Memakai
jilbab bukanlah memakai hiasan yang bertujuan untuk menarik perhatian-perhatian
orang yang memandangnya, bukan juga untuk mengikuti mode-mode pakaian yang lagi
ngetren pada masanya. Namun memakai jilbab merupakan bentuk ibadah kita
sebagaimama yang bertakwa kepada-Nya. Sehingga dalam pemakaiannya pun harus
sesuai aturan-aturan yang sudah ada karena pada dasarnya memakai jilbab untuk
menjaga kehormatan baik dihadapan Allah khususnya dan dihadapan manusia pada
umumnya.
Syariat Islam menetapkan kriteria
yang harus dipenuhi bagi semua bentuk dan model pakaian yang berlaku dikalangan
masyarakat yang berbeda-beda kebudayaan dan peradabannya antara satu negara
dengan negara yang lainnya. Hal ini dikarenakan syari’at mengakui berlakunya ‘urf (adat kebiasaan) asalkan tidak
bertentangan dengan hukum atau adab syari’at. Islam tidak merombak tradisi
Jahiliyah dalam hal pakaian, melainkan memasukkan unsur keseimbangan saja.[1]
Adapun kriteria-kriteria pakaian
muslimah adalah sebagai berikut:
- Menutup seluruh badan
Pakaian yang dipakai dapat
menutupi seluruh badan kecuali telapak tangan dan wajah. Hal ini karena Islam
lebih menitik beratkan busana sebagai penutup aurat bukan sebagai perhiasan
semata. Bila menampakkan perhiasan merupakan larangan, maka dalam hal ini
menampakkan letak-letaknya lebih dilarang, dan seandainya tidak dikenakan
busana tentu tampaklah letak-letak perhiasan, berupa dada, kedua telapak kaki
dan betis. Oleh karena itu seharusnya seorang wanita mengenakan celana yang menutupi
betisnya.[2]
Dari sini dapat di simpulkan,
bahwa yang dimaksud dengan perintah untuk menutup badan dimaksudkan untuk
menutupi dari terlihat aurat, baik laki-laki maupun wanita, dan seseorang
wanita baru disebut menutup aurat, jika sudah menutupi seluruh tubuhnya kecuali
muka dan dua telapak tangan.
- Bukan Berfungsi sebagai perhiasan
Syarat ini berdasarkan firman
Allah Swt, yaitu:
ولا تبرجن تبرج الجاهلية الأولى (الأ حزاب: ٣٣)
Artinya:
“Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka (Q.S. Al-Ahzab: 33)
Dari ayat tersebut, dapat
dipahami bahwa Allah Swt melarang para wanita muslim untuk berhias dan
bertingkah laku seperti wanita-wanita jahiliyah dahulu yang menampakkan
auratnya dan berhias untuk dipamerkan. Larangan tersebut dimaksudkan agar
wanita muslimah terjaga dari hal-hal negatif dan dari gangguan laki-laki jalang, serta tetap
terjaga identitasnya sebagai wanita Islam yang patuh pada aturan Allah Swt.
Berawal dari desakan untuk
pamer diri, kaum wanita berlomba-lomba menampakkan kecantikannya. Minat dan
keinginan ini tidak begitu jelas dan tampak. Ia terpendam di sela-sela hati.
Barulah tampak dengan nyata ketika ia berhias, mengenakan pakaian tipis, dan
sebagainya.
