Friday, October 20, 2017

Pembinaan dan Usaha Peduli Sosial

Kepedulian  sosial  adalah  sebuah  sikap  keterhubungan  dengan kemanusiaan pada umumnya, sebuah empati bagi setiap anggota komunitas manusia. Kepedulian sosial merupakan kondisi alamiah spesies manusia dan perangkat yang mengikat masyarakat secara bersama-sama. Oleh karena itu, kepedulian sosial adalah minat atau ketertarika sesorang untuk membantu orang lain atau sesama.
            Lebih lanjut, lingkungan terdekat adalah yang paling berpengaruh besar dalam menentukan tingkat kepedulian sosial seseorang. Lingkungan terdekat yang  dimaksud  adalah  keluarga,  sekolah,  teman-teman,  dan  lingkungan masyarakat tempat seseorang tersebut tumbuh. Dari lingkungan tersebutlah seseorang  mendapat  nilai-nilai  tentang  kepedulian  sosial.  Nilai-nilai  yang tertanam dalam kepedulian sosial secara umum meliputi nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong atau gotong royong, kerendahan hati, keramahan dan kesetiakawanan. Kepedulian sosial bukanlah untuk mencampuri urusan orang lain, tetapi lebih pada ikut merasakan yang dirasakan orang lain serta membantu menyelesaikan permasalahan yang di hadapi orang lain dengan tujuan kebaikan.
            Namun seiring dengan perkembangan zaman, di era globalisasi ini nilai-nilai  kepedulian  sosial  terus  mengalami  degradasi  khususnya  dikalangan generasi muda atau kalangan pelajar. Nilai-nilai kepedulian sosial yang saat ini mulai luntur contohnya sikap acuh tak acuh, sikap ingin menang sendiri, tidak setia kawan dan lain sebagainya. Penyebab lunturnya nilai-nilai tersebut sangat beragam, diantaranya karena kesengjangan sosial atau status sosial, karena sikap egois masing-masing individu, kurangnya pemahaman atau penanaman tentang nilai-nilai peduli sosial, kurangnya sikap toleransi, simpati dan empati.
            Ada beberapa langkah-langkah yang harus diajari oleh seorang guru kepada siswanya agar peduli terhadap sosial, di antaranya ialah:
1. Menunjukkan  atau  memberikan  contoh kebiasaan  sikap  kepedulian  sosial. Memberikan nasihat pada anak tanpa disertai dengan kebiasaaan contoh langsung tidak akan memberikan  efek  yang  besar.  Jika  sikap  kita  dalam  kehidupan  sehari-hari menunjukkan sikap peduli pada sesama maka akan besar pengaruhnya anak akan mengikutinya. Kebiasaan itu akan menguatkan bagi siswa untuk melatih jiwa melakukan perbuatan yang bersifat pemurah sehingga menjadi tabi’at yang mendarah daging.
2. Melibatkan  anak  pada  kegiatan  sosial.  Biasakan  untuk mengajak anak pada kegiatan sosial.
3. Tanamkan sikap saling menyayangi pada sesama. Menanamkan sikap saling menyayangi pada sesama dapat diterapkan dari rumah, misalnya dengan membantu orang tua, kakak, ataupun menolong teman yang jatuh.
4. Memberikan kasih sayang pada anak. Dengan kita memberikan kasih sayang maka anak akan merasa aman dan disayangi, dengan hal itu kemungkinan  anak  akan  memiliki  sikap  peduli  pada  orang  lain  yang  ada disekitarnya. Sedangkan anak yang kurang mendapatkan kasih sayang justru akan cenderung tumbuh menjadi anak yang peduli pada dirinya sendiri.
5. Mendidik anak untuk tidak membeda-bedakan teman. Mengajarkan anak untuk saling menyayangi terhadap sesama teman tanpa membedakan kaya atau miskin, warna kulit dan juga agama. Beri pengertian bahwa semua orang itu sama yaitu ciptaan tuhan.[1]

