Wednesday, October 25, 2017

Jilbab Funky dalam Tinjauan Islam

Aurat wanita adalah seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan. Namun, banyak dari busana muslimah saat ini, tidak menutupi aurat secara keseluruhan. Masih ada saja celah-celah yang menampakkan aurat mereka. Di antara mereka masih ada yang menampakkan leher, lengan, tangan, kaki. Padahal jilbab syar’i adalah yang menutup aurat secara sempurna, kecuali muka dan telapak tangan saja. Berkaitan dengan penjelasan di atas, dalam Al-Qur’an Allah Swt berfirman:
وليضربن بخمرهن على جيوبهن (النور: ٣١)                        
Artinya: Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya. (An-Nur: 31).

Belakangan ini fenomena jilboobs kembali marak dan menjadi perbincangan hangat di media massa maupun media sosial. Fenomena faktual tersebut terjadi sejak munculnya akun Facebook Jilboobs Community yang dibuat pada 25 Januari 2014. Sebelumnya, fenomena yang sama menyeruak ke permukaan pada 2012, namun dengan istilah berbeda. Yakni jilbab gaul dan jilbab funky. Secara etimologi, istilah jilboobs merupakan gabungan dua kata. Yakni, jilbab dan boobs (dada wanita/orang dungu). Istilah itu merupakan sindiran kepada para perempuan muslim yang mengenakan hijab, tetapi sangat ketat sehingga lekuk tubuhnya terlihat jelas, terutama bagian dada. Hal tersebut jelas tidak sesuai dengan konsep berpakaian Islam yang syar’i, yakni tertutup, tidak membentuk lekuk tubuh (longgar), dan tidak tembus pandang (transparan).[1] Munculnya fenomena jilboobs itu bisa jadi merupakan bentuk (simbol) otokritik terhadap mereka yang berhijab, tetapi tidak sesuai dengan kaidah dan syariat Islam.
Jilbab Gaul adalah istilah yang umum digunakan untuk menggambarkan jenis jilbab yang dianggap gaul. Seorang wanita yang memakai jilbab gaul umumnya lebih menampakkan sesuatu yang seharusnya tertutup seperti bagian dada. Justru yang salah kaprah adalah ketika seorang wanita memakai jilbab, kadangkala dia tidak menyadari justru hanya menutup kepala saja.
Jilbab gaul adalah jilbab yang lagi ngetren sekarang ini. Contoh-contohnya: Ada yang memakai kerudung dengan bawahan rok yang hanya sebetis/ malah kain yang dipakai berbelah di depan (split), ada yang hanya mengikatkan kerudung pada kepala tanpa menutup dada, ada yang memakai bawahan hanya ngepas pada mata kaki dan tanpa kaos kai, ada juga yang memakai baju berlengan panjang hingga pergelangan tangan tanpa decker/kaos tangan, sehingga jika diangkat tangannya maka akan terlihat perhiasan yang ada di tangannya, ada yang pakai kerudung tapi untaian rambutnya lebih panjang dari pada kerudungnya ada yang pakai kerudung tipis sehingga rambut dan ikat rambutnya terlihat jelas, ada yang pakai jilbab dengan corak warna yang mencolok sehingga bisa mencuri perhatian sekitar terutama laki-laki. Ada yang menghiasi jilbab dengan renda dan asesoris yang mencolok dan ada yang jilbab “nyekek leher” lalu luarnya ditambah kerudung/kain yang berbeda warna dengan yang di dalam, yang terlihat seperti “Biarawati Nasrani”.[2]

