Kepedulian sosial
adalah sebuah sikap
keterhubungan dengan kemanusiaan
pada umumnya, sebuah empati bagi setiap anggota komunitas manusia. Kepedulian
sosial merupakan kondisi alamiah spesies manusia dan perangkat yang mengikat
masyarakat secara bersama-sama. Oleh karena itu, kepedulian sosial adalah minat
atau ketertarika sesorang untuk membantu orang lain atau sesama.
Lebih lanjut, lingkungan terdekat adalah yang paling
berpengaruh besar dalam menentukan tingkat kepedulian sosial seseorang.
Lingkungan terdekat yang dimaksud adalah
keluarga, sekolah, teman-teman,
dan lingkungan masyarakat tempat
seseorang tersebut tumbuh. Dari lingkungan tersebutlah seseorang mendapat
nilai-nilai tentang kepedulian
sosial. Nilai-nilai yang tertanam dalam kepedulian sosial secara
umum meliputi nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong atau gotong
royong, kerendahan hati, keramahan dan kesetiakawanan. Kepedulian sosial
bukanlah untuk mencampuri urusan orang lain, tetapi lebih pada ikut merasakan
yang dirasakan orang lain serta membantu menyelesaikan permasalahan yang di
hadapi orang lain dengan tujuan kebaikan.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, di era
globalisasi ini nilai-nilai
kepedulian sosial terus
mengalami degradasi khususnya
dikalangan generasi muda atau kalangan pelajar. Nilai-nilai kepedulian
sosial yang saat ini mulai luntur contohnya sikap acuh tak acuh, sikap ingin
menang sendiri, tidak setia kawan dan lain sebagainya. Penyebab lunturnya
nilai-nilai tersebut sangat beragam, diantaranya karena kesengjangan sosial
atau status sosial, karena sikap egois masing-masing individu, kurangnya
pemahaman atau penanaman tentang nilai-nilai peduli sosial, kurangnya sikap
toleransi, simpati dan empati.
Ada beberapa langkah-langkah yang harus diajari oleh
seorang guru kepada siswanya agar peduli terhadap sosial, di antaranya ialah:
1. Menunjukkan atau
memberikan contoh kebiasaan sikap
kepedulian sosial. Memberikan
nasihat pada anak tanpa disertai dengan kebiasaaan contoh langsung tidak akan
memberikan efek yang
besar. Jika sikap
kita dalam kehidupan
sehari-hari menunjukkan sikap peduli pada sesama maka akan besar
pengaruhnya anak akan mengikutinya. Kebiasaan itu akan menguatkan bagi siswa
untuk melatih jiwa melakukan perbuatan yang bersifat pemurah sehingga menjadi
tabi’at yang mendarah daging.
2. Melibatkan anak
pada kegiatan sosial.
Biasakan untuk mengajak anak pada
kegiatan sosial.
3. Tanamkan
sikap saling menyayangi pada sesama. Menanamkan sikap saling menyayangi pada
sesama dapat diterapkan dari rumah, misalnya dengan membantu orang tua, kakak,
ataupun menolong teman yang jatuh.
4. Memberikan
kasih sayang pada anak. Dengan kita memberikan kasih sayang maka anak akan
merasa aman dan disayangi, dengan hal itu kemungkinan anak
akan memiliki sikap
peduli pada orang
lain yang ada disekitarnya. Sedangkan anak yang kurang
mendapatkan kasih sayang justru akan cenderung tumbuh menjadi anak yang peduli
pada dirinya sendiri.
5. Mendidik
anak untuk tidak membeda-bedakan teman. Mengajarkan anak untuk saling
menyayangi terhadap sesama teman tanpa membedakan kaya atau miskin, warna kulit
dan juga agama. Beri pengertian bahwa semua orang itu sama yaitu ciptaan tuhan.[1]
Penanaman
dan peningkatan kepedulian sosial, berbagai strategi yang dapat digunakan oleh
guru untuk peningkatan kepesulian sosial kepada siswa antara lain:
1. Keteladanan
Metode yang lakukan
dalam pembinaan kepribadian siswa-siswi yang pertama adalah metode persuasive
atau dengan suri teladan. Penggunaan metode ini alasannya karena kita melihat
situasi dan kondisi masyarakat dan siswa di daerah yang secara budaya lebih
sesuai atau relevan. Kegiatan memberikan contoh ini dapat dilakukan oleh semua
warga sekolah terutama guru.Allah berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 21 yang
berbunyi:
Artinya:
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)
Atas dasar itu, seorang penyair melontarkan kecaman pedas
terhadap pengajar atau guru yang tindak-tanduknya bertentangan dengan
ucapannya:
“Wahai orang
yang mengajar orang lain, kenapa engkau tidak
juga menyadari dirimu sendiri. Engkau terangkan
bermacam obat bagi segala penyakit agar semua yang sakit sembuh, sedang engkau
sendiri ditimpa sakit, obatilah dirimu dahulu.
