Oleh: Muhammad Syarif, S.Pd.I., MA
Dosen
Fakultas Tarbiyah Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Email:
muhammadsyarif290785@gmail.com
A.
Latar Belakang
Perkembangan umat Islam pada periode
awal tidak lepas dari masjid. Masjid adalah suatu tempat (bangunan) yang fungsi
utamanya sebagai tempat shalat bersujud menyembah Allah Swt. Di samping sebagai
tempat beribadah umat Islam dalam arti khusus (mahdhah), masjid juga merupakan tempat beribadah secara luas (ghairu mahdhah) selama dilakukan dalam
batas-batas syari'ah. Masjid yang besar, indah dan bersih adalah dambaan kita,
namun semua itu belum cukup apabila tidak ditunjang dengan kegiatan-kegiatan
memakmurkan masjid.[1]
Masjid menjadi pilar spiritual yang
menyangga kehidupan duniawi umat. Masjid mencerminkan seluruh aktivitas umat,
masjid menjadi pengukur dan indikator dari kesejahteraan umat baik lahir maupun
batin. Oleh sebab itu, jika tidak ada masjid di wilayah yang berpenduduk agama
Islam atau ada masjid di tengah penduduk Islam, tetapi tidak digunakan sebagai
pusat kehidupan umat, ini akan menjadi isyarat negatif timbulnya dis-orientasi
kehidupan umat. Dalam dua situasi ini, umat akan mengalami kebingungan dan
menderita berbagai penyakit mental maupun fisik serta tidak dapat menikmati
distribusi aliran ridha dan energi dari Allah Swt.[2]
Masjid merupakan
wadah yang paling strategis dalam membina dan menggerakkan potensi umat Islam
untuk mewujudkan Sumbar Daya Manusia (SDM) yang tangguh dan berkualitas.
Sebagai pusat pembinaan umat, eksistensi masjid kini dihadapkan pada berbagai
perubahan dan tantangan yang terus bergulir di lingkungan masyarakat. Isu
globalisasi dan informasi merupakan fenomena yang tidak dapat diabaikan begitu
saja, semakin dominannya sektor informasi dalam kehidupan masyarakat, tentu
akan memberikan banyak implikasi, termasuk peluang dan tantangan kepada umat
Islam dalam bersosialisasi dan beraktualisasi di masyarakat luas. Sejalan
dengan itu, peran sentral masjid semakin dituntut agar mampu menampung dan
mengikuti segala perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Disisi lain, untuk
mewujudkan peran masjid sebagai sentral kegiatan, keberadaan masjid perlu
diimbangi dengan kualitas perencanaan fisik dan menejerial yang professional.
Masjid sebagai pranata sosial Islam
sekaligus media rahmatan lil ‘alamin
hanya bisa terwujud jika masjid menjalankan peran dan fungsinya. Namun,
seringkali peran masjid tidak berjalan baik karena pengelolaannya yang kurang
tepat. Untuk itu, fungsi dan peran masjid sebagai lembaga sosial sesuai dengan
tuntunan ajaran agama dalam dimensi kekinian harus di revitalisasikan.
Fenomena masjid yang terjadi saat
ini, fungsi dan peranannya tidak lagi terarah sesuai dengan harapan. Masjid
tetap sebagai tempat penyelenggaraan ibadah, artinya berfungsi sebagai pusat
pembinaan mental spiritual, akan tetapi penyelenggaraan ibadah semakin menyempit.
Padahal, masjid memiliki peran strategis sebagai pusat pembinaan dalam upaya
melindungi, memberdayakan, dan mempersatukan umat untuk mewujudkan umat yang
berkualitas, moderat dan toleran.
Ketika harus melihat eksistensi
masjid di era sekarang dalam pengertian fisik, masjid masih memiliki pengertian
yang sangat sempit, hanya sebagai tempat aktifitas shalat yang fungsinya masih
kalah jauh dibanding ruang publik lain yang bersifat umum. Selain itu,
pembangunan masjid yang semakin marak tidak diikuti oleh mutu pemberdayaan,
sehingga masjid terkesan tidak dapat memberikan manfaat sosial bagi masyarakat.
Fenomena ini terjadi pada sejumlah
masjid di Aceh, yang mana masjid tidak lagi dirasakan kehadirannya oleh
masyarakat, hal ini dikarenakan penyempitan fungsi dan peran masjid yang
terjadi di era modern. Bahkan masjid tidak lagi difungsikan sebagai lembaga
sosial yang bertujuan mempererat silaturahmi dengan menyalurkan zakat oleh
masjid. Peran dakwah, politik, ekonomi, sosial dan kesehatan yang sudah mulai
menghilang dari masjid perlu untuk di revitalisasikan di era modern.
