1.
Syarat dan
Rukun Shalat Berjamaah
Syarat-syarat shalat berjamaah dapat
dikategorikan menjadi dua bahagian, pertama syarat yang berhubungan dengan iman
dan kedua syarat yang berhubungan dengan makmum.
1. Syarat yang berhubungan dengan iman
Seorang imam harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a) Islam, karena itu syarat utama dalam
pendekatan diri seseorang hamba kepada Allah Swt;
b) Akil maksudnya adalah berakal
c) Baligh, anak yang yang sudah mumayyiz (dapat
membedakan baik dan buruk)
d) Laki-laki, imam shalat jamaah harus
seorang laki-laki, dan wanita tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki
e) Imam harus orang yang mampu baca al-Qur’an dengan baik, dengan bahasa lain
orang yang tidak ahli membaca al-Qur’an tidak boleh menjadi imam bagi orang yang ahli membaca al-Qur’an, karena shalat meniscayakan
bacaan al-Qur’an.[1]
- Syarat yang berhubungan dengan makmum
Seorang makmum harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a)
Makmum tidak berada di depan imam, sebagai acuannya
yaitu tumit dalam posisi normal, makmun dianjurkan mengambil tempat sedikit
dibelakang imam.[2]
b)
Mengetahui gerakan perpindahan imam, dengan melihat,
mendengar atau mengikuti dari jamaah lain.[3]
c)
Makmum dan imam berkumpul disatu tempat, satu mesjid
atau di beberapa mesjid yang pintunya terbuka.
d) Niat bermakmum
atau berjamaah kepada imam.
e)
Bentuk shalat makmum sesuai dengan imam dalam hal
gerakan dzahir.
f)
Jika bentuk shalat imam dan makmum berbeda, seperti
satu shalat fardhu dan yang lain shalat jenazah, maka jamaahnya tidak sah.
g)
Gerakan makmum harus sejalan dengan imam baik dalam
hal melakukan atau meninggalkan sunah yang mempunyai bentuk sangat berbeda.
Misalnya imam tidak melakukan tasyahud awal atau sujud tilawah, namum makmum
melakukannya maka shalatnya makmum menjadi batal.
h)
Mengikuti gerakan imam, dalam artian bahwa gerakan
makmum dalam shalat harus setelah imam. Jika makmum mendahului imam sebanyak
dua rukun fi’li seperti rukuk dan sujud atau terlambat dua rukun fi’li dari
imam bukan karena udzur maka shalatnya batal. Jika gerakan makmum bersamaan
dengan gerakan imam pada selain talbiratul ihram atau makmum mendahului atau
terlambat satu rukun fi’li dari imam, maka shalat makmuk tidak batal.[4]
Dengan terpenuhinya syarat-syarat untuk
menjadi seorang imam dan juga makmum, maka pelaksanaan ibadah shalat secara
berjamaah akan mendapatkan hasil sebagaimana tujuan dan hikmah shalat secara berjamaah,
termasuk juga di dalamnya yaitu mendapatkan fadhilah ibadaha shalat sebanyak
dua puluh tujuh kali bila dibandingkan dengan mengerjakan shalat secara
sendirian.
2.
Nilai-nilai
Islam dalam Shalat Berjamaah
Adapun nilai-nilai yang terdapat dalam
pelaksanaan ibadah shalat berjamaah diantaranya adalah sebagai berikut:
- Mendidik Keikhlasan dan Kesadaran Diri
Segala amal ibadah harus dilaksanakan atas
panggilan dalam jiwa, tanpa pengaruh dari siapapun, yaitu dilaksanakan atas
kesadaran sendiri. Begitu juga dengan shalat berjamaah, ketika melaksanakan
shalat berjamaah seorang muslim harus ikhlas hatinya dan hadir hatinya dalam
shalat, sehingga kesadaran berbuat dan berucap selalu bersama-sama dengan
perbuatan dan ucapan. Shalat hanya untuk Allah Swt semata, artinya hendaklah
dikerjakan dengan penuh keikhlasan karena Allah, bersih dari pengaruh yang
lain, tidak mengharap sanjungan, sayang atau perhatian umum.[5]
akan tetapi karena memenuhi panggilan Allah Swt semata. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Bayyinah ayat 5, yaitu:
(البيناه: ٥)
Artinya: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan
lurus.” (Al-Baiyinah: 5)
Dengan
demikian, kesadaran diri untuk memenuhi panggilan azan untuk menunaikan ibadah
shalat secara berjama`ah merupakan suatu hal yang mengandung nilai-nilai
pendidikan. Artinya, diawali dengan keikhlasan dalam melaksanakan shalat
berjamaah diharapkan menjadi terdidik dalam keikhlasan mengerjakan
perbuatan-perbuatan lainnya.
