Muhammad Syarif
NEGARA Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) adalah salah satu negara yang berada di kawasan Asia Tenggara,
yang memiliki masyarakat yang penuh dengan sikap keberagamaan, toleransi dan
saling tolong menolong.
Kerukunan
merupakan salah satu aspek yang mencirikan karakter bangsa Indonesia. Oleh
karena itu, kerukunan yang menjadi bagian karakter bangsa harus diwujudkan
serta diberlakukan dengan pemahaman serta penyikapan yang benar agar setiap
masyarakat dapat bersatu, saling menghargai, dan bertoleransi untuk mewujudkan
bangsa Indonesia yang maju dalam segala bidang.
Kesadaran satu kesatuan kebangsaan Indonesia berawal dari kebersamaan senasib dan
sepenaggungan sebagai bangsa yang terjajah. Penderitaan ini mendorong rakyat
diberbagai daerah untuk melakukan perlawanan terhadap penjajahan. Perjuangan
memperjuangkan kemerdekaan tidak hanya untuk daerah masing-masing, namun untuk
kepentingan seluruh daerah dan rakyat Indonesia.
Bhineka
Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai dasar mewujudkan
persatuan dan kesatuan dengan cara saling menghargai antara masyarakat yang
satu dengan yang lainnya tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan. Jika
tanpa kesadaran sikap untuk menjaga Bhineka Tunggal Ika maka pastinya akan
terjadi kekacauan didalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena semua orang
hanya mementingkan diri sendiri, atau daerahnya sendiri tanpa memperdulikan
kepentingan bersama. Bila hal tersebut terjadi maka akan berpotensi memecah
belah negara ini.
Nusantara sebelum kemerdekaan
NKRI sejatinya sudah berabad-abad hidup dalam kebersamaan dengan keberagaman
dan perbedaan. Perbedaan warna kulit, bahasa, adat istiadat, agama dan berbagai
perbedaan lainnya. Sejarah mencatat bahwa seluruh anak bangsa yang berasal dari
berbagai macam perbedaan terlibat dalam meneperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Semua ikut berjuang dengam mengambil peran masing-masing. Ke-bhineka-an adalah
realitas sosial sedangkan ke-tunggal-ika-an adalah sebuah cita-cita kebangsaan.
Selain itu, Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia dirumuskan
dalam semangat kebersamaan. Salah satunya terwujud dalam sikap menghargai
perbedaan. Perbedaan pendapat tidak menjadi hambatan untuk menghasilkan sesuatu
yang lebih baik. Hal itu merupakan sikap yang harus ditiru. Sikap para tokoh
telah mencerminkan semangat kebersamaan dan jiwa ksatria. Mereka bersedia
menerima perbedaaan ketika merumuskan dasar Negara berlangsung.
Kekuatan
Pancasila telah terbukti selama berdirinya negara Indonesia. Pancasila mampu
menyatukan seluruh bangsa Indonesia. Pancasila juga mampu bertahan menghadapi
rongrongan pemberontak. Oleh karena itu, Bangsa Indonesia harus bangga memiliki
dasar negara yang kuat sehingga harus mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satunya dengan menghargai perbedaan karena Negara Indonesia
terdiri dari beragam suku bangsa dan budaya. Perbedaan suku bangsa dan budaya
bukan menjadi penghalang untuk bersatu. Tetapi, justru perbedaan itu menjadikan
persatuan negara makin kuat.
Salah satu
penyebab terancamnya persatuan adalah dengan adanya berbagai ketidak jelasan
yang dilemparkan secara rutin ke alam pikiran rakyat yang setiap orang
dengan caranya masing-masing memahami syubhat tersebut, satu kelompok berada
pada satu arah dan kelompok lain pada arah yang lain, percekcokan dan
pertentangan yang tidak semestinya terjadi menjadi terjadi, dan yang pasti para
musuh dalam semua masalah ini mengambil keuntungan dan kemungkinan besar
mereka telah bergandeng-tangan dalam masalah ini baik secara sebahagian dari
masalahnya atau keseluruhannya, mereka menyengaja
berurusan mencampurinya, hal ini tentu tidak dapat diabaikan.
