Thursday, October 26, 2017

Kompetensi Personality Seorang Pendidik

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Th. 2007 kompetensi kepribadian guru atau dosen mencakup lima kompetensi, yaitu kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan berakhlak mulia.[1]
Kompetensi kepribadian yang mantap dan stabil adalah bertindak sesuai dengan norma hukum, bertindak sesuai dengan norma sosial, sebagai guru atau dosen dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. Kompetensi kepribadian yang dewasa memiliki indikator: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru atau dosen. Subkompetensi kepribadian yang arif memiliki indikator: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak. Kompetensi kepribadian yang berwibawa memiliki indikator: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
Kompetensi akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator: bertindak sesuai dengan norma agama (iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. Kepribadian guru atau dosen akan sangat mewarnai kinerjanya dalam mengelola kelas dan berinteraksi dengan siswa.
Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata berpendapat, bahwa seorang pendidik harus memiliki sifat sebagai berikut:
  1. Mempunyai watak yang kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik.
  2. Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan peserta didik
  3. Memerhatikan kemampuan dan kondisi peserta didiknya
  4. Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta didik saja
  5. Mempunyai sifat-sifat keadilan, kesucian, dan kesempurnaan
  6. Ikhlas dalam menjalankan aktivitasnya,tidak menuntut hal-hal yang diluar kewajibannya
  7. Dalam mengajar selalu mengaitkan materi yang diajarkan dengan materi lainnya
  8. Memberi bekal kepada peserta didik dengan bekal ilmu yang dibutuhkan masa depan
  9. Sehat jasmani da rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung jawab, dan mampu mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana yang matanng untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.[2]
Dalam sejarah pendidikan Islam profesi guru memiliki beberapa sebutan seperti Al-Qari (qur’an reader), yakni mereka yang ahli membaca dan mengajarkan al-Qur’an, Al-Muaddib (private teacher) yakni guru khusus bagi anak-anak khalifah atau para pembesar yang lain atau al-qos (story teller) yakni mereka yang profesinya menceritakan kisah-kisah masa lalu. Seiring dengan lahirnya lembaga pendidikan “madrasah”, guru sering disebut al-ustadz atau al-mudaris sedangkan asisten guru disebut al-mu’id, adapun istilah syeikh lebih sering dipakai untuk menyebut seorang yang tua atau alim dalam hal agama atau sebagian juga sering disebut dalam dunia tasawuf. [3]
Terkait dengan penjelasan di atas, Imam al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata melihat konsep etika pendidik sebagai berikut:
  1. Menerima segala problema peserta didik dengan hati dan sikap yang terbuka dan tabah
  2. Bersikap penyantun dan penyayang
  3. Menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam bertindak
  4. Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama
  5. Bersikap rendah hati
  6. Bersikap lemah lembut
  7. Meninggalkan sifat marah
  8. Memperbaiki sikap peserta didik didiknya dan bersikap lemah lembut terhadap peserta didik yang kurang lancar bicaranya
  9. Meninggalkan sifat yang menakutkan pada peserta didik menerima kebenaran yang diajukan oleh peserta didik
  10. Menjadikan kebenaran sebagai acuan dalam proses pendidikan, walau kebenaran itu berasal dari peserta didik.[4]
Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang dan membedakannya dari yang lain. Dengan karakteristiknya, menjadi ciri dan sifat yang akan menyatu dalam seluruh totalitas kepribadiannya. Totalitas tersebut kemudian akan teraktualisasi melalui seluruh perkataan dan perbuatannya. Dalam hal ini, Abdurrahman An-Nahlawi menyarankan, agar pendidik (guru atau dosen) dapat melaksanakan tugasnya dengan baik hendaknya guru atau dosen memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
  1. Mempunyai watak dan sifat rabbaniyyah yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku dan pola pikirnya
  2. Bersifat ikhlas melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata untuk mencari keridhaan Allah dan menegakkan kebenaran
  3. Bersifat sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta didik
  4. Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya
  5. Senantiasa membekali diri dengan ilmu, kesediaan diri untuk terus mendalami dan mengkajinya lebih lanjut
  6. Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi. Sesuai dengan prinsip-prinsip penggunaan metode pendidikan
  7. Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan proporsional
  8. Mengetahui kehidupan psikis peserta didik.[5]
Dengan bekal kepribadian sebagaimana dicirikan dalam indikator kemampuan di atas, seorang guru atau dosen akan benar-benar mampu menjadi figur sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagai guru pertama dalam Islam. Beliau telah memberikan contoh teladan yang baik kepada segenap umatnya dengan keberhasilan menciptakan kader-kader atau generasi Islam yang mempunyai komitmen dan setiap sikap dan perbuatan mereka selalu berlandaskan pada ajaran sebagaimana yang sudah diajarkan oleh rasulullah SAW. Keikhlasan, kejujuran, kelapangan Beliau telah teruji sepanjang zaman dan menggerakkan manusia berkomitmen mengikuti beliau. Sifat tawadhu’ yang selalu mengiringi langkah beliau semakin mengokohkan kewibawaan beliau sebagai guru dan pemimpin dan atas kemuliaan Beliau pulalah Allah SWT mengajarkan untuk meneladani keseluruhan pribadi Beliau. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat  Al-Ahzab ayat 21, yaitu:

