Tetangga
dalam pandangan Islam ternyata mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
dan dilaksanakan. Hak dan kewajiban tetangga secara umum sama, namun secara
khas adalah berbeda. Hak dan kewajiban tetangga yang masih ada hubungan
keluarga tentunya berbeda dengan orang lain. Demikian pula hak-kewajiban
tetangga sesama muslim tidaklah dapat disamakan dengan orang-orang non muslim.
Hak-kewajiban
tetangga yang sama dapat dipenuhi dan dilaksanakan antara lain saling
hormat-menghormati dan menciptakan rasa aman dan nyaman selama tinggal bersama
pada suatu lingkungan sosial tertentu. Tiap tetangga harus berusaha menghormati
dan menciptakan rasa aman dan nyaman, tidak sebaliknya. Adapun hak-kewajiban
yang berbeda antara lain masalah keimanan dan ibadah. Hanya tetangga yang
sesama muslim saja yang dapat saling mendoakan, memintakan ampun dan
menshalatkan jenazahnya.
- Hak-hak Bertetangga dalam Islam
Tetangga
ada tiga macam, yaitu tetangga yang mempunyai satu hak dan inilah tetangga yang paling sedikit haknya, tetangga yang
mempunyai dua hak dan tetangga
yang mempunyai tiga hak. Tetangga yang mempunyai tiga hak yaitu tetangga muslim yang masih punya ikatan kerabat, maka
dia mempunyai hak keislaman, hak
ketetanggaan dan hak kekerabatan. Tetangga muslim yang masih berkerabat mempunyai tiga macam hak, yaitu hak
sebagai seorang muslim, hak
sebagai kerabat dan hak sebagai tetangga: hak sebagai muslim antara lain:
- Apabila
berjumpa, diberi salam atau apabila ia memberi salam, salamnya wajib dijawab
- Apabila
sakit, ia dijenguk
- Apabila
bersin, disambut dengan bacaan yarhamukallah untuk laki-laki dan yarhamukillah untuk
perempuan, artinya semoga Allah memberi rahmat kepadamu
- Apabila
meninggal, jenazahnya diurus sampai penguburannya
- Apabila meminta nasihat atau berbuat salah, ia dinasehati dan dicegah dari perbuatan mungkar dan lain-lain.[1]
Adapun
hak sebagai kerabat yaitu semua tanggung jawab yang diperintahkan oleh Islam kepada kerabat. Hak tersebut antara lain
adalah sebagai berikut:
- Apabila
terjadi perselisihan dengan isterinya, mereka didamaikan;
- Apabila
kekurangan kebutuhan hidupnya sehari-hari, ia dibantu;
- Apabila
ada orang yang menistakan kehormatannya sebagai kerabat, ia dibela
- Dijauhkan
dari permusuhan dan pertentangan atau pemutusan silaturahmi, dan lain-lain.[2]
Adapun
haknya sebagai tetangga yaitu jika ia minta tolong, berilah ia pertolongan. Jika ia berutang
kepadamu, berilah ia piutang. Jika ia dalam kekurangan, hendaklah berkunjung
untuk membantunya. Jika ia sakit, kunjungilah. Jika ia meninggal, iringkanlah
jenazahnya. Jika dia mendapatkan sesuatu yang baik, tunjukkan rasa senang. jika
ia mendapatkan musibah (kematian.), ta'ziyahilah.
Janganlah meninggikan bangunan melebihi bangunannya sehingga menghalangi angin
untuknya, kecuali atas izinnya. Jika membeli
buah-buahan, hendaklah beri dia. Jika tidak dapat memberinya, bawalah dengan
tertutup dan jagalah anak keluar membawanya supaya anak tetangga tidak mengiri.
Janganlah
mengganggunya dengan bau masakan, kecuali kalau mau memberi sebagiannya. Tegasnya, tetangga yang berdampingan dengan seorang muslim yang masih berkerabat,
wajib menunaikan tiga macam hak yang
telah ditetapkan oleh Islam kepada mereka. la wajib memberikan haknya sebagai muslim, sebagai kerabat, dan
sebagai tetangga.