Menghilangnya peran dan fungsi tersebut disebabkan minimnya pengetahuan sumber
daya manusia (ta’mir) masjid tentang
peran dan fungsi masjid serta dana masjid yang tidak mencukupi untuk pengadaan
aktifitas-aktifitas sosial masjid.
Berangkat dari konsep normativitas
masjid dan historisitas faktual yang dilaksanakan Nabi Muhammad Saw pada masa
hidupnya, menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Nabi Muhammad Saw terhadap
masjid, ternyata tidak sebatas pada pemaknaan sajada yang formal dan sederhana sebagaimana yang lazim dipahami
dan diapresiasi oleh masyarakat muslim saat ini, yakni sebagai tempat shalat
dan melaksanakan aktivitas-aktivitas rutin untuk menumbuhkembangkan keshalehan
individual. Tetapi lebih dari itu, masjid dijadikan oleh Nabi Muhammad Saw
sebagai lembaga penumbuhkembangan keshalehan sosial dalam rangka menciptakan
masyarakat religion-politik menurut tuntunan ajaran Islam. Pada masa itu,
masjid sepenuhnya berperan sebagai lembaga rekayasa sosial yang sesuai dengan
tuntunan ajaran agama Islam.[3]
Jika masjid memainkan
peranan-peranannya, maka dimungkinkan untuk menjalin kerjasama dengan
lembaga-lembaga lain, yang pada akhirnya akan mewarnai kehidupan masyarakat,
dengan corak warna Islami. Sudah selayaknya lembaga-lembaga ini saling
bekerjasama dengan masjid di bidang penyuluhan dan pembudayaan. Sesungguhnya
peran masjid dalam realitasnya, merupakan bagian integratif bersama peran
lembaga-lembaga lainnya di dalam masyarakat. Dari masjidlah, lembaga-lembaga
ini menjalankan kegiatankegiatannya yang mengurai berbagai benang merah, serta
berpartisipasi dalam merajut kehidupan masyarakat.[4]
Untuk mencapai hasil yang optimal
perlu didukung dengan sistem, aktivitas dan lembaga pemberdayaan masjid. Gerakan
ini diharapkan dapat berlangsung secara massal dan melibatkan banyak komponen
umat, baik Pengurus Masjid, Ulama, Umara, Ustadz, Mubaligh, Intelektual,
Aktivis organisasi Islam, Pemerintah, Politisi muslim maupun kaum muslimin pada
umumnya.
B.
Pengertian dan Fungsi Masjid
1.
Pengertian
Masjid berasal dari bahasa Arab “sajada” yang berarti tempat bersujud
atau tempat menyembah Allah swt. Selain itu, masjid juga merupakan tempat orang
berkumpul dan melaksanakan shalat secara berjama’ah dengan tujuan meningkatkan
solidaritas dan silaturrahmi dikalangan kaum muslimin, dan dimasjid pulalah
tempat terbaik untuk melangsungkan shalat jum’at.[5]
Abu Bakar mendifinisikan bahwa masjid adalah tempat memotifasi dan
membangkitkan kekuasaan ruhaniyah dan keimanan seorang muslim.[6]
Dari pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa masjid merupakan tempat untuk melaksanakan segala bentuk
ibadah kepada Allah swt (hablum minallah)
dan aktifitas sosial lainnya (hablum
minannas).
2.
Fungsi
Masjid
a.
Fungsi
Masjid Pada Masa Nabi Muhammad Saw
Masjid di masa
Rasulullah saw bukan hanya sebagai tempat penyaluran emosi religius semata ia
telah dijadikan pusat aktivitas umat. Hal-hal yg dapat direkam sejarah tentang
fungsi masjid di antaranya.
1)
Tempat
latihan perang. Rasulullah Saw mengizinkan ‘Aisyah menyaksikan dari belakang
beliau orang-orang Habasyah berlatih menggunakan tombak mereka di Masjid
Rasulullah pada hari raya.
2)
Balai
pengobatan tentara muslim yang terluka.[7] Sa’d bin Mu’adz terluka ketika perang
Khandaq maka Rasulullah mendirikan kemah di masjid.
3)
Tempat
tinggal sahabat yang dirawat.
4)
Tempat
menerima tamu. Ketika utusan kaum Tsaqif datang kepada Nabi saw beliau menyuruh
sahabatnya untuk membuat kemah sebagai tempat perjamuan mereka.
