QS. 2 : 73).
- Qalb (Hati)
Kata al-qalb dan al-qulub
disebutkan oleh Alquran di dalam 132 tempat, di samping kata al-fu’ad
yang secara bahasa berarti al-qalb pula, serta kata shadr dan shudur
yang juga menunjuk kepada kata al-qalb. Perhatian yang besar ini
menerangkan, bahwa al-qalb adalah salah satu gejala dari peringkat
hakikat manusia yang asasi, karena iman bersemayam di hati manusia.
Dalam kaitannya dengan al-qalb, hal
ini dapat dilihat pada ayat berikut:
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرِ اللهِ فَإِنَّهَا مِنْ
تَقْوَى اْلقُلُوْبِ
Artinya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan
syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati (qalbu). (QS. 22: 32).
يَأَيُّهَا الرَّسُوْلُ لاَ
يَحْزُنْكَ الَّذِيْنَ يُسَارِعُوْنَ فِى اْلكُفْرِ مِنَ الَّذِيْنَ قَالُوْا
أَمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَـمْ تًؤْمِنْ قُلُوْبُهُمْ….
Artinya: Hai Rasul, janganlah engkau disedihkan
oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara
orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: “Kami telah beriman”, padahal
qalbu mereka sama sekali tidak beriman… (QS. 5 : 41).
Dalam menafsirkan ayat pertama (al-Hajj: 32), al-Qurthubi
mengatakan: “Al-Qulûbu dibaca rafa’, karena dia merupakan fâil (subjek) dengan bentuk mashdar (akar kata)
taqwa. Dan kata at-taqwa diidafahkan (disandarkan) kepada
kata al-qulûb, karena hakikat
takwa ada di dalam kalbu. Untuk ini, maka Rasulullah saw. bersabda di dalam
hadis shahih: “Takwa ada di sini! Sambil menunjuk ke arah dadanya”.
- Ruh
وَيَسْأَلُوْنَكَ
عَنِ الرُّوْحِ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوْتِيْتُمْ مِنَ
اْلعِلْمِ إِلاَّ قَلِيْلاً
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh.
Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Rabbi, dan tidaklah kalian diberi
pengetahuan melainkan sedikit”(Q.S. 17 : 85).
Ruh adalah salah satu komponen perangkat
tabiat manusia. Tetapi kita tidak mendapatkan batasannya dalam Alquran. Kita
dapatkan kata ar-ruh dalam Alquran, dalam arti pembawa wahyu, yaitu
Jibril, dan dalam arti rahasia Ilahi yang dengannya tanah liat kering menjadi
manusia. Ruh yang dipandang sebagai bagian dari tabiat manusia, sebagaimana yang
diterangkan dalam ayat 85 surah al-Isra, hanya Allah Swt.lah yang
mengetahuinya. Dalam menafsirkan ayat ini, al-Qurthubi mengatakan:
Kebanyakan ahli ta’wil berpendapat, bahwa
mereka bertanya kepadanya tentang ruh yang menghidupi jasad. Dan ahli nadhar
berkata, bahwa mereka bertanya kepadanya tentang seluk beluk ruh dan gerak
geriknya dalam badan manusia serta bagaimana pula pertalian ruh dengan tubuh
serta hubungannya dengan hidup. Ini semua hanya Allahlah yang mengetahuinya.
(Abdul Fattah Jalal,1988:65).
[1]http://ibrah78bahasaarab.blogspot.com/p/ilmu-pendidikan-islam.html,
Diakses Tanggal. 15 Juli 2014.