Hak-hak
tetangga non muslim, bahwa hak golongan ini berbeda dari yang diperoleh tetangga muslim, baik yang masih kerabat maupun
yang bukan kerabat. Hak-hak
tetangga non muslim yaitu apabila minta pertolongan, ia diberi pertolongan, apabila berutang, ia
diberi piutang, apabila sakit, ia dikunjungi,
apabila meninggal, jenazahnya hanya diantarkan sampai ke pemakaman tanpa mengurus hal-hal lainnya, seperti memandikan, mendo'akan dan lain-lain sebagaimana
jenazah seorang muslim, tidak disakiti,
diberi oleh-oleh bila bepergian atau tidak menampakkan oleh-oleh kepada mereka dan lain-lain. Tegasnya, perlakuan seorang muslim dalam memenuhi hak tetangga non muslim telah dijelaskan
perbedaannya oleh syari'at Islam. Setiap muslim wajib menaati ketentuan ini dan tidak boleh melanggarnya dengan
dalih yang tidak sesuai dengan
ajaran Islam sendiri.
Dengan
pengertian ini, sebuah perkampungan yang hanya dihuni oleh seratus buah rumah tangga, misalnya, jika
rumah salah seorang terletak di tengah-tengah perumahan yang lain, maka semua penghuni kampung menjadi kerabat tetangganya atau kerabat sekampung.
Akan tetapi oleh Al-Qur'an ditegaskan adanya
tetangga dekat dan ada tetangga jauh. Sebagai tetangga, semuanya (yang dekat dan yang jauh) mempunyai
hak dan kewajiban yang sama. Perbedaannya
ialah pada prioritas. Tetangga yang lebih dekat lebih diprioritaskan dalam hak dan kewajiban dari tetangga yang lebih
jauh. Pengertian ini berlaku
juga untuk kawasan rumah susun. Artinya,
empat puluh buah kamar di sebelah kiri, kanan, belakang dan depan, bawah dan atas menjadi bertetangga. Antara
satu sama lainnya memiliki hak dan kewajiban
dan memiliki aturan yang mesti di taati bersama. Secara umum kewajiban bertetangga adalah berbuat
baik antara sesama tetangga sebagaimana
diingatkan Allah dalam Al-Qur' an sebagai berikut:
Artinya: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat
baiklah kepada kedua orang tua,
ibu-bapak, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri". (QS. An-Nisa: 36).
Salah
satu perintah Allah Swt yang terkandung di dalam ayat ini adalah agar setiap mukmin berbuat baik
kepada tetangga, baik tetangga dekat maupun tetangga jauh dan setiap tetangga berhak mendapatkan perlakuan
baik dari tetangganya. Demikian
pentingnya memelihara hubungan baik antara sesama tetangga ini, sehingga Rasulullah Saw sempat menduga adanya hubungan
kewarisan antar sesama tetangga.
Dugaan ini muncul sehubungan dengan seringnya Jibril datang memberi nasehat kepadanya agar selalu menjaga keharmonisan hubungan bertetangga.
Hal ini disampaikan Rasul dalam sabdanya:
عن محمد بن
عمر حدثنا زريع بن يزيد حدثنا منهال بن محمد حدثنا
حدثنا محمد بن منهال حدثنا يزيد
بن زريع حدثنا عمر بن محمد عن أبيه عن ابن عمر رضي الله عنهما قال قال رسول الله
صلى الل عليه و سلم ما زال جبريل يوصيني بالجار حتى ظننت أنه سيورثه (رواه
البخاري)
Artinya: Bahwasannya Muhammad bin Minhal telah mengabarkan kepada kami
dari Yazid bin Zurai' dari Umar bin Muhammad dari Bapaknya dari ibnu Umar ra.
Berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Jibril as sering berpesan kepada
tentang tetangga, sehingga aku mengira dia akan menetapkan hubungan kewarisan
bagi tetangga ". (HR. Bukhari).[3]
Makna
penting yang terkandung dalam hadis tersebut ialah adanya hubungan dekat antara sesama tetangga
sebagaimana halnya hubungan kekerabatan
atau senasab. Hanya saja hubungan tetangga tidak sampai menyebabkan terjadinya hak waris mewarisi seperti yang terjadi
pada hubungan senasab. Namun
dalam hubungan sosial kemanusiaan dan kemasyarakatan
antara sesama tetangga tidak berbeda dengan hubungan senasab. Hal ini disebabkan bahwa tetangga adalah orang pertama
yang berbuat baik kepada
tetangganya, baik dalam hal duka maupun suka. Tetanggalah yang lebih dahulu mengetahui apa yang terjadi pada
tetangga dekatnya sekaligus yang
pertama memberi pertolongan jika dibutuhkannya. Oleh karena itulah menjaga hubungan baik antar tetangga menjadi
amat penting.