Setiap perhiasan yang dikenakan
wanita dengan niat menarik perhatian laki-laki, bahkan kerudung sekalipun, jika
berwarna menyala dan menarik, dengan bentuk yang indah sehingga menyebabkan
setiap laki-laki terpesona memandangnya, maka hal itu dilarang. Dalam hal ini
tidak ada batasan khusus yang menetapkan mana yang terlarang dan mana yang
tidak. Perkaranya bergantung pada iman wanita itu sendiri. Ialah yang harus
bertanggung jawab atas dirinya sendiri.[3]
Wanita muslimah tidak
dibenarkan memperlihatkan hiasan dirinya (kecantikannya) kepada lelaki yang
bukan muhrimnya. Seluruh bagian dari badan perempuan adalah aurat yang harus
ditutupi, kecuali bagian-bagian tertentu yang sudah menjadi kebiasaan. Busana yang dipakai wanita
tidak terdapat hiasan yang dapat menarik perhatian orang saat keluar rumah,
agar tidak tergolong wanita yang suka tampil dengan perhiasan (tabarruj).[4]
Berlebih-lebihan dalam menutup
aurat dan berhias berarti ia telah melenceng dari ajaran agama Islam menuju
jalannya setan. Inilah rahasia dua seruan yang telah dikumandangkan Allah
kepada anak cucu Adam. Setelah seruan tadi yang mengingatkan mereka tentang
kedua hal di atas, yaitu tidak boleh telanjang dan juga meninggalkan memperhias
diri mengikuti langkah-langkah setan.[5]
Dengan demikian, maka dapat
dipahami bahwa Islam hanya membolehkan mengenakan perhiasan yang bersih dari
niat dan maksud buruk. Pakaian muslimah berfungsi sebagai pelindung wanita dari
godaan laki-laki. Hal ini berarti pakaian muslimah tidak boleh berlebihan atau
mengikuti model tertentu karena memandang busana muslimah bukan perhiasan.
- Kainnya harus tebal
Diwajibkan menutup aurat dengan
pakaian yang tidak mensifati warna kulit, berupa pakaian yang cukup tebal atau
yang terbuat dari kulit. Menutupi aurat dengan pakaian yang masih dapat
menampakkan warna kulit, umpamanya dengan pakaian yang tipis, adalah tidak
dibolehkan karena hal itu tidak memenuhi kriteria menutupi.[6]
Fungsi pakaian sebagai pelindung
bagai kaum wanita, secara otomatis dapat dikatakan bahwa jilbab harus tebal
atau tidak transparan atau membayang (tipis) karena jika demikian akan semakin
memancing fitnah godaan dari pihak laki-laki. Rasulullah Saw bersabda:
عن عائشة رضي الله عنها أن أسماء بنت
أبى بكر دخلت على رسول الله صلى الله عليه وسلم وعليها ثياب رقاق فأعرض عنها رسول
الله صلى الله عليه وسلم وقال ياأسماء إن
المرأة اذا بلغت المحيض لم تصلح أن يرى منها الا هذا وهذا وأشار إلى وجهه وكفيه
(رواه ابو داود)
Artinya: “Dari Aisyah ra meriwayatkan bahwasanya Asma’ binti Abu Bakar
ra datang kepada Rasulullah Saw dan ia memakai pakaian yang pendek/tipis, maka
Rasulullah Saw berpaling darinya dan berkata: “Wahai Asma sesungguhnya seorang
wanita itu apabila telah baligh (haid), tidak pantas baginya untuk menampakkan
tubuhnya kecuali ini dan ini (beliau memberi isyarat pada wajah dan kedua
telapak tangan)”. (HR.Abu Daud).[7]
Adapun fenomena kurudung gaul
yang kini sedang trend di kalangan remaja atau anak-anak muda (wanita) dengan
pakaian yang tipis dan serba ketat merupakan budaya atau model pakaian yang
sudah menyatu dengan saat modern sekarang ini. Kenyataan tersebut jelas
merupakan pelanggaran berat terhadap syarat busana muslimah yang telah diwajibkan.
- Harus longgar, tidak ketat sehingga tidak menggambarkan sesuatu dari tubuhnya.