Lalu cegahlah agar tidak menular kepada orang lain. Dengan demikian engkau
adalah seorang yang bijak. Apa yang engkau
nasehatkan akan mereka terima dan ikuti, ilmu yang engkau ajarkan akan
bermanfaat bagi mereka”[2].
Mengingat
guru sebagai pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan siswa, yang
tindak-tanduk dan sopan santunnya didasari atau tidak, akan ditiru oleh mereka.
Bahkan bentuk perkataan, perbuatan dan tindak-tanduknya, akan senantiasa
tertanam dalam kepribadian siswa. Karena seorang anak, bagaimana pun besarnya
usaha yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimanapun sucinya fitrah, ia
tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan pokok-pokok pendidikan
utama, selama ia tidak melihat sang pendidik sebagai teladan dari nilai-nilai
kepedulian sosial yang sangat tinggi.
2. Kegiatan
spontan
Kegiatan spontan
adalah kegiatan yang
dilaksanakan secara
spontan/segera ketika terjadi pelanggaran. Kegiatan ini biasa dilakukan pada
saat guru mengetahui tingkah laku siswa yang kurang baik, misalnya berkata
tidak sopan, berteriak meminta sesuatu, mencoret dinding dan sebagainya. Dengan
melihat peristiwa itu guru perlu menanamkan nilai dengan segera supaya siswa
tidak berkelanjutan melakukan hal yang kurang baik.
3. Teguran
Guru
perlu, bahkan wajib memberikan teguran kepada siswa yang melakukan perilaku
buruk dan mengingatkan agar mengamalkan atau melakukan perbuatan yang baik.
Sehingga diperlukan sikap yang tegas dari guru agar bisa mengubah tingkah laku
siswa yang kurang baik.
4. Pengkondisian
lingkungan
Suasana
sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik. Contohnya:
penyediaan tempat sampah, jam dinding, sloganslogan mengenai budi pekerti yang
terlihat dan mudah dibaca siswa, aturan/tata tertib sekolah ditempelkan pada
tempat yang strategis sehingga setiap siswa mudah membacanya.
5. Kegiatan
rutin
Kegiatan
rutin merupakan kegiatan yang dilakukan siswa secara terusmenerus dan konsisten
setiap saat. Contoh kegiatan seperti, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan,
mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan
kelas/mengerjakan piket, belajar dan sebagainya.
Upaya
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepedulian sosial menurut Buchari Alma,
dkk[3]adalah
sebagai berikut:
1. Pembelajaran
di rumah
Peranan keluarga
terutama orang tua
dalam mendidik sangat berpengaruh terhadap
tingkah laku anak.
Keluarga merupakan lingkungan
pendidikan yang pertama dan utama. Dikatakan sebagai pendidikan yang pertama
karena pertama kali anak
mendapatkan pengaruh pendidikan
dari dan di
dalam keluarganya. Sedangkan dikatakan sebagai pendidikan yang utama
karena sekalipun anak mendapatkan pendidikan dari sekolah dan masyarakatnya,
namun tanggung jawab kodrati pendidikan terletak pada orang tuanya.[4]
Anak-anak biasanya akan
meniru setiap tingkah laku orang tuanya. Seperti apa yang dijelaskan oleh
Mulyani Sumantri & Syaodih,[5]
anak semenjak usia balita suka meniru apa saja yang dia lihat, dari tindak
tanduk orang tua, cara bergaul orang tua, cara berbicara atau berinteraksi di
lingkungan sekitar, cara orang tua menghadapi teman, tamu dan sebagainya.
