Adapun
dalam pensyariatan thaharah, terdapat
nilai-nilai pendidikan yang dapat diterapkan pada periode tersebut. Untuk lebih
jelasnya mengenai nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam pelaksanaan thaharah, dapat diketahui sebagaimana
penjelasan berikut ini:
- Mendidik keimanan
Mendidik atau melatih nilai-nilai
keimanan merupakan landasan pokok bagi kehidupan yang sesuai fitrahnya,
karena manusia mempunyai sifat dan kecenderungan untuk mengalami dan
mempercayai adanya Tuhan. Oleh karena itu penanaman nilai-nilai keimanan harus
diperhatikan dan tidak boleh dilupakan bagi setiap orang muslim. Pendidikan
keimanan harus dijadikan sebagai salah satu pokok dari pendidikan kesalehan
terhadap seseorang. Dengan senantiasa membiasakan diri dalam thaharah atau kesucian baik lahir maupun
batin, maka akan dapat diharapkan seseorang menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt dengan
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan thaharah (menyucikan diri), diharapkan
mampu membentengi dirinya dari berbuat dan kebiasaan buruk.
Menanamkan nilai-nilai
kebersihan dalam ajaran agama Islam berpangkal atau merupakan konsekuwensi dari
pada iman kepada Allah Swt, berupaya menjadikan dirinya dalam keadaan suci atau
bersih supaya dapat berpeluang mendekat kepada Allah Swt. Kebersihan itu bersumber
dari iman dan merupakan bagian dari iman. Dengan demikian kebersihan dalam
Islam mempunyai aspek ibadah dan aspek moral, dan karena itu sering juga
dipakai kata “bersuci” sebagai padanan kata “membersihkan/melakukan
kebersihan”.
Dengan demikian, thaharah merupakan suatu proses
menanamkan nilai-nilai pendidikan pada seseorang sebagai bukti keimanannya
kepada Allah Swt. Kepasrahan seorang melaksanakan perintah Allah Swt merupakan
pendidikan yang sangat penting bagi kehidupan.
Berkaitan dengan penjelasan di
atas, Ahmad Sarwat menjelaskan bahwa urusan kesucian itu merupakan suatu hal
yang sangat terkait dengan nilai dan derajat keimanan seseorang. Bila urusan
kesucian ini bagus, maka imannya pun bagus. Demikian juga sebaliknya, bila
masalah kesucian ini tidak diperhatikan, maka kulitas imannya sangat
dipertaruhkan.[1]
Dengan demikian, dapat dipahami
bahwa dalam thaharah secara tidak
langsung terdapat nilai keimanan. Nilai inilah yang bisa mendekatkan kepada
Allah Swt supaya mengenal bahwa thaharah
sebagai bagian dari tuntunan Islam sebagai agamanya. Sifat pendidikan keimanan
yang terdapat dalam thaharah belum
bisa dirasakan secara langsung, maka harus diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan terbiasa dalam kesucian, maka akan memiliki rasa keimanan yang
mantap dan tidak goyah dalam kehidupan ini.
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa salah satu nilai pendidikan
Islam yang terdapat dalam pelaksanaan thaharah
adalah untuk membina nilai keimanan. Kenyataan tersebut dapat diketahui di mana,
dalam pelaksanaan thaharah tersebut,
seseorang telah menunjukkan bahwa ia tunduk dan patuh kepada perintah Allah Swt
dalam bentuk melaksanakan thaharah
dengan penuh keyakinan dan keikhlasan.
- Menanamkan Tanggungjawab Beribadah
Termasuk nilai-nilai pendidikan
dalam thaharah adalah untuk
menanamkan tanggungjawab dalam beribadah kepada Allah Swt. Karna thaharah selain menjadi bagian utuh dari
keimanan seseorang, masalah kesucian ini pun terkait erat dengan sah tidaknya
ibadah seseorang. Tanpa adanya kesucian, maka seberapa bagus dan banyaknya
ibadah seseorang akan menjadi ritual tanpa makna sama sekali disisi Allah Swt.
Sebab perbuatan tersebut tidak didasari dengan kesucian baik hakiki maupun
maknawi.[2]
Pendidikan ibadah merupakan
salah satu aspek pendidikan Islam yang perlu diperhatikan. Semua ibadah dalam
Islam bertujuan membawa manusia supaya selalu ingat kepada Allah Swt. Oleh
karena itu, ibadah merupakan tujuan hidup manusia diciptakan-Nya dimuka bumi.
