A.
Hukum dan Tujuan Pembelajaran Tajwid
Sebagaimana
diketahui bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum yang wajib dipelajari oleh
setiap umat Islam dengan maksud dan tujuan adalah agar dapat diamalkan terhadap
isi kandungan yang ada didalamnya. Untuk mengetahui isi kandungan al-Qur’an,
salah satunya adalah dengan membaca. Bahkan dalam ibadah shalat juga diwajibkan
untuk membaca al-Qur’an yaitu surah Al-Fatihah. Dalam membaca tersebut mestilah
sesuai dengan aturan tajwidnya. Oleh sebab itu, mempelajari ilmu tajwid
merupakan kewajiban bagi orang Islam.
Hukum mempelajari dan memperdalam ilmu tajwid adalah
fardhu Kifayah (Fardhu yang apabila dalam sebuah kampung ada seseorang yang
mengerjakan maka gugur kewajiban yang lain). Sedangkan hukum mengamalkannya
adalah fardhu ‘Ain (diwajibkan bagi seluruh umat Islam).[1]
Nawawi Ali
menjelaskan bahwa ”mempelajari tajwid sebagai suatu ilmu pengetahuan hukumnya
fardhu kifayah. Sedangkan untuk hukum membaca ayat suci al-Qur’an dengan tajwid
hukumnya adalah fardhu ’ain bagi setiap kaum muslimin”.[2]
Dalam sumber yang lain dijelaskan bahwa: “Adapun hukum
terhadap tajwid terbagi menjadi 2 sudut pandang. Pertama, hukum mempraktekkannya adalah fardhu`ain. Kedua, hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah.”[3]
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat
diketahui bahwa hukum mempelajari ilmu tajwid adalah fardhu kifayah sedangkan
mengamal atau membaca al-Qur’an dengan bertajwid adalah fardhu ‘ain. Ketika
dianalisa hal tersebut, maka diwajibkan kepada setiap orang Islam untuk belajar
tajwid, minimal dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar menurut yang
telah diatur cara membacanya dalam ilmu tajwid.
Ilmu
Tajwid bertujuan untuk memberikan tuntunan bagaimana cara pengucapan ayat yang
tepat, sehingga lafal dan maknanya terpelihara. Pengetahuan tentang makhraj huruf memberikan tuntunan
bagaimana cara mengeluarkan huruf dari mulut dengan benar. Pengetahuan tentang
sifat huruf berguna dalam pengucapan huruf. Dalam ahkamul maddi wal qashr berguna untuk mengetahui huruf yang harus
dibaca panjang dan berapa harakat panjang bacaannya. Ahkamul waqaf wal ibtida’ ialah cara untuk mengetahui dimana harus
berhenti dan dari mana dimulai apabila bacaan akan dilanjutkan.[4]
Menurut A. Nawawi Ali, beliau menjelaskan bahwa: mempelajari ilmu tajwid bertujuan untuk mendapatkan pengucapan yang tepat bagi al-Qur’an sehingga kalamullah yang terkandung di dalamnya
tetap terpelihara dan terjaga dari segala cacat baik segi lafaz maupun
maknanya.[5]
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa mempelajari ilmu tajwid bertujuan
untuk dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar menurut ketentuan baca
sebagaimana yang telah diatur dalam ilmu tajwid. Adapun ”bacaan al-Qur’an tanpa
tajwid, maka akan itu adalah suatu kesusakan dan kesalahan yang menimpa lafaz.”[6]
Oleh sebab itu, agar tidak terjadi kesalahan dalam membaca al-Qur’an, maka
sangat perlu kiranya untuk diketahui tentang aturan-aturan bacanya sebagaimana
telah diatur dalam ilmu tajwid. Dengan begitu, maka tujuan dari dari
mempelajari tajwid akan dapat tercapai maksud dan tujuannya.
B.
Metode Pembelajaran Tajwid
Metode secara etimologi, istilah ini berasal dari
bahasa yunani ”metodos” kata ini berasal dari dua suku kata yaitu: ”metha”
yang berarti melalui atau melewati dan ”hodos” yang berarti jalan atau
cara. Metode berarti jalan yang di lalui untuk mencapai tujuan.[7]
Dalam Kamus Bahasa Indonesia ”metode” adalah cara yang teratur dan
berfikir baik untuk mencapai maksud. Sehingga dapat di pahami bahwa metode
berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar
mencapai tujuan pelajaran.[8]
Metode adalah strategi yang tidak bisa ditinggalkan
dalam proses belajar mengajar. Setiap kali mengajar guru pasti menggunakan
metode. Metode yang di gunakan itu pasti tidak sembarangan, melainkan sesuai
dengan tujuan pembelajaran dan meteri yang diajarkan.[9]
Demikian juga halnya dalam pembelajaran al-Qur’an
khususnya dalam bidanh tajwidnya, tentunya guru pendidik juga mesti menggunakan
metode yang sesuai dengan materi-materi yang yang berhubungan dengan ilmu
tajwid baik dalam hal memberi materi maupun dalam mempraktekkan langsung
tentang tata cara membaca al-Qur’an dengan bagus dan benar.
