Guru atau dosen yang menguasai kompetensi kepribadian
akan sangat membantu upaya pengembangan karakter peserta didik. Dengan
menampilkan sebagai sosok yang bisa digugu (didengar nasehatnya) dan ditiru
(diikuti), secara psikologis anak cenderung merasa yakin dengan apa yang sedang
diajarkan guru atau dosen.
Contohnya, ketika guru atau dosen hendak mengajarkan tentang sopan santun kepada anak didiknya, namun
disisi lain secara disadari ataupun seringkali tanpa disadari, guru atau
dosen sendiri malah cenderung
bersikap kasar dan mudah marah, maka yang akan tertanam pada siswanya bukanlah
sikap sopan santun, melainkan sikap kasar itulah yang lebih melekat pada sistem
pikiran dan keyakinan siswanya. Kasus ini membenarkan peribahasa bahwa “guru
kencing berdiri, murid kencing berlari”. Bahwa apa yang dilakukan guru, akan
ditiru oleh anak didiknya dengan porsi yang lebih tinggi.
Selain akan menentukan keberhasilan guru atau dosen itu sendiri, kepribadian guru atau dosen juga akan menentukan keberhasilan anak didiknya. Apakah
dengan pribadi yang dimiliki guru atau dosen
akan mengantarkan anak didiknya ke arah keberhasilan mencapai tujuan, ataukah
justru menjadi penghancur masa depan anak didiknya. Bukti kuantitatif
kepribadian guru atau dosen adalah motivasi
berprestasi siswa. Sementara bukti kualitatif yang erat kaitannya dengan
kepribadian guru atau dosen adalah kondisi
moral siswa. Bukti lain adalah tampilan kepribadian guru akan sangat
mempengaruhi antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Dari penjelasan singkat di atas, tampak jelas bahwa sangat pentingnya
penguasaan kompetensi kepribadian bagi seorang guru atau dosen. Namun faktanya upaya mengembangkan profesi guru atau
dosen yang erat kaitannya dengan penguatan kompetensi
kepribadian tampaknya masih relatif lebih terbatas bahkan cenderung lebih mengedepankan
pengembangan kompetensi pedagogik dan profesional. Realitanya, dalam berbagai
pelatihan guru atau dosen, materi yang
dipelajari secara mendalam cenderung lebih bersifat penguatan kompetensi
pedagogik dan profesional. Begitu pula dengan kebijakan pemerintah tentang Uji
Kompetensi guru atau dosen yang lebih
mengutamakan kompetensi pedagogik dan profesional.
Sedangkan untuk pengembangan dan penguatan kompetensi
kepribadian justru seolah-olah dikembalikan lagi kepada pribadi masing-masing
guru. Seperti ungkapan yang mengatakan bahwa segala sesuatunya kembali lagi dan
bergantung pada pribadi masing-masing. Oleh karena itu, sebagai calon pendidik
yang berkarakter marilah berusaha belajar memperbaiki pribadi untuk selalu
berusaha menguatkan kompetensi kepribadian. Ungkapan bahwa kepribadian orang
dewasa cenderung bersifat permanen adalah kurang tepat. Karena jika yakin bisa
berubah menjadi pribadi yang lebih baik, maka berubahlah menjadi pribadi yang
lebih baik.
Menurut
Imam Wahyudi, kompetensi kepribadian merupakan penguasaan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Jadi, seorang
guru atau dosen harus mampu:
- Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan nasional Indonesia
- Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat
- Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa
- Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi serta bangga menjadi guru atau dosen, dan rasa percaya diri
- Menunjang tinggi kode etik profesi guru atau dosen.[1]
Menurut
Djam’an kompetensi kepribadian yang perlu dimiliki guru atau dosen antara lain
sebagai berikut:
- Guru atau dosen sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berkewajiban untuk meningkatkan iman dan ketakwaannya kepada Tuhan, sejalan dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya
- Guru atau dosen memiliki kelebihan dibandingkan yang lain
- Guru atau dosen perlu untuk mengembangkan sikap tenggang rasa dan toleransi dalam menyikapi perbedaan yang ditemuinya dalam berinteraksi dengan peserta didik maupun masyarakat
- Guru atau dosen diharapkan dapat menjadi fasilitator dalam menumbuhkembangkan budaya berpikir kritis di masyarakat, saling menerima dalam perbedaan pendapat dan bersikap demokratis dalam menyampaikan dan menerima gagasan-gagasan mengenai permasalahan yang ada di sekitarnya sehingga guru menjadi terbuka dan tidak menutup diri dari hal-hal yang berada di luar dirinya
- Guru atau dosen diharapkan dapat sabar dalam arti tekun dan ulet melaksaakan proses pendidikan tidak langsung dapat dirasakan saat itu tetapi membutuhkan proses yang panjang
- Guru atau dosen mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan pembaharuan, baik dalam bidang profesinya maupun dalam spesialisasinya
- Guru mampu menghayati tujuan-tujuan pendidikan baik secara nasional, kelembagaan, kurikuler sampai tujuan mata pelajaran yang diberikannya
- Hubungan manusiawi yaitu kemampuan untuk dapat berhubungan dengan orang lain atas dasar saling menghormati antara satu dengan yang lainnya
- Pemahaman diri, yaitu kemampuan untuk memahami berbagai aspek dirinya baik yang positif maupun yang negatif
- Guru atau dosen mampu melakukan perubahan-perubahan dalam mengembangkan profesinya sebagai inovator dan kreator.[2]
Dalam
UU guru dan dosen, kompetensi kepribadian sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2
sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:
- Beriman dan bertakwa,
- Berakhlak mulia,
- Arif dan bijaksana,
- Demokratis,
- Mantap,
- Berwibawa,
- Stabil,
- Dewasa,
- Jujur,
- Seportif,
- Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat,
- Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri dan,
- Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.[3]
Berkaitan
dengan penjelasan di atas, dalam buku lain dijelaskan bahwa kompetensi kepribadian
meliputi:
- Mengembangkan kepribadian
a.
Bertakwa kepada Allah
b.
Berperan dalam masyarakat sebagai warga negara yang
berjiwa pancasila
c.
Mengembangkan sifat terpuji yang dipersyaratkan bagi
jabatan guru
- Berinteraksi dan berkomunikasi
a.
Berinteraksi dengan teman sejawat untuk meningkatkan
kemampuan professional
b.
Berinteraksi dalam masyarakat untuk penuaian misi pendidikan
- Melaksanakan bimbingan penyuluhan
a.
Membimbing siswa yang kesulitan belajar
b.
Membimbing siswa yang berkelainan dan berbakat khusus
- Melaksanakan administrasi sekolah
a.
Mengenal keadministrasian kegiatan sekolah
b.
Melaksanakan kegiatan administrasi sekolah
- Melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran
a.
Mengkaji konsep dasar ilmiah
b.
Melaksanakan penelitian sederhana.[4]
Jadi,
implementasi kompetensi personality dalam pendidikan secara ringkas bagi
seorang guru atau dosen ialah sikap dan tingkah laku yang baik, patut untuk
diteladani dan menjadi cerminan untuk peserta didik, mampu mengembang potensi
dalam diri, serta yang paling utama bagi seorang guru atau dosen yang berkepribadian yaitu bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi norma agama, hukum dan sosial yang berlaku.
No comments:
Post a Comment