Pakaian yang ketat akan
membentuk postur tubuh wanita ataupun sebagainya. Wanita yang mengenakan
pakaian ketat sehingga dapat membentuk potongan-potongan postur tubuhnya dan
keluar pada perkumpulan-perkumpulan kaum lakilaki, maka busana itu
dikhawatirkan termasuk kategori diantara pakaian-pakaian telanjang. Termasuk
dalam pengertian telanjang adalah seorang wanita yang mengenakan pakaian yang
ketat yang tampak jelas lekuk-lekuk dan bentuk aslinya. Tidak diragukan lagi
bahwa busana tersebut termasuk dalam kategori pakaian telanjang yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam. Diantara maksud diwajibkannya jilbab adalah agar
tidak timbul fitnah (godaan) dari pihak laki-laki. Dan itu tidak mungkin
terwujud jika pakaian yang dikenakan tidak ketat dan tidak membentuk
lekuk-lekuk tubuhnya. Untuk itu jilbab harus longgar atau tidak ketat.
- Tidak diberi wewangian atau parfum
Wangi-wangian merupakan
diantara dua hati yang kotor, yang bertentangan dengan etika Islam. Islam
berdasarkan kehalusan rasa (sensualitas) yang terpendam di balik wewangian itu
menganggapnya sebagai salah satu pintu fitnah. Islam tidak mengizinkan wanita
muslimah berlalu di jalanan menyebarkan aroma minyak wangi, menutupi kecantikan
dan perhiasannya untuk mencegah tergeraknya rangsangan birahi lelaki. Syarat
ini berdasarkan larangan terhadap kaum wanita untuk memakai wewangian bila mereka
keluar rumah. Hal tersebut didasarkan pada hadits Rasulullah Saw, yaitu:
عن أبى موسى عن النبى صلى الله عليه
وسلم قال إذا استعطرت المرأة فمرت على القوم ليجدوا ريحها فيها كذا وكذا قال قولا
شديدا (رواه أبو داود)
Artinya:
“Dari Abi Musa dia berkata, Rasulullah Saw bersabda: Jika seseorang perempuan
memakai wewangian lalu sengaja lewat diantara orang-orang agar mereka mencium
wanginya, maka dia begini begitu (Sindiran berbuat zina)”. (HR. Abu Daud) [8]
Berdasarkan hadits tersebut,
dapat dipahamai bahwa agama sangat melarang para wanita memakai wewangian
ketika ia keluar rumah atau berada dikalangan umum, karena hal tersebut sama
juga hukumnya dengan berzina. Alasan pelarangan ini jelas, yaitu bahwa hal itu
akan membangkitkan nafsu birahi laki-laki yang menciumnya sehingga dapat menimbulkan
fitnah dan mengundang terjadinya kemungkaran dan dosa.
- Tidak menyerupai laki-laki
Pakaian yang dikenakan oleh
seorang wanita muslimah tidak boleh menyurapai pakaian laki-laki. Menyerupai
pakaian laki-laki maksudnya memakai pakaian yang sudah dimaklumkan menjadi
pakaian laki-laki. Syarat keenam ini didasarkan pada hadits Rasulullah Saw yang
melaknat wanita menyerupai laki-laki, baik dalam bertingkah laku atau
berpakaian. Sabda Rasulullah Saw:
عن ابن عباس عن
النبي صلى الله عليه وسلم أنه لعن المتشبهات من النساء باالرجال والمتشبهين من
الرجال بالنساء (رواه البخارى) Artinya: “Dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah
Saw, sesungguhnya Beliau melaknat perempuan yang menyerupai laki-laki dan
laki-laki yang menyerupai perempuan.” (HR. Bukhari).[9]
Berdasarkan hadits tersebut
dapat diketahui bahwa salah seorang diantara dua jenis yang menyerupai pada
jenis lainnya adalah menyimpang dari fisik, serta sebagai bukti bahwa secara
Islam tidak normal lagi. Penyerupaan merupakan suatu penyakit yang tidak bisa
diobati yang tertransfer dari budaya non Islam ke dalam budaya Islam sebagai
konsekuensi dari ikut-ikutan gaya Barat. Hal ini merupakan hal yang sangat dilarang
agama.
- Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
Syarat ini didasarkan pada
haramnya kaum muslimin termasuk wanita menyerupai orang-orang kafir baik dalam
berpakaian yang khas pakaian mereka, ibadah, makanan, perhiasan, adat istiadat,
maupun dalam berkata atau memuji seseorang yang berlebihan.
من تشبه بقوم فهو منهم (رواه أبو داود)
Artinya:
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum itu.” (HR. Abu Daud).[10]
Sekarang ini banyak wanita
muslimah yang merancang busananya dengan pola yang bertentangan dengan
ketentuan syara dan norma-normanya di bidang busana. Berdasarkan realita yang
muncul dewasa ini yang populer di sebut dengan” mode” dimana ia mengalami
perkembangan dan perubahan setiap hari dari yang buruk hingga yang lebih buruk.
Bentuk-bentuk busana wanita dewasa ini sudah tidak sesuai lagi dengan
ajaran-ajaran Islam dan sama sekali tidak pernah dikenal dikalangan
wanita-wanita muslimah. Hal ini terbukti dengan banyaknya pakaian-pakaian yang
apabila dipakai oleh kaum wanita muslimah, maka aurat wanita si pemakai tersebut
akan terlihat dengan jelas. Adapun tujuan wanita dilarang menyerupai dengan
orang-orang kafir, diantaranya adalah penyerupaan dengan mereka dalam
berbusana.
Syarat ini didasarkan pada
haramnya kaum muslimin termasuk wanita menyerupai orang-orang (wanita) kafir
baik dalam meniru model berpakaian yang khas pakaian mereka, ibadah, makanan,
perhiasan, adat istiadat, maupun dalam berkata atau memuji seseorang yang
berlebihan.
- Bukan libas syuhrah (pakaian untuk mencari popularitas)
Pakaian populer adalah pakaian
dimana orang yang memakainya berbeda dengan pakaian orang lain dari sisi warna,
corak atau bentuk dimana ia dapat menarik perhatian dan pandangan orang lain
kepadanya. Oleh karena itu sesungguhnya keanehan di dalam pakaian karena keindahan,
keburukan, keabadian atau karena keanehannya. Ibnu Taimiyah berkata “pakaian
kemasyhuran adalah pakaian yang bertujuan menampilkan ketinggian diri atau
merendah diri. Sesungguhnya para salaf yang shalih tidak menyukai kedua hal
tersebut, yaitu meninggikan dan merendahkan harga diri yang berlebihan.[11]
Sabda Rasulullah Saw, yaitu:
من لبس ثوب شهرة فى الدنيا ألبسه الله ثوب مذلة يوم القيامة ثم
ألهب فيه نارا (رواه أبو داود)
Artinya:
“Barangsiapa mengenakan pakaian (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian
kehinaan pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka” (H.R Abu Dawud).[12]
Libas Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan
meraih popularitas (gengsi) ditengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut
mahal yang dipakaian oleh seseorang untuk berbangga dengan dandan dan
perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah dipakai oleh seseorang untuk
menampakkan keudzuhudannya dan dengan tujuan ria. Senada dengan pendapat di
atas, Abdul Muhsin menjelaskan bahwa kriteria-kriteria jilbab yang Islami
adalah:
- Menutup seluruh badan kecuali yang dikecualikan yaitu wajah dan tangan.
- Berfungsi untuk menutup perhiasan bukan sebagai hiasan.
- Kainnya tebal tidak tipis atau tembus pandang sehingga biasa menutupi
- Harus longgar, tidak ketat sehingga menutupi lekuk-lekuk tubuhnya.