Islam dan Cita-cita Kebersamaan
Berbangsa
Agama
Islam merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam kebersamaan
berbangsa, sebab Islam adalah agama mayoritas penduduk yang peluk oleh
masyarakat Indonesia. Selain
itu,
Islam tersebar dari Sabang
sampai Merauke. Islam adalah agama yang dianut oleh
hampir seluruh (tentunya dengan jumlah yang berbeda-beda) suku yang ada di
NKRI. Bukan sampai disitu saja, bahkan Indonesia adalah negara dengan ummat
Islam terbesar di dunia.
Persatuan dan kebersamaan dalam Islam merupakan unsur penting
dan syarat utama kesuksesan kaum muslimin dalam segala bidang. Persatuan umat
berarti sehati dan bersatu dalam perkara-perkara asasi, tidak adanya pemecah-belah dan kemunafikan dalam diri mereka.
Keamanan Negara terletak dalam
genggaman tangan dan langkah kebersamaan antara mereka.
Persatuan bangsa
tidak berarti seluruh rakyat mempunyai satu pikiran saja, semua rakyat tidak harus mempunyai kegemaran
berpolitik dengan satu cara saja, persatuan bangsa tidak berarti semua rakyat
menghendaki satu hal, satu pribadi, satu kelompok atau satu partai saja tetapi
arti persatuan bangsa adalah ketiadaan perpecahan, kemunafikan, pertikaian dan
sengketa antara satu sama lain. Sekalipun dua kelompok dari segi
kepercayaan agama mempunyai perbedaan, mereka bisa memiliki persatuan, saling
kerja sama dan meninggalkan pertengkaran.
Persatuan
merupakan sendi kekuatan yang paling ampuh dalam kehidupan berbangsa. Untuk
memperkuat Islam, persatuan
harus digalang melalui jalur intern terlebih dahulu. Sedangkan
sebagai warga negara harus menggalang persatuan untuk memperkuat bangsa dan
negara. Apabila
persatuan benar-benar terwujud, maka upaya menciptakan pengembangan dalam
bidang ekonomi, pendidikan, sosial, ketahanan dan bidang lainnya akan mudah
direalisasikan.
Islam merupakan agama yang mengedepankan orientasi hidup
moderat, penuh toleransi, keseimbangan, dan kelapangan dada. Orientasi hidup ini membawa umat Islam untuk teguh
dalam prinsip, tapi terbuka terhadap kebenaran dan kebaikan yang datang dari
luar diri. Prinsip toleransi ini merupakan watak Islam yang perlu dikedepankan
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. Apalagi
Indonesia ditakdirkan Allah Swt berada dalam latar dan suasana kemajemukan,
baik atas dasar agama, suku, bahasa dan budaya, maupun paham keagamaan dan
organisasi kemasyarakatan. Maka seluruh rakyat Indonesia tentunya perlu
mengembangkan persaudaraan ke Islaman (ukhuwah
Islamiyah) dan merajut dan kembangkan persaudaraan kebangsaan terhadap
sesama bangsa.
Koentjaraningrat menjelaskan bahwa umat Islam meski mayoritas
dan kuat keyakinan keagamaaanya, sungguh mencitai dan menjadi tonggak penyangga
keindonesiaan yang setia. Umat Islam juga
sangat toleran dan menjunjung tinggi kebhinekaan. Keislamannya tidak opisisi
dengan keindonesiaan dan kemajemukan bangsa, bahkan menjadi perekat utama.
Islam menjadi kekuatan integrasi nasional. Maka dalam keindonesiaan, termasuk di
dalamnya kebhinekaan, sesungguhnya ada nilai-nilai utama yang mesti dijadikan
pedoman dan ditegakkan oleh seluruh komponen bangsa.