  (الاحزاب: ٢١)
Artinya: Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)
Merujuk hal di atas, setiap tingkah laku guru atau dosen menjadi teladan bagi anak didiknya baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Di lingkungan sekolah di samping guru atau dosen berperilaku baik, guru atau dosen juga harus bisa menjaga kehidupan sosialnya dalam berinteraksi dengan masyarakat. Dengan kata lain seluruh taampilan guru atau dosen baik dalam keluarganya sendiri, sekolah, lingkungan kampus maupun masyarakat adalah refleksi dari kepribadiannya.
Kepribadian guru atau dosen sangat ditentukan oleh akhlak yang dimilikinya, karena seluruh tingkah laku atau akhlak guru atau dosen akan diperhatikan oleh anak didiknya dan ini sangat berpengaruh terhadap kewibawaan seorang guru atau dosen. Oleh karena itu seorang guru atau dosen harus mempunyai akhlak yang baik. Karakteristik kepribadian guru atau dosen perspektif pendidikan Islam, antara lain sebagai berikut:
  1. Konsep rabbani
Tingkah laku dan pola pikir guru atau dosen bersifat Rabbani, yakni guru bersandar kepada Rabb dengan menaatinya.[6] Tanpa sifat ini guru tidak mungkin akan dapat mewujudkan tujuan pendidikan Islam. Seorang guru harus meningkatkan wawasan, pengetahuan, sebagai penerapan langsung sifat rabbani yang ada pada dirinya itu. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 79, yaitu:

(ال عمران: ٧٩)

Artinya: Tidak mungkin bagi seseorang yang telah diberi kitab oleh Allah, serta Hikmah dan kenabian, kemudian Dia berkata kepada manusia: "Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata): "Jadilah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu mengajarkan  Al-kitab dan karena kamu mempelajarinya. (QS. Ali Imran: 79)