Menurut
analisis penulis bahwa umat Islam dalam bermasyarakat telah memiliki tuntunan tersendiri,
termasuk dalam hidup bertetangga. Dalam hidup bertetangga tidak sedikit masalah yang muncul. Problematika yang
ada, terutama dalam masyarakat
yang beragam, umumnya menyangkut masalah
persaingan yang tidak sehat, keamanan dan lingkungan. Persaingan tidak
sehat dapat menjurus kepada
hal-hal yang negatif. Masalah keamanan berkait dengan gangguan terhadap harta benda dan keluarga. Masalah
lingkungan yang menonjol adalah
dalam soal kebersihan dan sampah. Semua problem itu harus ada solusinya.
Umat
Islam dalam bermasyarakat telah memiliki tuntunan tersendiri, termasuk dalam
hidup bertetangga. Bertetangga artinya hidup bersama orang lain dalam suatu
lingkungan tertentu yang dekat atau yang jauh. Yang dimaksud tetangga yang
dekat ada pendapat menyalakan adalah orang-orang yang tinggalnya di dekat:
rumah, atau saudara dan keluarga sendiri, atau sesama muslim. Adapun tetangga
yang jauh adalah orang-orang lain atau mereka yang berbeda agama sekalipun
rumahnya berdekatan.
Tetangga
dalam pandangan Islam ternyata mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan. Hak dan kewajiban
tetangga secara umum sama, namun
secara khas adalah berbeda. Hak dan kewajiban tetangga yang masih ada hubungan keluarga tentunya berbeda dengan
orang lain. Demikian pula
hak-kewajiban tetangga sesama muslim tidaklah dapat disamakan dengan orang-orang nonmuslim.
Hak-kewajiban
tetangga yang sama dapat dipenuhi dan dilaksanakan antara lain saling
hormat-menghormati dan menciptakan rasa aman dan nyaman selama tinggal bersama
dalam suatu lingkungan sosial tertentu. Tiap tetangga hams berusaha menghormati
dan menciptakan rasa aman dan nyaman, tidak sebaliknya. Adapun hak-kewajiban
yang berbeda antara lain dalam masalah keimanan dan ibadah. Hanya tetangga yang
sesama muslim saja yang dapat saling mendoakan, memintakan ampun dan
menshalatkan jenazahnya.
Ternyata
dalam hidup bertetangga tidak sedikit problem yang muncul. Problematika yang
ada, terutama dalam masyarakat yang heterogen, umumnya menyangkut masalah
persaingan yang tidak sehat, keamanan dan lingkungan. Persaingan tidak sehat
dapat menjurus kepada hal-hal yang negatif. Masalah keamanan berkait dengan
gangguan terhadap harta benda dan keluarga. Masalah lingkungan yang menonjol adalah dalam soal kebersihan dan sampah. Semua problem itu hams ada
solusinya.
Islam
sebagai agama yang lengkap dan sempurna ternyata memiliki konsepsi dan prinsip-prinsip yang
dapat memberikan solusi yang konkret dalam
memecahkan problem hidup bertetangga ini. Konsepsi dan prinsip-prinsip Islam tertuang dalam ajaran
akhlaknya. Akhlak merupakan institusi yang
dapat dipergunakan untuk mendorong manusia bagaimana seharusnya berbuat baik kepada Khaliq (Tuhan
Allah) dan makhluk (sesama manusia). Dalam
hubungan ini termasuk pula bagaimana berbuat baik kepada sesama tetangga.
Oleh
sebab itulah, akhlak bertetangga menjadi penting dalam hidup dan kehidupan manusia dalam pergaulan
dengan sesamanya. Masalah akhlak bertetangga bagi seorang muslim sudah
seharusnya menjadi tuntunan hidup bersama
dengan orang lain dalam satu lingkungan sosial.
Bila
orang-orang yang bertetangga mengabaikan akhlak ini maka wajarlah jika yang
terjadi adalah malapetaka dalam masyarakat, sehingga tidak terwujud rasa aman,
nyaman, dan damai yang mereka harapkan bersama. Di sinilah perlunya
merealisasikan akhlak bertetangga sebagaimana yang telah diajarkan oleh Allah
Swt. dan Rasulullah Saw.
