Sebagai bentuk upaya
meningkatkan kualitas pembelajaran, seorang pendidik maupun calon pendidik
harus mampu menguasai materi-materi dan tata kelola sebuah kelas dalam proses teaching learning. Penguasaan ini diperoleh
melalui latihan atau praktek baik sesama calon guru ataupun praktek langsung
dilapangan. Kegiatan semacam ini dikenal dengan micro teaching yang oleh para pakar dalam memberi pengertian saling
berbeda-beda namun intinya sama.
Micro teaching berasal dari bahasa Inggris, yaitu micro dan teaching. Secara etimologi micro
(mikro) berarti kecil, tipis, sempit dan berkaitan dengan jumlah yang sedikit
atau ukuran yang kecil.[1]
Sedangkan teching artinya mengajar
atau ajaran.[2] Dengan
demikian secara bahasa micro teaching
dapat diartikan dengan mengajar pada siswa atau peserta dalam jumlah yang
sedikit atau kecil.
Micro berarti kecil, terbatas, sempit, sedangkan teaching berarti mengajar. Pengajaran
mikro (micro teaching) adalah suatu situasi pengajaran
yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah siswa yang terbatas, yakni selama 4
sampai 20 menit dengan jumlah siswa sebanyak 3 sampai 10 orang. Micro teaching merupakan bentuk
pengajaran yang sederhana, di mana calon guru atau peserta didik berada dalam
suatu lingkungan yang terbatas dan terkontrol. Guru mengajarkan hanya satu
konsep dengan menggunakan satu atau dua ketrampilan mengajar.[3]
Menurut Roestiyah bahwa salah
satu usaha perbaikan dalam bidang praktek kependidikan yaitu dalam cara dan
hasil kerja sebagai guru, dimana memerlukan pengetahuan, ketrampilan serta sikap
tertentu untuk menjadi guru profesional yang berbeda dengan profesi lain,
dengan jalan melaksanakan micro teaching.[4]
Laughlin dan Moulton dalam
Hasibuan mendefinisikan micro teaching
(pengajaran mikro) adalah sebuah metode latihan penampilan yang dirancang
secara jelas dengan jalan mengisolasi bagian-bagian komponen dari proses
mengajar, sehingga guru (calon guru) dapat menguasasi setiap komponen satu
persatu dalam situasi mengajar yang disederhanakan.[5]
Sukirman mengatakan micro teaching adalah sebuah
pembelajaran dengan salah satu pendekatan atau cara untuk melatih penampilan
mengajar yang dilakukan secara “micro” atau disederhanakan.[6] Penyederhanaan
disini terkait dengan setiap komponen pembelajaran, misalnya dari segi waktu,
materi, jumlah siswa, jenis keterampilan dasar mengajar yang dilatihkan,
penggunaan metode dan media pembelajaran, dan unsur-unsur pembelajaran lainnya.
Selanjutnya Hamalik mengatakan
pengajaran mikro merupakan teknik baru dan menjadi bagian dalam pembaruan.
Penggunaan pengajaran mikro dalam rangka mengembangkan keterampilan mengajar
calon guru atau sebagai usaha peningkatan, adalah suatu cara baru terutama
dalam sistem pendidikan guru di negera kita.[7] Sedangkan
Sardiman mengatakan micro teaching
adalah meningkatkan performance yang
menyangkut keterampilan dalam mengajar atau latihan mengelola interaksi belajar
mengajar.[8]
Menurut Zainal Asril, bahwa micro teaching merupakan salah satu mata kuliah berbobot 2
sks yang harus diikuti oleh
seluruh mahasiswa dari semua
jurusan di Fakultas
Kependidikan dan Keguruan.[9] Menurut
Mc. Knight, bahwa micro teaching adalah
kegiatan guru atau calon guru yang sedang berlatih mengajar sejumlah kecil
peserta didik, dengan waktu 10 sampai 15 menit yang kadang-kadang direkam
dengan Video Tape Recorder (VTR) untuk diobservasi oleh praktikan
bersama-sama dengan supervisor.[10] Micro
teaching merupakan suatu latihan mengajar permulaan bagi guru atau calon
guru dengan scope latihan dan audience yang lebih kecil dan dapat
dilaksanakan di lingkungan teman-teman setingkat di bawah bimbingan dosen.