Adapun metode-metode yang dipakai dalam pembelajaran
tajwid, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Metode
Jibril
Pada
dasarnya, terminologi (istilah) metode Jibril yang digunakan sebagai nama dari
metode pembelajaran al-Qur’an yang dilatarbelakangi perintah Allah Swt kepada
Nabi Muhammad Saw untuk mengikuti bacaan Al-Qur’an yang telah dibacakan oleh
malaikat Jibril, sebagai penyampai wahyu, Allah Swt berfirman:
فإذا قرأنه فاتبع
قرءنه (القيمة: ١٨)
Artinya:
”Apabila telah selesai kami baca
(Yakni Jibril membacanya) maka ikutilah bacaannya itu”. (Q.S.
Al-Qiyamah: 18)
Berdasarkan
ayat di atas, maka intisari teknik dari Metode Jibril adalah taqlid-taqlid
(menirukan), yaitu siswa menirukan bacaan gurunya. Di dalam metode Jibril,
tujuan intruksional umum pembelajaran al-Qur’an adalah siswa membaca al-Qur’an
dengan tartil sesuai dengan perintah Allah Swt. Indikasinya siswa mampu
menguasai ilmu-ilmu tajwid baik secara praktis maupun teoritis pada saat ia
membaca al-Qur’an.
Di
dalam pembelajaran tajwidul Qur’an dengan menggunakan metode Jibril terdapat
dua tahap, yaitu tahap tahqiq dan tahap tartil. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Tahap
tahqiq adalah pembelajaran al-Qur’an dengan pelan dan mendasar. Tahap
ini dimulai dengan pengenalan huruf dan suara, hingga kata dan kalimat. Tahap
ini memperdalam artikulasi (pengucapan) terhadap sebuah huruf dengan tepat dan
benar sesuai dengan makhraj dan sifat-sifat huruf.
b. Tahap
tartil adalah pembelajaran membaca al-Qur’an dengan durasi sedang dan
bahkan cepat sesuai dengan irama lagu. Tahap ini dimulai dengan pengenalan
sebuah ayat atau beberapa ayat yang dibacakan guru, lalu ditirukan oleh para
siswa secara berulang-ulang. Disamping pendalaman artikulasi (pengucapan),
dalam tahap tartil juga diperkenalkan praktek hukum-hukum ilmu tajwid
seperti: bacaan mad, waqaf, dan ibtida’, hukum nun mati
dan tanwin, hukum mim mati, dan sebagainya.
Adapun
teknik dasar Metode Jibril bermula dengan membaca satu ayat atau waqaf, lalu
diturunkan oleh guru yang mengaji. guru membaca satu dua kali lagi yang
masing-masing ditirukan oleh orang-orang yang mengaji. Kemudian guru membaca
ayat atau lanjutan ayat berikutnya dan ditirukan kembali oleh semua yang hadir.
Begitulah seterusnya, sehingga mereka dapat menirukan bacaan guru dengan pas
sebagaimana yang didengar dari gurunya.[10]
Dengan
demikian, metode Jibril merupakan salah satu metode yang dipakai dalam mengajarkan
bacaan al-Qur’an khususnya dalam mengajarkan tata cara baca al-Qur’an dengan
baik dan benar menurut ketentuan yang terdapat dalam ilmu tajwid.
2. Metode
Demontrasi
Metode
demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian,
aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui penggunaan media pengajaran yang sesuai dengan pokok bahasan
atau materi yang sedang disajikan.[11] Menurut
Zakiyah Daradjat dkk “metode demonstrasi adalah metode mengajar yang
menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk
memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada anak didik”.[12]
Adapun
materi yang berhubungan dengan tajwid, maka pokok tujuannya adalah dapat
membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. Maka tentunya dalam mengajarkan tajwid
selain memberikan materi tentang tajwid, juga perlu dipraktekkan langsung tata
cara membacanya dengan cara menyuruh siswa satu persatu untuk membacakal
al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan baca sebagaimana telah
diatur cara bacanya dalam ilmu tajwid.
Demonstrasi
dalam pembelajaran tajwid akan menjadi aktif jika dilakukan dengan baik oleh
guru dan selanjutnya dilakukan oleh siswa. Metoda ini dapat dilakukan untuk
kegiatan yang alatnya terbatas tetapi akan dilakukan terus-menerus dan
berulang-ulang oleh siswa.[13]
Adanya penggunaan metode demonstrasi dalam pembelajaran tajwid akan
menimbulkan proses penerimaan peserta didik pada pelajaran secara mendalam dan
lebih berkesan sehingga akan membentuk pengertian, pengetahuan dengan baik
serta sempurna. Dalam hal ini, siswa dapat mengamati, meneliti, melihat,
memperhatikan pada apa yang dipertunjukkan oleh guru ketika proses baca
al-Qur’an berlangsung. Dengan begitu, maka siswa juga akan mendemontasi atau
mempraktekkan bacaan sebagaimana yang telah di dengan atau di ajarkan oleh guru
disekolah.