Selain
pentingnya hidup bertetangga maka tak kalah pentingnya bagaimana hidup
bermasyarakat. Masyarakat mempakan kumpulan orangorang yang berada dalam suatu
lingkungan yang sudah lama melakukan interaksi sosial. Meskipun demikian,
masyarakat mempunyai karakteristik dan ciri-ciri tersendiri. Namun, masyarakat
tidak terbentuk dengan sendirinya. La terbentuk melalui suatu proses yang panjang,
sehingga mewujudkan menjadi suatu masyarakat. Di dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang satu sama
lain berbeda beda. Ada golongan yang berkaitan dengan perbedaan usia, kehidupan
sosial ekonomi, status sosial, pekerjaan dan ada pula yang berhubungan dengan
penguasaan ilmu agama dan pengetahuan lainnya. Namun demikian, antara golongan yang satu dan lainnya tidak dapat
berdiri sendiri dalam masyarakat. Mereka saling membutuhkan. Apalagi setiap anggota masyarakat
mempunyai hak-hak dan kewajiban. Mereka tidak hanya hams menuntut haknya,
tetapi juga harus pula menunaikan kewajiban dalam bermasyarakat. Antara hak dan
kewajiban bagaikan dua mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Selain mereka
memiliki beragam hak, juga mempunyai kewajiban yang tidak sedikit. Semuanya
harus ditunaikan dalam hidup bermasyarakat.
Berbagai
problematika pun terdapat dalam bermasyarakat. Semua problematika yang ada
dalam masyarakat mulai dari yang bersifat sederhana, hingga tidak jarang pula
yang tergolong berat. Semuanya tentu dialami dan dihadapi oleh setiap anggota
masyarakat. Mereka dengan sendirinya hams berusaha bagaimana cara menghadapi
dan memecahkan beragam persoalan bermasyarakat itu. Di sini Islam memainkan
peran yang besar dalam memberikan solusi yang jelas, baik secara teoretis atau
praktis dalam mengatasi dan memecahkan berbagai problematika tersebut.
- Kewajiban Bertetangga dalam Islam
Al-Ghazali
dalam kitabnya menyatakan, ketahuilah sesungguhnya bertetangga itu menentukan
hak apa yang ditentukan oleh persaudaraan Islam. Tetangga yang muslim berhak
apa yang menjadi hak orang muslim.[4]
Tetangga
dalam pandangan Islam ternyata mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
dan dilaksanakan. Hak dan kewajiban tetangga secara umum sama, namun secara
khas adalah berbeda. Hak dan kewajiban tetangga yang masih ada hubungan keluarga
tentunya berbeda dengan orang lain. Demikian pula hak-kewajiban tetangga sesama
muslim tidaklah dapat disamakan dengan orang-orang nonmuslim.
Hak-kewajiban
tetangga yang sama dapat dipenuhi dan dilaksanakan antara lain saling hormat-menghormati dan menciptakan rasa aman
dan nyaman selama tinggal bersama dalam suatu lingkungan sosial tertentu. Tiap tetangga
harus berusaha menghormati dan menciptakan rasa aman dan nyaman, tidak
sebaliknya. Adapun hak-kewajiban yang berbeda antara lain dalam masalah
keimanan dan ibadah. Hanya tetangga yang sesama muslim saja yang dapat saling
mendoakan, memintakan ampun dan mensalatkan jenazahnya.
- Tolong Menolong Antar Sesama Tetangga
Setiap
manusia, kapan dan di manapun ia berada, pasti membutuhkan pertolongan orang
lain. Ini sudah menjadi konsekwensi logis dari sifat manusia sebagai makhluk
sosial. Kebutuhan akan pertolongan ini sangat wajar, karena tidak ada manusia
yang diciptakan dalam keadaan
sempurna dalam berbagai hal sehingga tidak membutuhkan orang lain. Hanya Allah
yang tidak membutuhkan bantuan selainnya.
Kenyataan
ini, memberi kesadaran bahwa setiap orang memiliki kewajiban menolong orang
lain agar di satu saat ia pun berhak mendapatkan pertolongan orang tersebut.
