Aurat wanita adalah seluruh tubuh,
kecuali muka dan telapak tangan. Namun, banyak dari busana muslimah saat ini,
tidak menutupi aurat secara keseluruhan. Masih ada saja celah-celah yang
menampakkan aurat mereka. Di antara mereka masih ada yang menampakkan leher,
lengan, tangan, kaki. Padahal jilbab syar’i adalah yang menutup aurat secara
sempurna, kecuali muka dan telapak tangan saja. Berkaitan dengan penjelasan di
atas, dalam Al-Qur’an Allah Swt berfirman:
وليضربن
بخمرهن على جيوبهن (النور: ٣١)
Artinya:
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya. (An-Nur: 31).
Belakangan
ini fenomena jilboobs kembali marak dan menjadi perbincangan
hangat di media massa maupun media sosial. Fenomena faktual tersebut terjadi
sejak munculnya akun Facebook Jilboobs Community yang dibuat pada
25 Januari 2014. Sebelumnya, fenomena yang sama menyeruak ke permukaan pada
2012, namun dengan istilah berbeda. Yakni jilbab gaul dan jilbab funky.
Secara etimologi, istilah jilboobs merupakan gabungan dua
kata. Yakni, jilbab dan boobs (dada wanita/orang dungu).
Istilah itu merupakan sindiran kepada para perempuan muslim yang mengenakan
hijab, tetapi sangat ketat sehingga lekuk tubuhnya terlihat jelas, terutama
bagian dada. Hal tersebut jelas tidak sesuai dengan konsep berpakaian Islam
yang syar’i, yakni tertutup, tidak membentuk lekuk tubuh (longgar),
dan tidak tembus pandang (transparan).[1] Munculnya
fenomena jilboobs itu bisa jadi merupakan bentuk
(simbol) otokritik terhadap mereka yang berhijab, tetapi tidak sesuai dengan
kaidah dan syariat Islam.
Jilbab Gaul adalah istilah yang umum digunakan untuk menggambarkan
jenis jilbab yang dianggap gaul. Seorang wanita yang memakai jilbab gaul umumnya lebih
menampakkan sesuatu yang seharusnya tertutup seperti bagian dada. Justru yang
salah kaprah adalah ketika seorang wanita memakai jilbab, kadangkala dia tidak
menyadari justru hanya menutup kepala saja.
Jilbab
gaul adalah jilbab yang lagi ngetren sekarang ini. Contoh-contohnya: Ada yang
memakai kerudung dengan bawahan rok yang hanya sebetis/ malah kain yang dipakai
berbelah di depan (split), ada yang hanya mengikatkan kerudung pada kepala
tanpa menutup dada, ada yang memakai bawahan hanya ngepas pada mata kaki dan tanpa
kaos kai, ada juga yang memakai baju berlengan panjang hingga pergelangan
tangan tanpa decker/kaos tangan, sehingga jika diangkat tangannya maka akan
terlihat perhiasan yang ada di tangannya, ada yang pakai kerudung tapi untaian
rambutnya lebih panjang dari pada kerudungnya ada yang pakai kerudung tipis
sehingga rambut dan ikat rambutnya terlihat jelas, ada yang pakai jilbab dengan
corak warna yang mencolok sehingga bisa mencuri perhatian sekitar terutama
laki-laki. Ada yang menghiasi jilbab dengan renda dan asesoris yang mencolok
dan ada yang jilbab “nyekek leher” lalu luarnya ditambah kerudung/kain yang
berbeda warna dengan yang di dalam, yang terlihat seperti “Biarawati Nasrani”.[2]
Mahasiswa
dalam memakai jilbab dengan beragam bentuk dan gaya memiliki pengaruh
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang menjadi pedomannya. Setiap individu
terikat pada nilai atau seperangkat nilai yang menjadi pedoman tindakan mereka
dimana nilai-nilai itu sendiri pada dasarnya sudah ada. Individu hanya
memperhitungkan cara untuk menjalankannya.[3]
Nilai-nilai
dalam tindakan memakai jilbab menjadi pedoman dalam tindakan mahasiswa. Nilai
tersebut mengarahkan perilaku dan pertimbangan setiap mahasiswa yang akhirnya
diambil suatu keputusan. Keputusan nilai itu dapat menyatakan religius atau
tidak religius, baik atau buruk dari tindakan tersebut. Nilai itu sendiri
berfungsi sebagai alasan atau motivasi dalam tindakannya.
Kesadaran
memakai jilbab telah mulai tumbuh di kebanyakan wanita muslimah di Indonesia.