2. Pembelajaran
di lingkungan
Pertumbuhan
pribadi dan sosial pada tahap umur ini, ditandai dengan kebutuhan untuk
menyatakan diri, ingin dihargai, diakui dan dipercayai oleh lingkungannya,
terutama oleh teman-temannya. Mereka tidak mau dikucilkan dari kelompoknya,
karena memerlukan teman untuk mengembangkan pribadinya. Keadaan seperti itulah
yang sering mendorong remaja untuk mengikuti dan meniru apa yang dilakukan oleh
temannya, baik dalam berpakaian, mode dan potong rambut, gaya hidup, sopan
santun terhadap orangtua dan orang dewasa lainnya, serta pergaulan dengan teman
sebaya, baik yang sama jenis, maupun lawan jenis. Seandainya mereka sering
bergaul dengan teman yang biasa berbuat salah, melanggar kaidah akhlak dan
agama atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, remaja masih baik, dapat
terpengaruh dan terdorong untuk menirunya.[6]
Kartini Kartono
dalam bukunya Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah mengatakan, tidak
jarang seorang siswa yang alim berubah menjadi berandalan karena pergaulan di
lingkungannya. Sebuah lingkungan yang bermacam-macam kejahatan terjadi akan
menyebabkan si anak meniru perbuatan-perbuatan itu, walaupun tidak disadarinya.[7]
Ini semua penting untuk dicermati oleh guru terhadap penyesuaian diri siswanya
di lingkungan, segala peraturan positif dan bimbingan perlu mendapat perhatian
serius dari guru untuk anak-anaknya.
Guru dalam
hal ini menjadi media pendidik dan sumber informasi bagi anak didik dalam memberikan ilmu pengetahuan.
Guru berperan memberikan bantuan, motivasi, di lingkungan sekolah lebih menekankan pengajaran tentang kedisiplinan, tanggung jawab, dan ketaatan terhadap aturan yang berlaku serta norma-norma yang berlaku dilingkungan masyarakat sehingga anak dapat menempatkan diri dimana pun dia berada dan bagaimana bersikap baik, sopan, dan peduli terhadap orang lain.
3. Pembelajaran
di sekolah
Sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan memiliki potensi untuk memberikan pendidikan
nilai kepedulian sosial
melalui guru dan seluruh
penyangga kepentingan sekolah.
Penanaman nilai dapat diintegrasikan pada setiap mata
pelajaran supaya nilai benar-benar terinternalisasi pada siswa.
Guru menjadi faktor
utama dalam pengintegrasian
nilai-nilai di sekolah. Selain itu sekolah juga memiliki berbagai macam
kegiatan baik yang berhubungan dengan di dalam maupun di luar sekolah dengan
melibatkan warga sekitar yang dapat menumbuhkan sikap kepedulian sosial.
Fungsi sekolah sebagai
lembaga sosial adalah membentuk manusia sosial yang dapat bergaul dengan sesama
manusia secara serasi walaupun terdapat unsur perbedaan tingkat soaial
ekonominya, perbedaan agama, ras, peradaban, bahasa dan lain sebagainya. Sekolah
bukan hanya tempat untuk belajar meningkatkan kemampuan intelektual, akan
tetapi juga mengembangkan dan memperluas pengalaman sosial anak agar dapat
bergaul dengan orang lain di dalam masyarakat.[8]
Kegiatan dengan melibatkan pihak luar sekolah ini
sesuai dengan yang dikatakan Maman Rachman[9]bahwa
sekolah perlu mengadakan hubungan baik dan kerjasama dengan komunitas lingkungan
sekitar. Masyarakat diharapkan dapat
membantu dan bekerjasama
dengan sekolah agar program sekolah dapat berjalan dengan lancar dan
oleh sebab itu hubungan yang saling menguntungkan antara sekolah dan masyarakat
perlu dibina secara harmonis.
[1]Abudin
Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006), hal. 1.
[2]Abdullah
Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam
Islam, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hal. 143.
[3]Buchari Alma, dkk, Pembelajaran Studi
Sosial, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 210-211.
[4]Din Wahyudin, Pengantar Pendidikan.
(Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hal. 37.
[5]Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih, Perkembangan Peserta
Didik, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2008), hal. 39.
[6]Andi
Hakim Nasoetin, Pendidikan Agama dan
Akhlak bagi Anak dan Remaja, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2001), hal. 27.
[7]
Kartini Kartono, Bimbingan Bagi Anak dan
Remaja yang Bermasalah, (Jakarta: Rajawali Press, 1991), hal. 117.
[8]Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan.
(Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 265.
[9]Rachman. Manajemen Kelas, (Semarang: Pendidikan
Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan
Guru Sekolah Dasar. 1997), hal. 176-183.
No comments:
Post a Comment