Apalagi sesama tetangga yang sehari-hari bertemu dan bertegur sapa. Oleh sebab
itu, orang pertama mendapatkan kesempatan memberikan pertolongan kepadanya
adalah tetangganya bukan orang
jauh, meskipun itu saudara kandungnya. Dalam hal ini Allah menekankan perlunya
sikap hidup saling menolong sebagaimana diperintahkan-Nya melalui ayat:
Artinya: Tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan
ketakwaan, dan jangan tolong
menolong dalam hal dosa dan permusuhan...". (QS. Al-Maidah: 2)
Harus
diyakini bahwa memberi bantuan atau pertolongan kepada tetangga yang membutuhkannya sama hal dengan membantu dan menolong diri sendiri, karena di satu
saat, ketika ia membutuhkan bantuan orang
lain, di situlah Allah menggerakkan hatinya atau orang lain untuk membantunya. Seandainya dia berada
dalam kesusahan atau kesulitan yang
membutuhkan pertolongan, maka tetangga inilah yang pertama mengetahui kesulitannya dan orang
yang pertama pula member pertolongan
menurut kemampuannya.
Memberi
tuntutan supaya seseorang yang bertetangga, apabila melihat tetangganya yang
lain melakukan perbuatan yang membuat orang lain teraniaya, supaya ia
membantunya. Bantuan dilakukan dengan cara mencegahnya dari perbuatan aniaya
itu. Dengan demikian, ia telah tertolong dari kesulitan yang akan dia hadapi
sebagai akibat dari perbuatannya.
Jika ia melihat tetangganya dianiaya orang lain, maka ia segera memberi pertolongan agar selamat dari bahaya penganiayaan
itu. Pertolongan diberikan
dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah umum Islam agar jangan sampai menutup kemudaratan yang satu mengakibatkan munculnya kemudaratan yang lebih
banyak.
- Meminjamkan Sesuatu yang Dibutuhkan
Tetangga
Berbuat
baik sesama tetangga dapat diwujudkan dengan cara meminjamkan sesuatu yang dibutuhkan
oleh teman tetangga. Membantunya dengan memberi pinjaman apa yang bisa
dilakukan merupakan sikap orang yang berakhlak mulia. Mengapa seseorang tidak mau
meminjamkan sesuatu yang dibutuhkan tetangganya, padahal ia bisa melakukannya.
Bukankah ia sadar bahwa satu saat nanti ia juga akan membutuhkan sesuatu yang
harus meminjamnya dari tetangganya. Meminjamkan sesuatu kepada orang lain,
termasuk kepada tetangga, berarti sama dengan memperoleh pinjaman sesuatu dari
mereka ketika dia butuh. Seperti
berulang kali disampaikan pada tulisan skripsi ini bahwa tetangga yang paling
dekat adalah orang yang paling pertama melihat dan mengetahui keadaan penghuni
rumah sebelahnya. Artinya jika terjadi sesuatu kesulitan yang perlu
pertolongan, ialah yang pertama turun tangan memberi pertolongan yang
dibutuhkan. Tetangga yang baik seperti ini pasti mendapatkan balasan duniawi
dengan mendapatkan pertolongan dari yang ditolong atau orang lain atas kehendak
Allah. Di akhirat ia juga mendapatkan balasan ukhrawi berupa pahala yang
diberikan Allah, di mana pahala inilah yang mampu melepaskan ia dari berbagai
kesulitannya di alam tersebut.
Suatu
hal yang sangat tidak wajar terjadi dalam kehidupan bertetangga, bila seseorang
mendapatkan musibah yang harus berurusan dengan rumah sakit, lalu ia harus
bersusah payah mencari taxi atau mobil carteran untuk mengangkutnya ke rumah sakit,
padahal di halaman tetangga kanan dan kirinya terparkir mobil yang siap
digunakan. Tetapi karena gengsi atau takut tidak dipinjamkan oleh pemiliknya
lalu ia tidak mau meminta tolong kepada tetangga itu. Ini suatu gambaran hidup bertetangga
yang suram.
Suatu
sikap yang sering dirumuskan orang, jika tidak mau meminta tolong atau tidak
mau meminjam milik tetangga untuk keperluan mendesak berarti ia pun kelak tidak
mau meminjamkankan miliknya ketika orang membutuhkan. Tetangga yang baik ialah
yang mau meminta kepada tetangganya untuk dipinjamkan sesuatu yang
dibutuhkannya, dan tetangga
itupun dengan senang dan bangga menolong tetangganya dengan meminjamkan apa
yang dibutuhkannya.