3.
Metode Diskusi
Metode
belajar yang mampu membangkitkan motif, minat atau gairah belajar murid dan
menjamin perkembangan kegiatan kepribadian murid adalah metode diskusi. Metode
diskusi merupakan suatu cara mengajar yang bercirikan oleh suatu keterikatan
pada suatu topik atau pokok pertanyaan atau problem. Di mana para anggota
diskusi dengan jujur berusaha mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau
pendapat yang disepakati bersama.[14]
Dalam metode diskusi
guru dapat membimbing dan mendidik siswa untuk menegur dan berargumen terhadap
teman-temannya tentang hal-hal yang berkaitan dengan bacaan al-Qur’an atau ilmu
tajwid. Dimana, setiap siswa yang berbicara atau mengemukakan pendapat harus
berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan
berdasarkan pengetahuan yang ada. Menghormati pendapat orang lain, menerima
pendapat yang benar dan menolak pendapat yang salah serta dapat mempraktekkan
bacaan al-Quran dengan pendapat yang benar adalah ciri dari metode yang dapat
digunakan untuk mendidik siswa berjiwa demokrasi dan melatih kemampuan
berbicara siswa.
4.
Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan menghasilkan
pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa memahami materi tersebut. Metoda
tanya jawab akan menjadi efektif bila materi yang menjadi topik bahasan
menarik, menantang dan memiliki nilai aplikasi tinggi. Pertanyaaan yang
diajukan bervariasi, meliputi pertanyaan tertutup (pertanyaan yang jawabannya
hanya satu kemungkinan) dan pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak
kemungkinan jawaban), serta disajikan dengan cara yang menarik.[15]
Dalam mengajarkan ilmu tajwid, juga dapat digunakan metode tanya jawab,
dimana hal-hal yang berkaitan dengan materi tajwid ditanyakan oleh guru kepada
siswa, atau membuat contoh-contah kalimat dan ditanyakan cara bacanya menurut
tajwid, dan lain-lain sebagainya.
5.
Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah cara mengajar atau penyajian materi melalui
penugasan siswa untuk melakukan suatu pekerjaan. Pemberian tugas dapat secara
individual atau kelompok. Pemberian tugas untuk setiap siswa atau kelompok
dapat sama dan dapat pula berbeda.[16]
Berdasarkan metode-metode tersebut, dapat dipahami bahwa dalam memberikan
materi pelajaran tajwid kepada anak didik, seseorang guru juga dapat
menggunakan metode pemberian tugas dengan cara memberikan tuga baik tugas
sekolah maupun tugas rumah (PR) yang berkenaan dengan ilmu tajwid.
Berdasarkan bebapa metode yang telah dijelaskan di
atas, dapat dipahami bahwa yang perlu diperhitungkan oleh seorang guru atau
pendidik dalam menetapkan metode dalam pembelajaran tajwid ialah mengetahui
batas-batas kebaikan dan kelemahan serta kesesuaian antara materi yang
diajarkan dengan metode yang akan dipergunakannya, sehingga memudahkan bagi
pendengar atau siswa dalam merumuskan kesimpulan mengenai hasil materi-materi
yang diajarkan tersebut.
[2] A.
Nawawi Ali, Pedoman Membaca…, hal. 17.
[3]http://rohis-sman37.blogspot.com/2010/02/materi-tahsin-tajwid-al-quran-part-1_05.htm,
Diakses Tanggal. 31 April 2011.
[4] http://khazanahtajwid.blogspot.com/2008/10/pengertian-tajwid.html,
Diakses Tanggal. 7 Juni 2012.
[5] A. Nawawi Ali, Pedoman Membaca…, hal. 23.
[6]
Nasaruddin Umar, Ulumul…, hal. 255
[7] Muhammad Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:
Bumi Aksara, 1996), hal. 61.
[8] Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hal. 52.
[9]Saipul Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta:
Rineka Cipta, 2002), hal. 178.
[10]
Taufiqurahman, Metode Jibril, (Malang: Ikapiq, 2005), hal. 1-23.
[11]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 208.
[12] Zakiyah Daradjat, Metodik
Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 296.
[13] Ibid.,
[14] Oemar Hamalik, Proses Belajar
Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hal. 19
[15]http://
umum. kompasiana. com/ 2009/06/08/ macam- macam- metode- pembelajaran/,
tanggal Akses: 22 Juli 2011.
[16] Ibid.,
Sangat membantu
ReplyDelete