Memakai jilbab sudah bukan merupakan barang aneh atau terlarang di tempat
kerja. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan terbukanya era globalisasi,
banyak sekali dari wanita muslim yang ingin berpakaian syar’i, mereka ingin
memakai jilbab, tapi mereka juga ingin tampil modis dan cantik. Mereka memakai
jilbab karena mengikuti trend atau agar terlihat “Islami”, terlihat lebih
anggun dan cantik, atau hanya ikut-ikutan saja. Maka mereka pun lebih
mementingkan faktor keindahannya, keanggunan dan gaya, tanpa mempedulikan sudah
benar atau belum jilbab yang digunakannya.[4]
Sungguh fenomena jilbab pada saat sekarang, membuat kita di
satu sisi patut bersyukur, wanita sudah tidak malu lagi untuk berjilbab di
manapun tempatnya sehingga jilbab benar-benar telah membudaya di masyarakat dan
dianggap sesuatu yang lumrah. Namun di sisi lain jilbab yang sesungguhnya harus
memenuhi prasyarat jilbab syar'i sebagaiman tersebut di atas seakan telah
berubah fungsi dan ajaran, banyak sekali dan telah bertebaran dimana-mana
jilbab yang bukan lagi syar'i tapi lebih terkesan trendy dan mode atau lebih
dikenal dengan jilbab funky yang kebanyakan dari semua itu adalah menyimpang
dari syarat-syarat syara' jilbab yang sebenarnya.
Diantara penyimpangan-penyimpangannya yang ada, antara lain
adalah sebagai berikut:
- Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh. Seperti yang
biasa dan di anggap sepele yaitu terbukanya bagian kaki bawah, atau bagian
dada karena jilbab diikatkan ke leher, atau yang lagi trendy, remaja
putri memakai jilbab tapi lengan pakaiannya digulung atau dibuka
hingga ke siku mereka
- Sering ditemui adanya perempuan yang berjilbab dengan
pakaian ketat, pakaian yang berkaos, ataupun menggunakan pakaian yang
tipis, sehingga walaupun perempuan tersebut telah menggunakan jilbab, tapi
lekuk-lekuk tubuh mereka dapat diamati dengan jelas
- Didapati perempuan yang berjilbab dengan menggunakan
celana panjang bahkan terkadang memakai celana jeans. Yang perlu
ditekankan dan telah diketahui dengan jelas bahwa celana jeans bukanlah
pakaian syar'i untuk kaum muslimin, apalagi wanita
- Banyak wanita muslimah yang memakai jilbab bersifat temporer yaitu jilbab dipakai hanya pada saat tertentu atau pada kegiatan tertentu, kendurian, acara pengajian kampung dan sebagainya, setelah itu jilbab dicopot dan yang ada kebanyakan jilbab tersebut sekedar mampir alias tidak sampai menutup rambut atau menutup kepala.[5]
Banyak didapatkan seorang wanita muslim mengenakan kerudung
yang menutupi kepala dan rambutnya, namun berpakaian tipis dan transparan, atau
ketat sehingga menampakkan lekuk tubuhnya. Contohnya, kepala dibalut
kerudung/jilbab, tapi berbaju atau berkaos ketat, bercelana jeans atau
legging yang mencetak lekuk tubuhnya. Padahal,
dituntutnya jilbab dengan syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai dengan
hukum syara’ yang disebutkan di atas, sesungguhnya akan membawa kebaikan bagi
diri sendiri, baik di dunia maupun di akhirat dan bukan didasari atas nafsu
atau ditujukan untuk mengekang manusia.
[1]http://www.jawapos.com/baca/opinidetail/5703/Jilboobs-dan-Simbol-Otokritik,
Diakses Tanggal 23 Maret 2015.
[2]Abu Rufaid Agus Suseno, Dosa Dibalik Jilbab “Gaul”,
https://www. facebook. com/ jilbabku jilbabsyari/posts/527685580621492, Diakses
Tanggal 23 Maret 2015.
[3]Iman
Santosa, Sosiologi The Key Concepts,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), hal. 212.
[4]http://simomot.com/2014/08/09/jilboobs-jilbab-gaul-atau-jilbab-funky-menurut-agama-islam-dan-sosiolog/,
Diakses Tanggal 23 Maret 2015.
[5]Othman
Moh. Makki, http://www.dudung.net/artikel-islami/jilbab-syari-dan-jilbab-funky.html,
Diakses Tanggal 23 Maret 2015.
No comments:
Post a Comment