- Membantu Tetangga yang Fakir dan Miskin
Dengan Zakat
Dalam
masyarakat bertetangga, di manapun, ditemukan status sosial ekonomi yang
beragam. Ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang lemah dan ada yang kuat,
ada rakyat biasa dan ada pejabat dan seterusnya. Hal ini sudah merupakan
sunnatullah dan merupakan seni hidup bermasyarakat. Dengan kondisi sosial yang
beragam, seseorang dapat menutupi kekurangan yang lain, sehingga terciptalah
kesatuan dan kesamaan rasa dan perasaan yang disebut dengan rasa solidaritas.
Tetangga
yang kaya yang dikenakan wajib zakat, bila ia ingin membayarkannya, menurut aturan
Islam, harus mengutamakan tetangganya yang berhak menerima. Karena dengan
memberikan zakat kepada tetangga yang dekat, berarti ia sudah menolongnya. Di
samping mendapatkan balasan dari Allah ia akan menerima balasan dari orang
fakir yang ditolong. Pertolongan
mereka tentu bukan dalam bentuk materi, melainkan bentuk lain yang tidak diketahui
waktu dan tempatnya. Sebab, doa mereka untuk orang kaya sangat disukai Allah. Hanya
doa yang dapat diberikan orang fakir dan miskin untuk orang kaya. Doa mereka
didengar dan akan dikabulkan Allah. Sudah barang tentu orang miskin akan berdoa
semoga orang kaya itu selamat dan panjang umur serta diberi Allah rizki yang
lebih banyak lagi, agar nanti mereka ikut menikmatinya. Doa ini jelas
dibutuhkan oleh orang kaya. Maksudnya, orang kayapun tetap membutuhkan
tetangganya yang miskin.
Di
sisi lain, orang miskin akan berpartisipasi mengamankan kekayaan tetangganya
yang baik hati. Sekurang-kurangnya mereka tidak mau merusak dan mencuri harta
tetangga itu atau tidak membiarkan ada orang lain yang akan berbuat jahat
terhadap harta tetangganya. Tetapi jika tetangganya yang fakir dan miskin diabaikan
oleh tetangganya yang kaya maka dikhawatirkan mereka akan berniat tidak baik
terhadap harta tetangga kaya itu. Misalnya, mereka acuh dan membiarkan orang
lain merusak dan mencurinya. Jika demikian, maka tidak ada keamanan bagi orang
kaya hidup di lingkungan tetangga yang miskin. Rasul mengingatkan, orang fakir
jika diabaikan dia akan berbuat kerusakan. Jika diperhatikan ia akan berbuat
baik. Dalam hal ini, tetangga
yang kaya tidak dituntut mengeluarkan harta miliknya untuk membantu tetangganya
yang fakir dan miskin. Mereka hanya diwajibkan memberikan hak orang fakir dan
miskin yang ada di tangan mereka dan itu adalah milik orang fakir dan miskin
itu sendiri.
- Menjenguk Tetangga yang Sakit
Salah
satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seseorang terhadap tetangganya
ialah menjenguknya ketika sedang sakit, baik di rumah maupun di rumah sakit.
Kegiatan sosial seperti ini bertujuan untuk:
1)
Memberi semangat dan kekuatan mental tetangga
dalam menghadapi musibah. Dengan kunjungan tetangganya, ia lebih merasa
diperhatikan dan sekaligus menambah kekuatan batin yang oleh dokter hal itu sangat
dibutuhkan sebagai terapi batin.
2)
Menyenangkan dan menghibur hati tetangga yang
sakit dan keluarga yang sedang merawatnya.
