A.
Nilai Pendidikan Silaturahmi dalam Musyawarah
Silaturahim atau silaturahmi bermakna tali
persahabatan atau persaudaraan.[1]
Dalam bahasa Arab, Ahmad Warson dan Muhammad Fairuz mengungkap bahwa
silaturahmi itu sebagai terjemahan Indonesia dari bahasa Arab صلة الرحم .
Dilihat dari aspek tarkib, lafadz صلة الرحم merupakan
tarkib idhafi, yaitu tarkib (susunan) yang terdiri dari mudhaf (صلة) dan mudhaf
ilaih (الرحم). Untuk memahami makna silaturahmi, maka kami terlebih dahulu
akan menjelaskan tentang makna صلة danالرحم , kemudian makna
silaturahmi.[2]
Berdasarkan dua pengertian di atas, maka makna
silaturahmi secara harfiah adalah menyambungkan kasih sayang atau kekerabatan
yang menghendaki kebaikan. Silaturahmi
adalah kiasan tentang berbuat baik kepada kerabat yang memiliki hubungan nasab
dan kerabat bersikap lembut, menyayangi dan memperhatikan kondisi mereka.
Silaturahmi adalah salah satu sunnah yang dianjurkan
oleh Rasulullah Saw. Karena dalam silaturahmi banyak terkandung berbagai hikmah
dan juga keutamaan silaturahmi itu sendiri. Sebagai makhluk sosial tentunya
berhubungan dengan manusia lainnya tidak akan terlepas dalam kehidupan
sehari-hari. Seseorang tidak akan mungkin bisa hidup sendiri, karena akan
selalu membutuhkan pertolongan orang lain.
Sebagaimana
diketahui bahwa dalam kehidupan
sehari-hari manusia ditakdirkan untuk hidup bersosial, yaitu selalu hidup dalam
keadaan saling membutuhkan. Islam sangat memperhatikan hal ini, dalam banyak
pembahasan fiqh tentang tatacara bermuamalah salah satunya adalah pembahasan
tentang akhlak manusia dengan sesamanya. Di dalam pembahasan
tentang akhlak tersebut, ingin membahas salah satu kajian akhlak yang
berhubungan dengan muamalah seorang manusia dengan yang lainnya, yaitu
silaturahmi. Karena tanpa disadari,
sesungguhnya silaturahmi sangat penting dalam kehidupan bersosial.
Silaturahmi merupakan ibadah yang sangat mulia, mudah
dan membawa berkah. Kaum muslimin hendaknya tidak melalaikan dan melupakannya.
Karena itu merupakan ibadah yang paling indah berhubungan dengan manusia,
sehingga perlu meluangkan waktu untuk melaksanakan amal shalih ini.
Demikian halnya dalam hal musyawarah yang juga
merupakan suatu bentuk duduk bersama dalam membahas suatu persoalan yang ingin
dipecahkan secara bersama-sama. Dalam keadaan tersebut, tentu nilai
silahturrahmi juga akan terbina. Di mana, para peserta musyawarah jarang
bertemu atau bahkan tidak bertemu sebelumnya. Namun dengan adanya musyawarah,
maka mereka bisa saling bertemu dan bertegur sapa, menanyakan kabar. Dengan
begitu, maka akan tercipta keakraban dan terbina silahturrahmi antar sesama
peserta musyawarah. Jadi, dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa dengan musyawarah dapat mempererat hubungan antara masyarakat.
B.
Nilai Pendidikan Menambah Wawasan dalam Musyawarah
Musyawarah
akan memberikan pemahaman yang mendalam, luas dan maksimal, yang sangat
mengesankan dan tidak akan mudah hilang dari ingatan. Hal ini logis. Sebab,
disamping sistem musyawarah menuntut untuk benar-benar memahami materi dan
berpikir secara keras, musyawarah juga merupakan sistem belajar yang melibatkan
banyak pemikiran. Hal-hal yang mungkin tidak terpikirkan ketika berpikir secara
individual, bisa jadi akan mengalir begitu saja dari pikiran orang lain.
Demikian juga permasalahan yang mungkin tidak bisa atau sulit dipecahkan secara
personal, akan sangat terbantu apabila dikaji dan dibahas secara kolektif.
Musyawarah
akan mengasah ketajaman inteligensi dan daya analisis khususnya dalam
memecahkan masalah yang sedang dimusyawarahkan, yang pada gilirannya akan mampu
membentuk karakter dan nalar keilmuan yang kritis, kreatif dan profesional.
Fungsi penting seperti ini akan sulit didapati, apabila diupayakan hanya
melalui proses musyawarah.
Musyawarah akan melatih seseorang
memiliki kecakapan dalam retorika berbicara. Intensitas berpikir, berpendapat,
berdebat dan berpolemik secara argumentatif dalam forum-forum musyawarah, yang pada
gilirannya akan menjadikan seseorang tersebut memiliki kepiawian retorika
menyampaikan statemen, ide, gagasan, wacana atau pandangannya secara tertata,
teratur, lugas dan mudah dipahami.
Oleh
sebab itu, agar senantiasa terdidik wawasan dengan musyawarah maka tentunya
persoalan-persoalan yang akan dimusyarahkan tersebut harus diketahui dan
dipelajari terlebih dahulu. Hal dimaksudkan agar dalam musyawarah seseorang
tidak hanya bertindak sebagai pendengar semata karena tidak memiliki wawasan terhadap
persolan tersebut. Namun demikian, sekalipun mengikuti musyawarah saja dan
tidak berargumen dalam musyawarah tersebut juga akan menambah wawasan.
Alasannya adalah dalam musyawarah senantiasa dikemukakan pendapat masing-masing
pihak atau individu peserta musyawarah. Jadi dengan mendengarkan saja
pendapat-pendapat tersebut, akan menambah wawasan setiap peserta musyawarah.
[1]Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), hal. 1065
[2]Ahmad Warson dan Muhammad Fairuz, Al Munawwir: Kamus Indonesia-Arab, (Surabaya: Pustaka Progressif,
2007), hal. 810.
No comments:
Post a Comment