  1. Sifat-sifat Nabi Muhammad SAW
Muhammad yang insan kamil berakhlak Qur’an, patut disebut guru terbaik sepanjang masa. Mencontohkan para guru generasi sepeninggalnya untuk mencontoh tata cara mengajar beliau dan karakteristik guru beliau.
Sebagaimana sifat wajib beliau (yang terdiri dari Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathanah), maka setidaknya guru atau dosen juga mempunyai sifat-sifat tersebut. Shiddiq (jujur). Kejujuran Nabi Muhammad SAW telah terkenal dalam riwayat. Bahkan, ketika belum diangkat menjadi Nabi. Sehingga beliau diberi gelar al-Amin.[7] Kejujuran tidak terbatas pada perkataan saja. Perbuatan juga bagian darinya. Guru harus bertindak jujur. Walau pahit sekalipun, Lawannya Kidzib (berbohong).
Amanah (dapat dipercaya), al-amin sebagai bukti Muhammad SAW dapat dipercaya oleh kaumnya. Cirinya bertanggung jawab atas apa yang diterimanya. Bukan sebaliknya mengingkari dari amanah berupa wahyu yang disampaikan melalui malaikat Jibril. Tepat bila menjadi guru dianggap sebagi amanah kepercayaan membimbing anak didik. Masyarakat akan lebih menempatkan anak-anaknya kepada orang yang bersifat amanah dan diakui kepercayaannya.
Tabligh (menyampaikan). Dalam menyampaikan wahyu Allah SWT tentunya banyak ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang harus diterima beliau dibutuhkan kesabaran, ketabahan dan keteguhan hati.
Fathanah (cerdas), rasul memiliki kecerdasan yang luar biasa, ahli strategi perang, ekonom ulung, pemimpin yang menyejukkan. Hakim yang cerdas, guru yang memahami karakter siswanya (para sahabatnya). Bukan sebaliknya baladah (bodoh). Guru juga harus mempunyai kompetensi, wawasan yang luas tanpa membedakan ilmu surga atau neraka, tak mengenal dikotomik ilmu.
  1. Lemah lembut, pemaaf dan suka bermusyawarah
Betapa Rasulullah menganjurkan para sahabatnya untuk bermmusyawarah mencari mufakat. Rasulullah SAW sendiri di beberapa kesempatan menyempatkan berdiskusi memecahkan strategi perang dengan sahabatnya yang mempunyai wawasan lain. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159, yaitu:
 (ال عمران: ١٥٩)    
Artinya: Maka berkat rahmat Allah engkau Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang yang bertawakkal. (QS. Ali Imran: 159)

  1. Berwibawa
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 81, yaitu:
 (الانبيآء: ٨١)    
Artinya: Dan (Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami beri Berkah padanya. Dan Kami Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Anbiya’: 81)

  1. Adil dan Taqwa
Serangkaian dua kata yang erat dan saling berhubungan. Guru bersifat adil tidak membedakan murid satu dengan lainnya. Bila terjadi kecemburuan sosial akan merusak keharmonisan antar siswa. Dan keadilan membawa pada ketaqwaan dan bekal yang terbaik adalah taqwa. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 8, yaitu:
 (المآئدة: ٨)   
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, Sungguh Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah: 8)

  1. Mengajak kebaikan
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Ali Imran: 104, yaitu:
(ال عمران: ١٠٤)        
Artinya: Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma'ruf dan mencegah dari (perbuatan) yang munkar; dan merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104)
Sifat dan kemampuan yang diharuskan kepada pendidik Islam sebagaimana dirumuskan di atas, hanyalah sebagian dari sekian banyak sifat dan kemampuan yang harus dimiliki agar fungsi dan peranan pendidik Islam dalam proses pendidikan Islam dapat berjalan sesuai dengan tuntunan dan tuntutan ajaran Islam serta perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dunia kependidikan Islam.[8]
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kompetensi kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yaitu berdasarkan konsep rabbani dengan mencontoh sifat-sifat Nabi Muhammad SAW, lemah lembut, pemaaf dan suka bermusyawarah, harus berwibawa, adil dan taqwa serta selalu dalam mengajak kebaikan.



[1]Sudarman Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru (Tilikan Indonesia dan Mancanegara), (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 23.
[2]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 169.
[3]M. Nuryadin Edy Purnama, Kompetensi Guru dalam Ranah Pendidikan Islam, dalam http://elearningsmkn1trucuk.com/2009/07/23/kompetensi-guru-dalam-pendidikan-Islam. Diakses 11 Januari 2015.
[4]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam…, hal. 168.
[5]Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 131.
[6]Sudiyono, Ilmu Pendidikan…, hal. 131.
[7]Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 371.
[8]Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), hal. 38.

No comments:

Post a Comment