Allah Swt berfirman dalam surat Adz Dzariyat ayat 56, yaitu:
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون (الذاريات: ٥٦)
Artinya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya menyembahKu.” (QS.
Adz-Dzaariyat: 56 )
Thaharah ternyata mengandung nilai-nilai pendidikan ibadah, karena
kesempurnaan suatu ibadah mensyaratkan kesucian terlebih dahulu. Secara lahiriyyah ibadah (shalat) memerlukan
kebersihan rohani maupun jasmani. Hal ini tidak dapat dilakukan manakala dalam
keadaan tidak suci. Shalat adalah kewajiban yang pelaksanaannya mensyaratkan
kesucian diri dari hadats dan najis, kewajiban shalat praktis tidak terpenuhi
lantaran tidak terpenuhinya salah satu dari sekian syarat sahnya shalat.
Ibadah ritual dalam Islam
seperti halnya ibadah shalat lima waktu, haji, umrah, membaca Al-Qur'an
masing-masing mansyaratkan kesucian diri dari najis dan hadas. Ibadah shalat
dan ibadah lain merupakan ritualitas yang diwajibkan kepada setiap muslim yang
sudah memenuhi syarat wajibnya (mukallaf)
dalam rangka menghambakan diri pada Allah Swt.[3]
Sebagai wujud peribadatan
seorang hamba kepada sang Khaliq
tentu ia yang melakukan shalat mengharap shalatnya diterima oleh-Nya. Padahal
Allah Swt sendiri tidak akan menerima shalat orang yang berhadats dan bernajis.
Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لايقبل الله صلاة احدكم اذا
حدث حتى يتوضأ (رواه البخارى)
Artinya:
“Rasulullah Saw bersabda: “Tidak diterima shalat orang yang berhadats sehingga
dia berwudhu.” (HR. Bukhari).[4]
Berdasarkan penjelasan hadits
tersebut, dapat diketahui bahwa agar shalat seseorang dapat diterima oleh Allah
Swt, maka disyaratkan untuk menghilangkan najis terlebih dahulu sebelum
melakukan ibadah shalat.
Shalat secara lahiriyah berhubungan
dengan kebersihan jasmani. Hal ini mengisyaratkan bahwa sebelum shalat harus
dalam keadaan bersih. Dengan demikian, untuk menanamkan tanggung jawab
beribadah yang merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, maka disyaratkan
untuk beribadah tersebut untuk terlebih dahulu dalam keadaan suci dari hadast
dan najis dengan cara thaharah.
Dengan demikian, thaharah untuk
melakukan beribadah merupakan salah satu hal yang mengandung nilai-nilai
pendidikan dalam Islam.
- Menanamkan
Kebiasaan Hidup Sehat dan Bersih
Menjaga kesehatan merupakan
perintah wajib bagi setiap muslim. Karena dalam kaidah hukum Islam “perintah
terhadap sesuatu juga berarti perintah untuk melaksanakan perantaranya”.
Artinya jika membangun badan atau fisik yang sehat merupakan perintah wajib,
maka melakukan perbuatan untuk menjaga kesehatan hukumnya wajib pula.[5]
Secara filosofis, makna
kesehatan menurut ajaran Islam adalah kesehatan dalam diri manusia yang
meliputi sehat jasmani dan rohani atau lahir dan batin. Orang yang sehat secara
jasmani dan rohani adalah orang berperilaku yang lebih mengarah pada tuntunan
nilai-nilai ruhaniyah, sehingga melahirkan amal saleh. Ketika Islam memandang
kesehatan merupakan faktor yang sangat penting, maka Islam juga memberikan
petunjuk bagaimana hidup sehat.
Allah Swt memerintah hambanya
untuk melaksanakan ibadah dengan ketentuan bersuci. Ini menunjukkan bahwa
keduanya tidak dapat dipisahkan dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Antara
ibadah dan suci terdapat hubungan yang erat dan timbal balik, di mana kesucian
dianggap sebagai ibadah, dan ibadah itu sendiri dianggap tidak sah atau
sempurna tanpa melalui kebersihan suci.