Penanaman dan peningkatan kepedulian sosial, berbagai strategi yang dapat digunakan oleh guru untuk peningkatan kepesulian sosial kepada siswa antara lain:
1.    Keteladanan
Metode yang lakukan dalam pembinaan kepribadian siswa-siswi yang pertama adalah metode persuasive atau dengan suri teladan. Penggunaan metode ini alasannya karena kita melihat situasi dan kondisi masyarakat dan siswa di daerah yang secara budaya lebih sesuai atau relevan. Kegiatan memberikan contoh ini dapat dilakukan oleh semua warga sekolah terutama guru.Allah berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi:
  
Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)
Atas dasar itu, seorang penyair melontarkan kecaman pedas terhadap pengajar atau guru yang tindak-tanduknya bertentangan dengan ucapannya:
“Wahai orang yang mengajar orang lain, kenapa engkau tidak juga menyadari dirimu sendiri. Engkau terangkan bermacam obat bagi segala penyakit agar semua yang sakit sembuh, sedang engkau sendiri ditimpa sakit, obatilah dirimu dahulu. Lalu cegahlah agar tidak menular kepada orang lain. Dengan demikian engkau adalah seorang yang bijak. Apa yang engkau nasehatkan akan mereka terima dan ikuti, ilmu yang engkau ajarkan akan bermanfaat bagi mereka”[2].
Mengingat guru sebagai pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan siswa, yang tindak-tanduk dan sopan santunnya didasari atau tidak, akan ditiru oleh mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan dan tindak-tanduknya, akan senantiasa tertanam dalam kepribadian siswa. Karena seorang anak, bagaimana pun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimanapun sucinya fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan pokok-pokok pendidikan utama, selama ia tidak melihat sang pendidik sebagai teladan dari nilai-nilai kepedulian sosial yang sangat tinggi.
2.    Kegiatan spontan
Kegiatan  spontan  adalah  kegiatan  yang  dilaksanakan  secara spontan/segera ketika terjadi pelanggaran. Kegiatan ini biasa dilakukan pada saat guru mengetahui tingkah laku siswa yang kurang baik, misalnya berkata tidak sopan, berteriak meminta sesuatu, mencoret dinding dan sebagainya. Dengan melihat peristiwa itu guru perlu menanamkan nilai dengan segera supaya siswa tidak berkelanjutan melakukan hal yang kurang baik.
3.    Teguran
Guru perlu, bahkan wajib memberikan teguran kepada siswa yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkan agar mengamalkan atau melakukan perbuatan yang baik. Sehingga diperlukan sikap yang tegas dari guru agar bisa mengubah tingkah laku siswa yang kurang baik.
4.    Pengkondisian lingkungan
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik. Contohnya: penyediaan tempat sampah, jam dinding, sloganslogan mengenai budi pekerti yang terlihat dan mudah dibaca siswa, aturan/tata tertib sekolah ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga setiap siswa mudah membacanya.
5.    Kegiatan rutin
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan siswa secara terusmenerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan seperti, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan kelas/mengerjakan piket, belajar dan sebagainya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepedulian sosial menurut Buchari Alma, dkk[3]adalah sebagai berikut:
1.      Pembelajaran di rumah
Peranan  keluarga  terutama  orang  tua  dalam  mendidik  sangat berpengaruh  terhadap  tingkah  laku  anak.  Keluarga  merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Dikatakan sebagai pendidikan yang pertama karena pertama kali anak  mendapatkan  pengaruh  pendidikan  dari  dan  di  dalam keluarganya. Sedangkan dikatakan sebagai pendidikan yang utama karena sekalipun anak mendapatkan pendidikan dari sekolah dan masyarakatnya, namun tanggung jawab kodrati pendidikan terletak pada orang tuanya.[4]
Anak-anak biasanya akan meniru setiap tingkah laku orang tuanya. Seperti apa yang dijelaskan oleh Mulyani Sumantri & Syaodih,[5] anak semenjak usia balita suka meniru apa saja yang dia lihat, dari tindak tanduk orang tua, cara bergaul orang tua, cara berbicara atau berinteraksi di lingkungan sekitar, cara orang tua menghadapi teman, tamu dan sebagainya.
2.      Pembelajaran di lingkungan