Memahami pendapat-pendapat dia
atas, pengajaran mikro pada dasarnya merupakan suatu metode pembelajaran
berdasarkan performa yang tekniknya dilakukan dengan cara melatihkan
komponen-komponen kompetensi dasar mengajar dalam proses pembelajaran, sehingga
calon guru benar-benar mampu menguasai setiap komponen satu persatu atau
beberapa komponen secara terpadu dalam situasi pembelajaran yang
disederhanakan.
Dengan demikian, dalam micro teaching bagian sangat penting
adalah praktik mengajar sebagai bentuk nyata ditampilkannya kompetensi yang
telah dibekalkan kepada calon pendidik. Pada umumnya praktik micro teaching dilakukan dengan model peer-teaching (pembelajaran bersama
teman sejawat), karena model ini fleksibel dilaksanakan sebelum melakukan real-teaching dalam kelas yang
sesungguhnya. Dalam micro teaching
calon pendidik dapat berlatih unjuk kebolehan dengan kompetensi dasar mengajar
secara terbatas dan secara terpadu dari beberapa kompetensi dasar mengajar
dengan kompetensi (tujuan), materi, peserta didik, dan waktu yang relatif
dibatasi (dimikrokan).
Agar persiapan pembentukan
pribadi calon guru tersebut semakin mantap, pelaksanaan pengajaran mikro
dilaksanakan berulang-ulang sehingga calon guru memperoleh kesiapan mental yang
memadai. Tanpa kesiapan yang memadai, mahasiswa akan menemui kesulitan ketika
praktek pembelajaran di depan kelas yang sesungguhnya. Oleh karena itu,
pengajaran mikro dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai keadaan kelas yang
akan digunakan sebagai kelas praktek pembelajaran. Dapat pula menghadirkan
siswa yang sesungguhnya ke dalam kelas mikro. Ini tentu akan lebih mendekati
kelas aslinya daripada yag menjadi siswa itu teman mahasiswa itu sendiri.
Dengan pembentukan kesiapan mental melalui pengajaran mikro, tugas mahasiswa
dalam melaksanakan praktek mengajar diharapkan akan berhasil.
Dari beberapa uraian di atas dapat simpulkan
bahwa, micro teaching adalah suatu strategi yang telah dimodifikasi
secara khusus untuk memberikan pelatihan mengajar terhadap para calon
pendidik (guru) dengan tujuan untuk mengembangkan keterampilan dasar mengajar
seorang calon pendidik, dalam bentuk pengajaran mikro (skala kecil), dengan
menyederhanakan atau memperkecil aspek pembelajarannya seperti jumlah murid,
waktu dan materinya, sehingga para calon pendidik dapat memahami kelebihan dan
kelemahan yang dimilikinya, serta dapat memperbaiki kelemahan dan mengembangkan
kemampuan tersebut agar dapat menjadi seorang pendidik (guru) yang
professional.
[1]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 742.
[2]John
M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris
Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2003),
h. 581.
[3]Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan
Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 167
[4]Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 25
[5]J.J. Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 44
[6]Dadang Sukirman, Pembelajaran
Micro Teaching, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian
Agama, 2012), h. 21.
[7]Oemar Hamalik, Pendidikan
Guru…, h. 144.
[8]Sardiman A.M, Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h.
189.
[9]Zaenal Asril, Micro Teaching Disertai Dengan
Pedoman Pengalaman Lapangan (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 44.
[10]Harun Joko, dkk, Pedoman Praktik Pembelajaran Micro
Teaching, (Surakarta: FKIP-UMS, 2014), h. 2.
No comments:
Post a Comment