- Tidak diberi wewangian atau parfum
- Tidak menyerupai pakaian laki-laki
- Bukan pakaian untuk popularitas atau pakaian syuhrah, yaitu pakaian yang dipakai dengan tujuan meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal yang dipakai seseorang untuk berbangga dengan gaunnya dan perhiasannya, maupun yang bernilai rendah yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan ke zuhudannya.[13]
Sedangkan
Lilik Sriyanti dalam bukunya “Dilema Gadis Berjilbab”, menjelaskan bahwa syarat
jilbab Islami adalah sebagai berikut:
- Menutup seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan
- Longgar sehingga tidak menampakkan bentuk tubuh
- Terbuat dari bahan-bahan yang cukup tebal, tidak tipis atau transparan sehingga tidak menembus warna kulit atau bentuk tubuh
- Tidak menyolok sehingga tidak menarik perhatian orang
- Tidak menyerupai pakaian laki-laki dan tidak menyerupai pakaian non muslim
- Tidak dimaksudkan untuk riya (menyombongkan diri).[14]
Itulah syarat pakaian muslimah,
jadi dapat disimpulkan bahwa pakaian muslimah hendaklah menutup seluruh anggota
badannya kecuali wajah dan telapak tangan dengan rincian sebagaimana
dikemukakan di atas, bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, tidak sempit
sehingga menumbuhkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum. Tidak menyerupai
pakaian pria atau pakaian wanita-wanita kafir dan bukan merupakan pakaian
popularitas.
Dengan demikian, dapat
diketahui bahwa kaum perempuan muslimah berkewajiban memakai busana muslimah
dalam batasan-batasan sebagaimana
berikut ini:
- Bisa menutup rambutnya secara keseluruhan. Sehingga tidak boleh bagi perempuan muslimah yang memakai jilbab tetapi masih terlihat ada rambutnya yang kelihatan di dahi seperti yang populer kita lihat sekarang ini
- Juga bisa menutup leher keseluruhan sehingga menghindarkan diri dari tatapan mata laki-laki yang akan membawa gairah seksual ketika melihat leher tersebut
- Juga bisa menutup dadanya secara mutlak sebab terkadang kita menemukan ada anak gadis yang memakai jilbab sedemikian sehingga lehernya masih kelihatan, lalu berlanjut pula kelihatan dadanya
- Hal ini terjadi sebab ia mengikatkan dua ujung jilbabnya ke belakang lehernya. Ini juga perilaku yang tidak Islami dari etika Islam
- Juga mengenakan pakaian yang longgar agar terhindar dari tampaknya lekuklekuk tubuhnya.[15]
Empat hal tersebut adalah
batas-batas pemakaian busana muslimah bagi perempuan muslimah. Perempuan
muslimah harus memperhatikan dan menerapkan empat hal tersebut, di saat yang
sama ia juga harus menjauhi sikap, ucapan, dan perbuatan yang negatif dan dosa.
[1]Abdul
Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1997),
hal. 36.
[2]Abu Al-Ghifari, Kudung Gaul Berjilbab Tapi
Telanjang, (Bandung: Mujahid, 2002), hal. 53
[3]Husein Shahab, Jilbab
Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, (Bandung: Mizan, 1986), hal. 40
[4]Sholeh
bin Fauzan, http://www.syariahonline.com, diakses tanggal. 6 Maret 2015.
[5]Yusuf
Al-Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam,
(Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004), hal. 104.
[6]Abu
al-Ghifari, Kudung Gaul…, hal.
131.
[7]Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Abu
Daud…, hal. 826.
[8]Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan…, hal. 855.
[9]Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih
Bukhari, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hal. 824.
[10]Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Abu
Daud…, hal. 828.
[11]Abu
Abdullah, Aku Takut Tak Berjilbab, (Jakarta: Mirqat, 2010), hal. 91.
[12]Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Abu
Daud…, hal. 827.
[13]Abdul
Muhsin, Misteri Jilbab Jangan Sampai Masuk
Neraka Gara-gara Jilbab, (Solo: Rumah Dzikir, 2007), hal. 93.
[14]Lilik
Sriyanti, Dilema Gadis Berjilbab,
(Salatiga: STAIN Salatiga Press, 2005), hal. 40.
[15]
Muhammad Muhyidin, Membelah lautan Jilbab, (Yogyakarta: Diva Press,
2007), hal. 285.
No comments:
Post a Comment