Mahasiswa dalam memakai jilbab dengan beragam bentuk dan gaya memiliki pengaruh nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang menjadi pedomannya. Setiap individu terikat pada nilai atau seperangkat nilai yang menjadi pedoman tindakan mereka dimana nilai-nilai itu sendiri pada dasarnya sudah ada. Individu hanya memperhitungkan cara untuk menjalankannya.[3]
Nilai-nilai dalam tindakan memakai jilbab menjadi pedoman dalam tindakan mahasiswa. Nilai tersebut mengarahkan perilaku dan pertimbangan setiap mahasiswa yang akhirnya diambil suatu keputusan. Keputusan nilai itu dapat menyatakan religius atau tidak religius, baik atau buruk dari tindakan tersebut. Nilai itu sendiri berfungsi sebagai alasan atau motivasi dalam tindakannya.
Kesadaran memakai jilbab telah mulai tumbuh di kebanyakan wanita muslimah di Indonesia. Memakai jilbab sudah bukan merupakan barang aneh atau terlarang di tempat kerja. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan terbukanya era globalisasi, banyak sekali dari wanita muslim yang ingin berpakaian syar’i, mereka ingin memakai jilbab, tapi mereka juga ingin tampil modis dan cantik. Mereka memakai jilbab karena mengikuti trend atau agar terlihat “Islami”, terlihat lebih anggun dan cantik, atau hanya ikut-ikutan saja. Maka mereka pun lebih mementingkan faktor keindahannya, keanggunan dan gaya, tanpa mempedulikan sudah benar atau belum jilbab yang digunakannya.[4]
Sungguh fenomena jilbab pada saat sekarang, membuat kita di satu sisi patut bersyukur, wanita sudah tidak malu lagi untuk berjilbab di manapun tempatnya sehingga jilbab benar-benar telah membudaya di masyarakat dan dianggap sesuatu yang lumrah. Namun di sisi lain jilbab yang sesungguhnya harus memenuhi prasyarat jilbab syar'i sebagaiman tersebut di atas seakan telah berubah fungsi dan ajaran, banyak sekali dan telah bertebaran dimana-mana jilbab yang bukan lagi syar'i tapi lebih terkesan trendy dan mode atau lebih dikenal dengan jilbab funky yang kebanyakan dari semua itu adalah menyimpang dari syarat-syarat syara' jilbab yang sebenarnya.
Diantara penyimpangan-penyimpangannya yang ada, antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh. Seperti yang biasa dan di anggap sepele yaitu terbukanya bagian kaki bawah, atau bagian dada karena jilbab diikatkan ke leher, atau yang lagi trendy,  remaja putri  memakai jilbab tapi lengan pakaiannya digulung atau dibuka hingga ke siku mereka
  2. Sering ditemui adanya perempuan yang berjilbab dengan pakaian ketat, pakaian yang berkaos, ataupun menggunakan pakaian yang tipis, sehingga walaupun perempuan tersebut telah menggunakan jilbab, tapi lekuk-lekuk tubuh mereka dapat diamati dengan jelas
  3. Didapati perempuan yang berjilbab dengan menggunakan celana panjang bahkan terkadang memakai celana jeans. Yang perlu ditekankan dan telah diketahui dengan jelas bahwa celana jeans bukanlah pakaian syar'i untuk kaum muslimin, apalagi wanita
  4. Banyak wanita muslimah yang memakai jilbab bersifat temporer yaitu jilbab dipakai hanya pada saat tertentu atau pada kegiatan tertentu, kendurian, acara pengajian kampung dan sebagainya, setelah itu jilbab dicopot dan yang ada kebanyakan jilbab tersebut sekedar mampir alias tidak sampai menutup rambut atau menutup kepala.[5]
Banyak didapatkan seorang wanita muslim mengenakan kerudung yang menutupi kepala dan rambutnya, namun berpakaian tipis dan transparan, atau ketat sehingga menampakkan lekuk tubuhnya. Contohnya, kepala dibalut kerudung/jilbab, tapi berbaju atau berkaos ketat, bercelana jeans atau legging yang mencetak lekuk tubuhnya. Padahal, dituntutnya jilbab dengan syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai dengan hukum syara’ yang disebutkan di atas, sesungguhnya akan membawa kebaikan bagi diri sendiri, baik di dunia maupun di akhirat dan bukan didasari atas nafsu atau ditujukan untuk mengekang manusia.



[2]Abu Rufaid Agus Suseno, Dosa Dibalik Jilbab “Gaul”, https://www. facebook. com/ jilbabku jilbabsyari/posts/527685580621492, Diakses Tanggal 23 Maret 2015.
[3]Iman Santosa, Sosiologi The Key Concepts, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), hal. 212.
[5]Othman Moh. Makki, http://www.dudung.net/artikel-islami/jilbab-syari-dan-jilbab-funky.html, Diakses Tanggal 23 Maret 2015.

No comments:

Post a Comment