Pertumbuhan pribadi dan sosial pada tahap umur ini, ditandai dengan kebutuhan untuk menyatakan diri, ingin dihargai, diakui dan dipercayai oleh lingkungannya, terutama oleh teman-temannya. Mereka tidak mau dikucilkan dari kelompoknya, karena memerlukan teman untuk mengembangkan pribadinya. Keadaan seperti itulah yang sering mendorong remaja untuk mengikuti dan meniru apa yang dilakukan oleh temannya, baik dalam berpakaian, mode dan potong rambut, gaya hidup, sopan santun terhadap orangtua dan orang dewasa lainnya, serta pergaulan dengan teman sebaya, baik yang sama jenis, maupun lawan jenis. Seandainya mereka sering bergaul dengan teman yang biasa berbuat salah, melanggar kaidah akhlak dan agama atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, remaja masih baik, dapat terpengaruh dan terdorong untuk menirunya.[6]
Kartini Kartono dalam bukunya Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah mengatakan, tidak jarang seorang siswa yang alim berubah menjadi berandalan karena pergaulan di lingkungannya. Sebuah lingkungan yang bermacam-macam kejahatan terjadi akan menyebabkan si anak meniru perbuatan-perbuatan itu, walaupun tidak disadarinya.[7] Ini semua penting untuk dicermati oleh guru terhadap penyesuaian diri siswanya di lingkungan, segala peraturan positif dan bimbingan perlu mendapat perhatian serius dari guru untuk anak-anaknya.
Guru dalam hal ini menjadi media pendidik dan sumber informasi bagi anak didik dalam memberikan ilmu pengetahuan. Guru berperan memberikan bantuan,  motivasi, di lingkungan sekolah lebih menekankan pengajaran tentang kedisiplinan, tanggung jawab, dan ketaatan terhadap aturan yang berlaku serta norma-norma yang berlaku dilingkungan masyarakat sehingga anak dapat menempatkan diri dimana pun dia berada dan bagaimana bersikap baik, sopan, dan peduli terhadap orang lain.
3.      Pembelajaran di sekolah
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan memiliki potensi untuk memberikan  pendidikan  nilai  kepedulian  sosial  melalui  guru  dan seluruh  penyangga  kepentingan  sekolah.  Penanaman  nilai  dapat diintegrasikan pada setiap mata pelajaran supaya nilai benar-benar terinternalisasi  pada siswa.  Guru  menjadi  faktor  utama  dalam pengintegrasian nilai-nilai di sekolah. Selain itu sekolah juga memiliki berbagai macam kegiatan baik yang berhubungan dengan di dalam maupun di luar sekolah dengan melibatkan warga sekitar yang dapat menumbuhkan sikap kepedulian sosial.
Fungsi sekolah sebagai lembaga sosial adalah membentuk manusia sosial yang dapat bergaul dengan sesama manusia secara serasi walaupun terdapat unsur perbedaan tingkat soaial ekonominya, perbedaan agama, ras, peradaban, bahasa dan lain sebagainya. Sekolah bukan hanya tempat untuk belajar meningkatkan kemampuan intelektual, akan tetapi juga mengembangkan dan memperluas pengalaman sosial anak agar dapat bergaul dengan orang lain di dalam masyarakat.[8]
Kegiatan dengan melibatkan pihak luar sekolah ini sesuai dengan yang dikatakan Maman Rachman[9]bahwa sekolah perlu mengadakan hubungan baik dan kerjasama dengan komunitas lingkungan sekitar. Masyarakat  diharapkan  dapat  membantu  dan  bekerjasama  dengan sekolah agar program sekolah dapat berjalan dengan lancar dan oleh sebab itu hubungan yang saling menguntungkan antara sekolah dan masyarakat perlu dibina secara harmonis.


[1]Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 1.
[2]Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hal. 143.
[3]Buchari Alma, dkk, Pembelajaran Studi Sosial, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 210-211.
[4]Din Wahyudin, Pengantar Pendidikan. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hal. 37.
[5]Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hal. 39.
[6]Andi Hakim Nasoetin, Pendidikan Agama dan Akhlak bagi Anak dan Remaja, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2001), hal. 27.
[7] Kartini Kartono, Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah, (Jakarta: Rajawali Press, 1991), hal. 117.
[8]Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 265.
[9]Rachman. Manajemen  Kelas, (Semarang:  Pendidikan  Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar. 1997), hal. 176-183.

No comments:

Post a Comment