Oleh: Muhammad Syarif, S.Pd.I., MA
Dosen
Fakultas Tarbiyah Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
A. PENDAHULUAN
Istilah revolusi mental pertama kali
dicetuskan oleh Presiden RI pertama, Soekarno, dalam pidato kenegaraan
memperingati Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1957. Semangat revolusi
mental tersebut kemudian menjadi dasar bagi Soekarno pada tanggal 17 Agustus
1964 untuk memperkenalkan gagasan Tri Sakti, yaitu Indonesia yang berdaulat
secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian secara sosial budaya.
Pada tahun 2014, gagasan revolusi
mental kembali digaungkan Presiden Joko Widodo. Presiden RI ke-7 ini bahkan
menyerukan dimulainya sebuah Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) untuk
mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru demi terwujudnya Indonesia yang
berdaulat mandiri dan berkepribadian.
Keresahan
masyarakat saat ini harus dijawab dan diberikan solusi sebelum berjalan lebih
jauh lagi. Bila sejak merdeka kita sibuk dengan pembangunan fisik, maka saatnya
kita bangun pula mental kita. Pembangunan ini akan kita lakukan dengan berbagai
gerakan bersama, kolaborasi antara masyarakat dan swasta yang didukung oleh
pemerintah. Perubahan dimulai saat ini dan berawal dari diri sendiri, dilakukan
bersama untuk Indonesia yang lebih baik.
Tim penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) memiliki peran penting sebagai motor penggerak dalam upaya mendukung
dan membantu pelaksanan program pemerintah. Dengan memiliki kader yang
berkualitas, maka program pemerintah akan semakin mudah dilaksanakan dan
diterima oleh masyarakat. Sehingga PKK sebagai partner pemerintah akan turut mengambil peran
mendukung terwujudnya masyarakat yang maju, aman, damai dan sejahtera. Dalam tugasnya, PKK
juga perlu untuk terus mensosialisasikan berbagai program pemerintah karena
peran PKK yang bersentuhan langsung dengan masyarakat akan sangat memudahkan
penyampaian kepada seluruh elemen masyarakat terkait berbagai program untuk
kesejahteraan masyarakat, sehingga dampaknya bisa langsung dirasakan oleh
masyarakat. Oleh sebab itu, sejalan dengan semangat revolusi mental yang
dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, maka Revolusi Mental bagi Ibu-ibu Kader
PKK sungguh menjadi keniscayaan.
B. MAKNA
REVOLUSI MENTAL
Istilah "Revolusi Mental"
berasal dari dua suku kata, yakni 'revolusi' dan 'mental'. Arti dari 'Revolusi' adalah
sebuah perubahan yang dilakukan dengan cepat dan biasanya menuju kearah lebih
baik. Sedangkan 'Mental' memiliki arti yang berhubungan dengan watak dan
batin manusia.
Istilah
mental bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan
atau tenaga: bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan melainkan juga
pembangunan. Mental akan mengarahkan cara manusia dalam memahami diri dan
dunia, bagaimana mereka menampilkan diri dan kepercayaan yang mereka yakini,
cara berpakaian, bertutur, berperilaku, cara mengambil keputusan dan bertindak.
Kendati untuk membentuk mental, jelas memerlukan proses.
Maka, istilah "Revolusi Mental" dapat ditafsirkan
sebagai aktivitas mengubah kualitas manusia kearah yang lebih bermutu dan
bermental kuat dalam berbagai aspek dengan jangka waktu yang cepat.
Revolusi mental adalah gerakan
seluruh rakyat Indonesia bersama Pemerintah untuk memperbaiki karakter bangsa
menjadi Indonesia lebih baik. Dalam kehidupan sehari-hari, praktek revolusi
mental adalah menjadi manusia yang berintegritas, mau bekerja keras dan
punya semangat gotong royong. Para pemimpin dan aparat negara akan jadi pelopor
untuk menggerakkan revolusi mental, dimulai dari masing-masing
Kementerian/Lembaga. Sebagai pelopor gerakan revolusi mental, pemerintah lewat
Kementerian/Lembaga harus melakukan tiga hal utama yaitu; bersinergi,
membangun manajemen isu, dan terakhir penguatan kapasitas aparat negara.