- Mendidik
Teratur dalam Melaksanakan Ibadah
Semua amal ibadah hendaknya dilaksanakan
secara terus-menerus dan teratur. Dengan demikian, seseorang akan terbiasa
melakukan hal-hal yang baik karena sudah sering dilaksanakannya. Seorang yang melakukan shalat secara
teratur dan kusyuk akan terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Sebagaimana
dijelaskan dalam al-Qur’an
surat Al-Ankabut ayat 45 yaitu:
(العنكبوت:
٤٥)
Artinya:
”…Dan dirikanlan shalat. Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar ...” (Al-Ankabut:
45).
Dengan shalat berjamaah secara teratur akan
menghidupkan sendi-sendi ukhwah antara umat Islam. Seseorang muslim yang selalu
melaksanakan shalat berjamaah akan terhindar dari kemunafikan dan kebebasan
dari api neraka.[6]
Dengan
demikian, nilai pendidikan teratur
dalam melaksanakan ibadah juga menjadi bagian dari
nilai-nilai pendidikan dalam ibadah shalat berjama`ah. Karena berawal dari
keteraturan dalam ibadah shalat berjamaah akan terlatih juga untuk teratur
dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Misalnya, ketika pagi bangun dan
melaksanakan ibadah shalat shubuh dengan berjamaah, maka akan cepat bangun
serta dapat menyusun agenda-agenda kegiatan lainnya diwaktu pagi.
- Melatih tepat waktu
Shalat merupakan ibadah yang telah
ditentukan waktunya. Hal tersebut sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 103 yaitu:
(النساء: ١٠٣)
Artinya: "Maka
dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah
kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa`: 103)
Dengan demikian, kewajiban shalat harus
dilakukan tepat waktu secara berjamaah, sebab shalat adalah satu kewajiban yang
waktu pelaksaaannya telah ditentukan. Hal tersebut mengandung nilai-nilai
pendidikan kepada setiap mukmin untuk senantiasa dan terbiasa dalam mengatur
waktu. Artinya, disiplin waktu itu adalah hal yang sangat penting untuk menjadi
perhatian bagi umat Islam bukan hanya dalam segi ibadah shalat saja
tetapi juga dalam ibadah-ibadah lainnya termasuk dalam kegiatan-kegiatan atau
aktivitas-aktivitas sehari-hari. Karena sesuatu hal yang dilakukan tepat pada
waktunya akan mendapatkan hasil yang baik, hidup menjadi teratur atau disiplin
sehingga membuat hati menjadi tenang dan tenteram.
[1]Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab
Sayyed Hawwas, Figh Ibadah, (Jakarta:
Amzah, 2009), hal. 245.
[2]Wahbah Zuhaili, Figh Imam Syafi’i, (Jakarta: Al-Mahira, 2010), hal. 336.
[4]Wahbah Zuhaili, Figh Imam Syafi’i..., hal. 337-338.
[5]M. Zainul Arifin, Shalat Mikraj Kita Cara Efektif Berdialog dan Berkomuniukasi Langsung Dengan Allah Swt, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 27.
[6]Imam Al-Ghazali, Keagungan Shalat, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 51.
No comments:
Post a Comment