Al-Qur’an menjadikan kebersihan dan kebersihan sebagai sarana untuk menentukan kualitas ibadah. Karenanya, kebersihan selalu dijadikan sebagai syarat dari suatu ibadah baik kesucian lahiriyah maupun batiniyah. Kesucian lahiriyah berorientasi kepada sah dan tidak sahnya suatu ibadah, sedangkan kebersihan bathiniyah lebih terfokus kepada kesempurnaan suatu ibadah yaitu diterima atau tidak diterima. Kaitan yang erat ini seharusnya dapat dijadikan budaya dalam kehidupan karena pelaksanaan ibadah rutin dilaksanakan setiap hari.[6]
Al-Qur’an menjadikan kebersihan dan kebersihan sebagai sarana untuk menentukan kualitas ibadah. Karenanya, kebersihan selalu dijadikan sebagai syarat dari suatu ibadah baik kesucian lahiriyah maupun batiniyah. Kesucian lahiriyah berorientasi kepada sah dan tidak sahnya suatu ibadah, sedangkan kebersihan bathiniyah lebih terfokus kepada kesempurnaan suatu ibadah yaitu diterima atau tidak diterima. Kaitan yang erat ini seharusnya dapat dijadikan budaya dalam kehidupan karena pelaksanaan ibadah rutin dilaksanakan setiap hari.[6]
Suatu contoh keterkaitan antara
pelaksanaan ibadah dengan kesucian adalah rukun Islam berupa shalat, zakat,
puasa dan haji. Hal yang paling menarik dari ibadah-ibadah ini ialah adanya
penentuan syarat-syarat suci sebelum pelaksanaan ibadah dan tujuan suci yang
hendak diraih. Syarat-syarat ini pada umumnya mengarah kepada sifat bersih baik
lahir maupun batin.
Makna kebersihan yang digunakan
dalam Islam ternyata mengandung makna yang banyak aspek, seperti aspek
kebendaan, aspek harta dan aspek jiwa. Thaharah
(suci) bermakna bersih dari kotoran yang najis. Maka tidak heran jika
kitab-kitab fikih Islam menempatkan bab thaharan
diawal, sebelum membahas shalat. Dalam kitab suci Al-Qur’an banyak ayat yang
menganjurkan untuk bersuci.
Adanya kewajiban shalat lima
waktu sehari merupakan jaminan terpeliharanya kebersihan badan secara terbatas
dan minimal, karena ibadah shalat itu baru sah kalau orang terlebih dahulu
membersihkan diri dengan bersuci (thaharah atau berwudhu). Demikian juga ibadah
tersebut baru sah jika pakaian dan tempat dimana melakukannya memang bersih.
Jadi jaminan kebersihan diri, pakaian dan lingkungan mereka yang melaksanakannya.
Disinilah letaknya ibadah itu ikut berperan membina kesehatan jasmani selain
tentunya peran utamanya membina kesehatan jiwa manusia.
Kebersihan badan/jasmani
seorang muslim, tidak menghilangkan najis, ber-istinja’ dan berwudhu’ saja,
tetapi adakalanya harus melakukan pembersihan badan secara menyeluruh dengan mandi.
Membersihkan diri dengan mandi menjadi suatu kewajiban dalam rangka pelaksanaan
ibadah manakala seseorang junub (usai
melakukan hubungan seksual atau seusai haid/nifas (khususnya bagi wanita).
Selain dari itu, ajaran Islam menkankan anjurannya supaya orang itu mandi dalam
hubungannya dengan pelaksanaan ibadah tertentu.
Agama Islam menaruh perhatian
amat tinggi pada kebersihan, baik lahiriah fisik maupun batiniyah psikis.
Kebersihan lahiriyah itu tidak dapat dipisahkan dengan kebersihan batiniyah.
Oleh karena itu, ketika seorang muslim melaksanakan ibadah tertentu harus
membersihkan terlebih dahulu aspek lahiriyahnya. Ajaran Islam yang memiliki
aspek akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak ada kaitan dengan seluruh kebersihan
ini. Hal ini terdapat dalam tata cara ibadah secara keseluruhan. Orang yang mau
shalat misalnya, diwajibkan bersih fisik dan psikhisnya. Secara fisik badan,
pakaian, dan tempat salat harus bersih, bahkan suci. Secara psikis atau akidah seseorang
itu harus suci juga dari perbuatan syirik. Manusia harus suci dari fahsya
dan munkarat.[7]
Makna “thaharah” mencakup aspek bersih lahir dan bersih bathin. Bersih
lahir artinya terhindar (terlepas) dari segala kotoran, hadas dan najis.
Sedangkan bersih bathin artinya terhindar dari sikap dan sifat tercela.[8] Agama
Islam menghendaki dari umatnya kebersihan yang menyeluruh. Dengan kebersihan
yang menyeluruh itu diharapkan akan terwujud kehidupan manusia, individu dan
masyarakat yang selamat, sehat, bahagia dan sejahtera lahir dan bathin. Untuk
mencapai tujuan di atas, agama Islam memberikan tuntutan dan petunjuk tata cara
berthaharah (bersuci) dan menjaga
kebersihan.