Islam yang
selama ini terbangun di Indonesia sudah mengarah atau bahkan sudah menunjukkan
sebagai Islam kebersamaan dalam kebangsaan. Hal ini dibuktikan dengan mampunya
umat Islam Indoneia hidup berdampingan serta harmonis dengan agama-agama
lainnya, seperti Kristen, Hindu, Budha dan lain sebagainya. Bahkan Presiden Jokowi
mengatakan bahwa sudah saatnya Indonesia menjadi sumber pemikiran Islam dan
pembelajaran Islam dunia. Negara-negara
lain harus juga melihat dan belajar tentang wacana Islam dari Indonesia. Islam
di Indonesia, menurut Presiden, sudah seperti resep obat yang paten yaitu Islam wasathiyyah atau
Islam moderat.
Harapan
atau cica-cita tersebut tentunya sangat berasalan,
mengingat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim,
secara budaya dan agama, Islam dapat tampil memberikan model masyarakat yang
bisa mempertemukan nilai-nilai keislaman dengan pluralitas budaya lokal dan
sekaligus aspirasi kemodernan dalam sebuah rumah besar bernama Indonesia. Hal
itu mensyaratkan pandangan keagamaan yang lebih menekankan aspek substansial
yang universal dari pada simbolik dan tumbuhnya sikap saling menghargai serta
kearifan di kalangan masyarakat. Dalam kerangka itulah, penulis memandang dan
menyikapi pluralitas kebudayaan hingga pada akhirnya dapat memperkaya
kebudayaan nasional menjadi satu sistem yang indah, efektif, dan saling
bersinergi. Perbedaan sebagai
karunia Tuhan, baik itu terkait dengan ras, budaya maupun profesi, seharusnya
dilihat sebagai suatu kekayaan yang patut dikelola dengan penuh rasa
kebersamaan bagi bangsa yang bermartabat.
Cita-cita tersebut diharapkan bermuara pada terjaminnya
manusia dalam memenuhi lima kebutuhan primer hidupnya, yakni perlindungan atas
agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Itulah masyarakat Indonesia yang
relijius, masyarakat madani, yang seluruh komponennya bekerja sama dalam
kebaikan, tolong-menolong dalam mensejahterakan dan meningkatkan keimanan.
Masyarakat yang adil, sejahtera dan bermartabat, saling melindungi, mewujudkan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut menjaga ketertiban dunia. Suatu
masyarakat dan bangsa yang dapat berdampingan sejajar dengan bangsa-bangsa lain
di dunia, masyarakat yang bertakwaan kepada Allah Swt. Indonesia yang
dicita-citakan adalah masyarakat yang hidup penuh dengan kasih-sayang, yang
muda menghormati yang tua, yang tua menghargai yang muda, laki-laki bahu
membahu dengan perempuan, dalam pluralitas kebudayaan dan keagamaan.
Tertanamnya kebersamaan yang kokoh, tentunya dapat memaknai sebuah cita-cita dan
harapan kesejahteraan dan kedamian bagi bangsa Indonesia. Mengantarkan
cita-cita itu bukan dengan besarnya jumlah penduduk dan kekayaan yang
terkandung dalam Indonesia,
namun akan sanggup menempuhnya dengan kecerdasan warga bangsa yang terlatih
serta teruji, juga karena kecintaan mereka terhadap Indonesia yang mendalam
semua tertanam di dalam setiap warga bangsa sebagai sikap dan perbuatan. Ide
besar ini mesti dipahami secara real, dimengerti secara bersama dan
dilaksanakan secara bersama pula. Tidak ada satu kekuatan apapun yang dapat
menghalangi cita-cita ini jika sikap dan jiwa kebersamaan dalam membangun
bangsa telah menghujam sebagai darah daging bangsa Indonesia.
Penulis: Muhamamad Syarif, S.Pd.I., MA
Ketua Prodi
Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) Fakultas Tarbiyah
Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
No comments:
Post a Comment