Revolusi mental merupakan bentuk proses transformasi
pembentukan karakter bangsa melalui pembangunan keluarga. Di dalam revolusi
mental ditegaskan bahwa karakter dan kesejahteraan bangsa dapat tercipta dan diawali
dari lingkup masyarakat terkecil yaitu keluarga. Keluarga memiliki peran besar
dalam proses pembentukan karakter setiap individu yang nantinya merupakan cikal
bakal bagian dari bangsa Indonesia. Di sinilah tugas dan peran orang tua sangat mendominasi
keberhasilan pembentukan karakter tersebut. Orang tua yang berhasil adalah
orang tua yang mampu menciptakan karakter positif yang kuat pada diri anak dan
anggota keluarganya.
Revolusi mental diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa. Nilai-nilai
luhur ini diharapkan dapat menjadi karakter yang menjadi landasan untuk
memperkuat kebersamaan dan persatuan, toleransi, tenggang rasa, gotong royong,
etos kerja dan menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis.
C. PERMASALAHAN
MENTAL (Kemerosotan Moral) DI INDONESIA
Kemerosotan
atau degradasi moral (rusaknya mental) dapat diartikan sebagai penurunan suatu
kualitas, sedangkan moral merupakan suatu perilaku yang mutlak dimiliki oleh
manusia. Faktor utama rusaknya mental adalah perkembangan globalisasi yang
tidak seimbang. Perkembangan globalisasi yang tidak seimbang ini menjadikan mental
generasi muda terus mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan, mudahnya
mengakses informasi. Namun, tidak diiringi dengan pengetahuan serta iman yang
kuat.
Saat
ini kenakalan dan kemerosotan moral generasi muda sudah dalam fase yang
mengkhawatirkan. Moral generasi muda dari tahun ke tahun terus mengalami
penurunan kualitas di dalam segala aspek, seperti tutur kata, cara berpakaian
dan perbuatan dengan contoh pembunuhan, pemerkosaan, narkoba, sex bebas, anak
punk, tawuran dan lain sebagainya sudah sangat meresahkan. Sehingga sudah
saatnya generasi muda diberikan arahan dan bimbingan dalam rangka merubah
karakter bangsa melalui revolusi mental.
Penurunan
kualitas moral terjadi di setiap lapisan masyarakat. Degradasi mental muncul
dikarenakan kurangnya pendidikan agama, budi pekerti dan etika. Padahal
sebenarnya, ketiga aspek tersebut sangat diperlukan untuk pembentukan identitas
bangsa.
Perlunya
revolusi mental adalah karena penyakit seperti emosi/mental/jiwa akan berdampak
pada individu berupa malasnya seseorang dan tidak mempunyai karakter.
Kemudian dampaknya akan menular kepada masyarakat yang ditandai dengan gangguan
ketertiban, keamanan, kenyamanan, kecemburuan sosial, dan ketimpangan
sosial. Lebih jauh lagi, akan berdampak negatif pada bangsa dan
negara. Bangsa kita akan lemah dan menjadi tidak bermartabat.
Kemudian produktivitas dan daya saing kita menjadi rendah. Pada akhirnya
Revolusi mental sebagai konsep yang harus diaktualisasikan secara nasional,
sebagai sebuah kebijakan pemerintah yang menjadi gerakan nasional demi tujuan
berbangsa dan bernegara.
D. REVOLUSI
MENTAL (JIWA) DALAM TINJAUAN ISLAM
Konsep
Revolusi Mental, kalau dalam tinjauan Islam lebih tepat diganti dengan Revolusi
Jiwa. Artinya, perlu adanya perubahan mendasar terhadap jiwa masyarakat,
khususnya bagi pelaku kebijakan di negeri ini yang meliputi unsur-unsur
psikologi dan spiritual. Memang daya-daya jiwa seperti bernalar, berpikir,
berempati, berkasih sayang dan seterusnya, khususnya dihubungkan dengan
tugas-tugas pengambilan keputusandalam ranah kepemerintahan tidak bersifat
ragawi (tidak kasat mata), tetapi aspek-aspek kejiwaan tidak mungkin dibangun
tanpa pengalaman ragawi.