Bahwa
anjuran untuk mandi tidak hanya terbatas pada waktu dan keadaan, tetapi mandi
itu dianjurkan pada setiap waktu akan menghadiri suatu pertemuan, dan setiap
waktu badan berubah bau (disebutkan keringat dan lain sebagainya). Jadi mandi
itu adalah suatu hal yang sangat terpuji untuk memelihara kebersihan badan/
jasmani, bahkan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ibadah.
Ajaran
Islam juga memberikan perhatian cukup kepada kebersihan makanan dan minman.
Orang muslim disuruh memilih makanan yang baik dan dilarang memakan segala yang
najis dan apa saja yang mengancam kesehatan dan keselamatannya.
Islam
memberikan prioritas pada masalah kebersihan itu dalam ajaran “thaharah” sebagai wujud nyata dari usaha
untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik dibidang kesehatan,
menyehatkan lingkungan hidup manusia, terutama lingkungan fisik, yaitu tanah,
air dan udara. Hidup bersih hendaknya menjadi sikap masyarakat muslim, karena
hidup bersih merupakan tolak ukur dari kehidupan muslim.
Kebersihan
adalah upaya manusia untuk memelihara diri dan lingkungannya dari segala yang
kotor dan keji dalam rangka mewujudkan dan melestarikan kehidupan yang sehat
dan nyaman. Kebersihan merupakan syarat bagi terwujudnya kesehatan, dan sehat
adalah salah satu faktor yang dapat memberikan kebahagiaan. Sebaliknya kotor
tidak saja merusak keindahan tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya berbagai
penyakit, dan sakit merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan penderitaan.[9]
Kebersihan
membawa banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Sebaliknya, kotor dan jorok akan
membawa banyak akibat buruk dalam kehidupan. Orang yang dapat menjaga
kebersihan badan, pakaian, dan tempat (lingkungannya) akan dapat merasakan
hidup nyaman. Sebaliknya, kalau orang menganggap remeh masalah kebersihan, maka
akan merasa terganggu baik oleh penyakit maupun akibat buruk lain seperti
polusi udara, pencemaran air dan banjir.
Bersih dan suci didalam Islam di maksudkan
bersih lahir dan batin, demikian juga sehat yang dikehendaki Islam adalah sehat
lahir dan batin. Karena
dengan bersih dan suci yang berada dalam badan dan jiwa maka dapat berfikir
dengan jernih sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk
sehingga dapat menghantarkan selamat dunia dan akhirat.
Menjaga
kebersihan dengan senantiasa berthaharah
berarti menjaga diri dari timbulnya penyakit, sebab penyakit biasanya mudah
timbul bila kotor.[10]
Karena Islam sendiri telah memberikan perhatian pada kesehatan umat manusia
umumnya dan kesehatan anak khususnya. Begitu besar perhatian ajaran Islam
terhadap pembinaan ajaran dengan banyak sisi yang dibahas oleh Islam.
Sebagaimana Islam telah menjelaskan secara luas makna kesehatan itu sendiri.
Dalam rangka melindungi
kesehatan, syariat Islam mengajak kepada pemeluknya untuk mengadakan sejumlah
kegiatan yang diperkirakan mampu melindungi, menjaga dan menjamin kesehatan
dari berbagai bahaya penyakit yang kemungkinan akan timbul. Syariat Islam
mengajak kepada kebersihan, maka menghilangkan kotoran dan penyakit itu suatu
kewajiban kepada setiap orang.[11]
Islam telah mempertegas tentang
tujuan pentingnya thaharah, yakni
untuk bersuci dan menjaga kesucian. Oleh sebab itu, thaharah sangat erat kaitannya dengan pemeliharaan kebersihan anggota
badan.
Begitu besar manfaat thaharah, sehingga di dalamnya
mengandung nilai–nilai kesehatan yang dapat membiasakan hidup bersih. Thaharah membiasakan hidup bersih,
karena kebersihan dimulai dari dirinya sendiri kemudian lingkungan tempat
tinggalnya. Dengan kebiasaan hidup bersih berarti akan merasakan hidup sehat
jasmani dan rohani.
Kesehatan dibutuhkan oleh
setiap orang. Dengan kesehatan, aktifitas keagamaan dan dunia dapat dikerjakan
dengan baik. Orang bekerja butuh tubuh yang sehat, begitu juga dalam
melaksanakan ibadah pada Allah Swt. Semua aktifitas didunia memerlukan
kesehatan jasmani maupun rohani. Dengan thaharah, maka anak akan dididik untuk
hidup yang bersih. Sedang hidup bersih adalah jalan menuju hidup yang sehat.