3)
Mempererat hubungan silaturahim antara tetangga.[5]
Setiap
orang yang sakit parah, jiwanya mulai tidak stabil. Hatinya sering menghayalkan
hal-hal yang tidak baik terhadap diri dan keluarganya. Dengan kedatangan
tetangganya secara bergantian memberikan nasehat kesabaran, akan membantunya
mengembalikan getaran jiwa ke arah yang lebih baik, sehingga di sinilah ia
merasa terhibur. Seperti diyakini oleh umumnya masyarakat awam, mengunjungi
orang sakit adalah penghibur jiwa dan jiwa yang terhibur adalah terapi yang
memberi kesembuhan,
Kedatangan
tetangga menjenguk saudara tetangganya yang sakit dapat mempererat rasa
persaudaraan antar sesama tetangga, tidak hanya bagi orang yang sakit, tetapi
juga bagi keluarganya yang sedang serius merawatnya, Islam mengajarkan, bila
menjenguk orang yang sakit, baik tetangga maupun yang bukan, supaya memberi
nasehat kesabaran dan keimanan kepadanya. Jika yang dilihat itu orang yang sudah
wafat maka perkataan yang baik adalah nasehat keimanan terhadap keluarga yang
ditinggalkannya. Jika yang dilihat itu orang sedang sakit maka diberi nasehat
agar ia tabah menghadapi ujian Allah dan selalu berdoa agar ia cepat diberi
kesembuhan oleh Allah.
- Ikut Berbahagia Atas Kesuksesan Tetangga
Merasa
bahagia atas keberhasilan tetangga mencapai apa yang dicita-citakannya adalah
sifat yang sangat terpuji. Demikian juga ikut berduka atas duka yang dirasakan
tetangganya. Setiap orang agar menghindari rasa iri atas keberhasilan tetangga
dan merasa senang atas duka yang dialaminya, karena hal ini merupakan akhlak
yang jelek dan tercela, di sisi Allah maupun oleh masyarakat pada umumnya.
Sikap iri dalam bertetangga menjadi racun pembunuh kenyamanan dan kerukunan bersama.
Sikap ini juga akan melahirkan fitnah dan saling menjelekkan satu sama lain.
Hal ini bergilir kepada suasana saling mencurigai. Inilah salah satu ciri,
hidup bertetangga yang tidak nyaman.
Dalam
Islam, hidup dengan persaingan yang sehat sangat dianjurkan. Allah
memerintahkan setiap umat agar berlomba-lomba dalam kebaikan, baik di bidang
pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Akan tetapi persaingan tidak boleh
menimbulkan permusuhan. Oleh karena itu, jika seseorang tertinggal dalam
persaingan, seharusnya ia memberi ucapan selamat kepada tetangganya yang
mendapatkan kemenangan. Dengan demikian, kemenangan itu menjadi kemenangan
bersama dan nikmatnya dapat dirasakan bersama.
- Saling Memberi Nasehat
Semua orang membutuhkan nasehat dan pengajaran dari
yang lain. Banyak manusia yang pandai memberi nasehat kepada temannya, tetapi
ia tidak mampu menasehati dirinya. Ketika seseorang berada dalam kesusahan dan
kesulitan, ia tidak lagi bisa berpikir jernih untuk mencari solusi bagi
dirinya. Di saat itu, ia membutuhkan bantuan nasehat dan petunjuk orang lain.
Misalnya, bagaikan kata orang-orang pintar: "Orang sakit adalah orang yang
tidak tahu apa-apa, oleh karena itu harus patuh kepada nasehat orang
sehat". Kenyataan ini dialami banyak orang, meskipun ia seorang tokoh
terkenal dan pintar, tetapi ketika ia dalam keadaan sakit, ia butuh bimbingan
orang lain. Allah menciptakan
manusia dengan sifat-sifat yang unik, yaitu bila ia susah dia gelisah tetapi
bila ia senang ia lupa kepada yang memberikan kesenangan kepadanya.
[1]http://hakamabbas.blogspot.co.id/2014/09/hak-hak-bertetangga-dalam-islam.html,
Diakses Tanggal 13 Januari 2016.
[2]http://hakamabbas.blogspot.co.id/2014/09/hak-hak-bertetangga-dalam-islam.html,
Diakses Tanggal 13 Januari 2016.
[3]Abu Abdillah al-Bukhâry, Sahih al-Bukhari, Dar
al-Fikr, Beirut, 1410 H/1990 M, Juz 4, h. 38.
[4]Imam al-Gazali, Ihya’ Ulum al-Din, Juz II,
(Beirut: Dar al-Fikr, tth), h. 211
[5]http://zedazaida.blogspot.co.id/2015/06/akhlak-kepada-tetangga.html,
Diakses Tanggal 13 Januari 2016.
No comments:
Post a Comment