Thursday, October 26, 2017

Peran Pendidikan Islam dalam Pengembangan Kepribadian

Manusia dalam pandangan Islam, memiliki potensi dasar dan luhur yang merupakan anugerah dan amanat Allah SWT. Potensi dasar tersebut merupakan “bahan mentah” yang harus terus dikembangkan agar menjadi sempurna. Potensi dasar tersebut disebut fitrah. Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah SWT telah memberikan fitrah kepada manusia. Fitrah bermakna khilqah yang berarti manusia diciptakan memiliki pembawaan beragama tauhid. Fitrah manusia merupakan pola dasar yang sekaligus menjadi potensi dan pembawaan hakiki manusia. Dalam surat Al-Rum ayat 30 Allah SWT menjelaskankan tentang fitrah tersebut:
                                                                                                           (الروم: ٣٠)    
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (QS. Ar-Rum: 30)

Ayat tersebut secara tekstual menegaskan bahwa manusia diciptakan Allah SWT atas fitrah tersebut. Fitrah yang merupakan acuan penciptaan manusia itu berasal dari fitrah Allah SWT. Baharuddin menganalisis, fitrah merupakan potensi yang ada pada manusia dan berasal dari Allah SWT, oleh karena itu seharusnya fitrah dipandang dari dua sisi pula. Pertama, fitrah yang berhubungan dengan Allah yaitu milik Allah SWT. Kedua, fitrah dalam hubugannya dengan manusia merupakan landasan penciptaan manusia yang kemudian menjadi milik manusia. Dengan kata lain, manusia diciptakan menganut pola tertentu yang disebut fitrah.[1]
Teori fitrah menginformasikan bahwa bakat manusia bersifat baik (beragama tauhid) tetapi pada perkembangannya, seorang dapat keluar dari bakat tersebut karena pengaruh lingkungan khususnya keluarga. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, yaitu:
عن أبى هريرة رضى الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم كل مولد يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أوينصرانه أويمجسانه (رواه البخارى)                                  
Artinya: Dari Abi Hurairah radhiyallahu ’anhu berkata Rasulullah SAW: “Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), kedua orang tuanyalah yang mendidik ia yahudi, nasrani atau majusi. (HR. Bukhari)”.[2]      
Berdasarkan teori fitrah, Baharuddin menjelaskan fungsi pendidikan Islam yaitu untuk menjaga dan menumbuh-kembangkan iman anak. Materi dan kurikulum pendidikan Islam harus berusaha memberikan nuansa yang kondusif bagi perkembangan potensi baik anak dan menutupi potensi jahat yang menutupinya. Dengan kata lain, fungsi pendidikan Islam adalah untuk menumbuh-kembangkan iman, bukan mengerosi (mengikis) iman.[3]
Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Achmadi menjelaskan bahwa pencapaian tertinggi yang menjadi tujuan dasar pendidikan Islam yang bersifat mutlak yaitu:

a.       Menjadi hamba Allah SWT yang bertakwa
Tujuan ini sejalan dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT. Dari itu pendidikan Islam harus mencakup dua hal, yaitu: Pertama, pendidikan harus memungkinkan manusia mengerti Tuhannya, sehingga seluruh rangkaian ibadahnya dilakukan dengan penuh penghayatan akan keesaan-Nya serta senantiasa tunduk pada syariah dan petunjuk Ilahi. Kedua, pendidikan harus menggerakkan kemampuan manusia untuk memahami, memanfaatkan dan menggunakan segala ciptaan Allah SWT untuk mempertahankan iman dan menopang agamanya.
b.      Mengantarkan peserta didik menjadi khalifatullah fil ard (wakil Tuhan di bumi) yang mampu memakmurkan, membudayakan dan, lebih jauh lagi, mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.
c.       Untuk memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat, baik individu maupun masyarakat.[4]

Untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia, manusia memerlukan kemampuan untuk memperolehnya berupa ilmu dan ketrampilan-ketrampilan teknis lainnya. Begitu pula untuk mencapai kebahagiaan akhirat manusia juga memerlukan ilmunya. Dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11, Allah SWT berfirman sebagai berikut:
                                                                                                                         (المجادلة: ١١)    
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadalah: 11)

Jadi tegaslah bahwa pendidikan Islam mempunyai peran yang besar dalam mengembangkan kepribadian peserta didik. Melalui pendidikan, peserta didik dibekali ilmu pengetahuan serta ketrampilan sehingga diharapkan mereka dapat menjadi manusia yang mempunyai kepribadian unggul baik secara intelektual, sosial maupun spiritual.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa kompetensi kepribadian merupakan kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Adapun karakteristik kompetensi personaliti harus ditunjukkan dalam penampilan dan sifat serta ucapan yang komptensinya meliputi mempunyai watak baik, komunikasi aktif, memerhatikan kemampuan dan keadaan peserta didik, ikhlas, sehat jasmani dan rohani, tanggung jawab, mampu mengatasi problem peserta didik. Sehingga dengan mampu mengimplementasikannya terhadap mahasiswa, maka akan dapat berperan dengan maksimal dalam pengembangan kepribadian.



[1]Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar., 2005), hal. 20
[2]Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz. II, (Kairo: Darul Mutabi’aby, t. t), hal. 118.
[3]Baharuddin, Aktualisasi Psikologi…, hal. 145.
[4]Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media dan IAIN Walisongo Press, 1992), hal. 63-64.

No comments:

Post a Comment