Mengingat pentingnya kesehatan
bagi umat Islam apalagi dalam era modern seperti sekarang ini banyak sekali
penyakit baru yang bermunculan. Maka sangat perlu bagi setiap orang muslim
untuk lebih memperhatikan kebersiahannya dengan memasukkan pendidikan kesehatan
sebagai unsur pokok. Thaharah sebagai
syariat Islam menjadi sarana orang tua menanamkan kebiasaan hidup sehat.
Ajaran Islam sangat
memperhatikan tentang kebersihan dan kerapian umat. Setiap orang harus
diajarkan hidup yang bersih, karena Allah Swt menyukai orang-orang yang bersih.
Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat
222, yaitu:
ان الله يحب التوابين ويحب المتطهرين (البقرة: ٢٢٢)
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang bersih.” (QS. Al-Baqarah: 222).
Dengan demikian, Islam
menganjurkan setiap orang untuk menjaga kesehatan, karena dengan membiasakan
hidup bersih dan sehat dapat dibiasakan. Maka mulailah membangun hidup sehat
dan bersih dan terus dididik hingga menjadi kebiasaan dalam kehidupannya
sehari-hari.
Termasuk juga bentuk perhatian
serius atas masalah kesehatan baik yang bersifat umum atau khusus. Serta pembentukan
pisik dengan bentuk yang terbaik dan penampilan yang terindah. Perhatian ini
juga merupakan isyarat kepada masyarakat untuk mencegah tersebarnya penyakit,
kemalasan dan keengganan. Sebab wudhu' dan mandi itu secara pisik terbukti bias
menyegarkan tubuh, mengembalikan fitalitas dan membersihkan diri dari segala
kuman penyakit yang setiap saat bisa menyerang tubuh. Secara ilmu kedokteran
modern terbukti bahwa upaya yang paling efektif untuk mencegah terjadinya wabah
penyakit adalah dengan menjaga kebersihan. Dan seperti yang sudah sering
disebutkan bahwa mencegah itu jauh lebih baik dari mengobati.[12]
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa salah satu nilai
pendidikan yang terkandung dalam pelaksanaan thaharah adalah sebagai bentuk umat Islam untuk menanamkan cara
hidup bersih dan sehat. Dengan begitu, maka akan terhindar dari berbagai
penyakit yang kemungkinan akan timbul serta yang paling penting adalah agar
dapat selalu bersih dan suci dari kotoran atau najis.
[1]Ahmad
Sarwat, Fiqih Islam…, hal.
9.
[3]M.
Nipan Abdul Halim, Mendidik Kesalehan Anak (Akikah, Pemberian Nama, Khitan
Dan Maknanya), (Jakarta: Pustaka Amani, 2001), hal. 129.
[4]Bukhari, Shahih Al-Bukhari, (Bairut: Dar Al-
Kutub Al-Ilmiyah, 1992), hal. 53.
[5]Cholis
Nafis, http://roiyatulmujahdin.blogspot.com/2011/10/kebersihan-dan-kesehatan-dalam.html.
Diakses Tanggal. 27 Desember 2013.
[6]Cholis
Nafis, http://roiyatulmujahdin.blogspot.com/2011/10/kebersihan-dan-kesehatan-dalam.html.
Diakses Tanggal. 27 Desember 2013.
[7] http://melista9aspegatu.blogspot.com/2013/01/18-hadits-tentang-kebersihan.html.
Diakses Tanggal. 20 Juni 2013.
[8] http://hajiromi.blogspot.com/2009/12/kebersihan-menurut-islam.html.
Diakses Tanggal. 20 Juni 2013.
[9] http://hajiromi.blogspot.com/2009/12/kebersihan-menurut-islam.html.
Diakses Tanggal. 20 Juni 2013.
[10]http:
//ridwanone. blogspot. com/ 2008/04/ manfaat- dan- hikmah- bersuci- dari- najis.
html. Diakses Tanggal. 20 Juni 2013.
[11]Abu Hadian Syafiarrahman, Hak-hak Anak Dalam
Syariat Islam (Dari Janin Hingga Pasca Kelahiran), (Yogyakarta: Al-Manar,
2003), hal. 75.
[12]Ahmad Sarwat, Fiqih Islam…, hal. 7-8.
No comments:
Post a Comment