Perlu
pemahaman yang tepat, bahwa Revolusi Jiwa tidak berdiri sendiri. Revolusi jiwa
terhubung dengan kebudayaan, struktur sosial, dan pelaku itu sendiri. Sehingga,
terdapat hubungan integral antara “jiwa pelaku” dan "struktur sosial” yang
terjembatani melalui pemahaman kebudayaan sebagai pola berfikir, cara merasa,
dan berperilaku yang terungkap dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Kata
jiwa berasal dari bahasa arab (النفس)
atau nafs’ yang secara harfiah bisa diterjemahkan sebagai diri
atau secara lebih sederhana bisa diterjemahkan dengan jiwa. Jiwa adalah
substansi ruhani yang memancar kepada raga dan menghidupkannya lalu
menjadikannya alat untuk mendapatkan pengetahuan dan ilmu, sehingga dengan
keduanya ia bisa menyempurnakan dirinya dan mengenal Tuhannya.
Banyak
pernyataan yang mengindikasikan bahwa anak Adam memiliki tiga jiwa, yaitu: nafs muthmainnah, nafs lawwamah,
nafs ammarah (jiwa yang
tenang, jiwa yang menyesali diri sendiri, jiwa yang selalu menyuruh pada
kejahatan). Di antara manusia ada yang didominasi salah satu dari tiga jiwa
ini, sebagian yang lain ada yang didominasi jiwa yang lainnya.
Pertama, jiwa yang tenang
(nafs al-muthmainnah) adalah
jiwa yang sempurna yang tersinari oleh cahaya hati sehingga ia tersterilkan
dari karakter-karakternya yang buruk, berakhlak dengan akhlak terpuji,
menghadap ke arah hati total, melangkah terus menuju ke arah yang benar,
menjauh dari posisi yang kotor, terus menerus melakukan ketaatan,
berjalan menuju tempat yang luhur. Kedua, jiwa
yang sadar (nafs al-lawwamah) adalah jiwa yang tersinari oleh cahaya
hati, sesuai dengan kadarnya sadarnya ia dari kelalaian-lalu ia sadar. Dia
memulai dengan memperbaiki kondisinya dalam keadaan ragu diantara posisi
ketuhanan dan posisi makhluknya. Jiwa ini berada di sanubari. Ia ibarat
pertahanan yang menghalau setiap dosa yang menyerang dan memperkukuh kekuatan
kebaikan. Jika seseorang melakukan sebagian dosa, maka kekuatan spiritual atau
sanubari (nafs al-lawwamah) segera memperingatkannya, mencela dirinya
sendiri, lalu bertobat dan kembali kepada Allah memohon keampunan dariNya. Ketiga, jiwa amarah (nafs al-amarah bi
su’) adalah jiwa yang cenderung kepada tabiat fisik (thabi’ah badaniyyah)
dan memaksa hati untuk menuju posisi kerendahan. Jiwa amarah merupakan tempat
keburukan dan sumber akhlak tercela dan perbuatan-perbuatan buruk.
Jika
jiwa-jiwa yang sesuai dengan harapan seperti diutarakan di atas, maka akan
terwujudlah mental-mental generasi muda yang terdidik dan melahirkan manusia
yang baik jiwanya. Memiliki hati nurani yang baik sehingga memiliki niat yang baik
yang pada akhirnya akan menghasilkan keputusan yang baik dalam berbuat dan
mengambil keputusan. Karena kebaikan ini sudah tertanam dalam hati maka akan
tindakan-tindakan terpuji akan yang lahir secara spontanitas dan bukan
kemunafikan atau tujuan tertentu. Mental yang terdidik melalui pendidikan jiwa
akan menyebarkan kebaikan kepada seluruh isi alam ini. Dengan membina hubungan
yang baik dengan Allah sebagai sang Khalik, kepada sesama manusia dan kepada
lingkungan. Maka akan terwujud jugalah tujuan pendidikan Islam yaitu untuk
menjadikan manusia sebagai hamba dan sebagai khalifah. Inilah yang dimaksud
dengan melalui pendidikan jiwa
akan mengantarkan kepada pemahaman esensi kehidupan.
E. PERAN
KADER PKK DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN
PROGRAM PEMERINTAH
PKK
merupakan mitra pemerintah. Oleh karena itu PKK harus berperan dan mendukung
segala program pemerintah. PKK sebagai wadah kegiatan wanita mempunyai peranan
dalam membantu program pemerintah melalui gerakannya yang bertujuan mewujudkan
keluarga sehat, sejahtera, maju dan mandiri.
PKK
mempunyai peran yang sangat strategis dalam memberdayakan keluarga terutama
perempuan sebagai motor penggeraknya. Para kader PKK menjadi ujung tombak untuk
mensukseskan terwujudnya program pemerintah dengan tiga pilar yaitu pendidikan,
kesehatan dan perekonomian yang semuanya tercantum dalam 10 program PKK. (Terlampir)
Kepedulian
kita terhadap kehidupan keluarga maupun lingkungan sekitar, sangatlah
dibutuhkan masyarakat. hal ini guna membangun dan menciptakan suatu generasi
masyarakat yang memiliki nilai dan karakter lebih baik di masa yang kan datang. PKK mitra pemerintah dalam menjalankan
program pembangunan, melalui gerakan PKK yang mencakup seluruh kehidupan dasar
keluarga diharapkan mampu menciptakan kehidupan keluarga yang lebih maju dan
harmonis.
F.
REVOLUSI MENTAL MELALUI KELUARGA
Kalau bisa disepakati bahwa
Indonesia perlu melakukan revolusi mental, pertanyaannya adalah dari mana kita
harus memulainya. Jawabannya dari masing-masing kita sendiri, dimulai dengan
lingkungan keluarga, tempat tinggal serta lingkungan kerja yang kemudian meluas
menjadi lingkungan kota dan lingkungan negara.
Gerakan revolusi mental ini harus
dilakukan secara terpadu, menyeluruh, dengan memperkuat koordinasi antara
pemerintah pusat dan daerah serta melibatkan masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya. Pemerintah pusat harus terus berkoordinasi dan bersinergi
dengan pemerintah daerah dalam menangani program pembangunan keluarga secara
operasional, yang program utamanya adalah memperkuat implementasi pemberdayaan
delapan fungsi keluarga.
Gagasan Revolusi Mental pernah
disampaikan Presiden Sukarno dan digaungkan kembali oleh Presiden RI Joko
Widodo pada pidato kenegaraan tanggal 14 Agustus 2014 dan telah dimasukan dalam
RPJMN 2015-2019. Oleh karena itu kita harus bersama-sama mengimplementasikan
gerakan ini supaya Indonesia Baru yang kita impikan dapat terwujud. Presiden
Joko Widodo merasa perlu menggaungkan kembali tentang gagasan revolusi mental
ini karena pada saat ini sebagai bangsa kita sudah mulai kehilangan nilai-nilai
integritas. Kita juga tertinggal dari negara lain karena kehilangan etos kerja
keras, daya saing, kreatifitas dan mulai lunturnya karakter bangsa yang
mempunyai semangat gotong royong.
Keluarga memegang peran sangat penting dalam membangun
perubahan mental yang dibutuhkan oleh Indonesia melalui 8 (delapan) fungsinya
yang dimilikinya yaitu fungsi agama, pendidikan, cinta kasih, perlindungan,
reproduksi, sosial dan budaya, ekonomi, dan lingkungan. Terjadinya penurunan
fungsi dan peran keluarga saat ini membuat kita harus bertekad melakukan
revitalisasi fungsi-fungsi keluarga yang sekaligus sebagai upaya implementasi
gerakan revolusi mental.
Mengingat pentingnya revolusi mental ini, maka perlu dibuat
program-program pendukung agar tidak menjadi sebatas wacana belaka. Salah
satunya adalah melalui penanaman semangat revolusi mental di dalam keluarga,
sebagai lingkaran terkecil masyarakat. Dalam lingkup keluarga, revolusi mental dimulai dari diri
sendiri dan seluruh anggota keluarga, utamanya orang tua yakni ayah dan ibu.
Orang tua dapat menularkan kepada anggota keluarga terutama anak-anaknya dengan
cara memberikan nasehat serta suri tauladan yang baik, demi terwujudnya
keluarga yang memiliki karakter dan berkepribadian yang luhur.
TERIMAKASIH
No comments:
Post a Comment