5)
Tempat
penahanan tawanan perang.[8] Tsumamah bin Utsalah seorang tawanan
perang dari Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum perkaranya
diputuskan.
6)
Pengadilan.
Rasulullah menggunakan masjid sebagai tempat penyelesaian perselisihan di
antara para sahabatnya.
7)
Selain
hal-hal di atas masjid juga merupakan tempat bernaungnya orang asing musafir
dan tunawisma. Di masjid mereka mendapatkan makan minum pakaian dan kebutuhan
lainnya. Di masjid Rasulullah menyediakan pekerjaan bagi penganggur mengajari
yang tidak tahu, menolong orang miskin, mengajari tentang kesehatan dan
kemasyarakatan, menginformasikan perkara yang dibutuhkan umat, menerima utusan
suku-suku dan negara-negara menyiapkan tentara dan mengutus para da’i ke
pelosok-pelosok negeri.
8)
Masjid
Rasulullah Saw adalah masjid yang berasaskan taqwa. Maka jadilah masjid
tersebut sebuah tempat menimba ilmu menyucikan jiwa dan raga. Menjadi tempat
yang memberikan arti tujuan hidup dan cara-cara meraihnya. Menjadi tempat yang
mendahulukan praktek kerja nyata sebelum teori. Sebuah masjid yang telah
mengangkat esensi kemanusiaan manusia sebagai hamba terbaik di muka bumi.
Ada hal yang lebih
strategis lagi, yaitu pada zaman Rasul, masjid adalah pusat pengembangan
masyarakat di mana setiap hari masyarakat berjumpa dan mendengar arahan-arahan
dari Rasul tentang berbagai hal, prinsip- prinsip keberagamaan, tentang sistem
masyarakat baru, juga ayat-ayat al-Qur'an yang baru turun. Di dalam masjid pula
terjadi interaksi antar pemikiran dan antar karakter manusia. Azan yang
dikumandangkan lima kali sehari sangat efektif mempertemukan masyarakat dalam
membangun kebersamaan.
Bersamaan dengan
perkembangan zaman, terjadi ekses-ekses di mana bisnis dan urusan duniawi lebih
dominan dalam pikiran dibanding ibadah meski di dalam masjid, dan hal ini
memberikan inspirasi kepada Umar bin Khattab untuk membangun fasilitas di dekat
masjid, di mana masjid lebih diutamakan untuk hal-hal yang jelas makna
ukhrawinya, sementara untuk berbicara tentang hal-hal yang lebih berdimensi
duniawi, Umar membuat ruang khusus di samping masjid. Itulah asal usulnya
sehinga pada masa sejarah Islam klassik (hingga sekarang), pasar dan sekolahan
selalu berada di dekat masjid.
b.
Fungsi Masjid di Masa Kini
Masjid dimasa kini
memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam kehidupan umat Islam, beberapa di
antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai
tempat beribadah, Sesuai dengan namanya masjid adalah
tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat.
Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut
segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridha Allah, maka
fungsi masjid disamping sebagai tempat shalat juga sebagai tempat beribadah
secara luas sesuai dengan ajaran Islam.
2.
Sebagai
tempat menuntut ilmu,[9] Masjid berfungsi sebagai tempat
untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ain bagi umat Islam. Disamping
itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan
lain sebagainya dapat diajarkan di masjid.
3.
Sebagai
tempat pembinaan jamaah, Dengan
adanya umat Islam di sekitarnya, masjid berperan dalam mengkoordinir mereka
guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang
terkoordinir secara rapi dalam organisasi Ta’mir
Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan dawah islamiyahnya.
Sehingga masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.[10]
4.
Sebagai
pusat dakwah dan kebudayaan Islam, Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang
selalu berdenyut untuk menyebarluaskan dakwah Islamiyah dan budaya Islami. Di masjid
pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan dakwah
dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu masjid,
berperan sebagai sentra aktivitas dakwah dan kebudayaan.
5.
Sebagai
pusat kaderisasi umat, Sebagai tempat pembinaan jama’ah dan
kepemimpinan umat, masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam
secara istiqamah dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu
pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di masjid sejak mereka masih
kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA),
Remaja Masjid maupun Ta’mir Masjid beserta sejumlah kegiatannya.
6.
Sebagai
basis Kebangkitan Umat Islam.
Umat Islam yang sekian lama tertidur dan tertinggal dalam percaturan peradaban
dunia berusaha untuk bangkit dengan berlandaskan nilai-nilai agamanya. Islam
dikaji dan ditelaah dari berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi,
politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk
diaplikasikan dan dikembangkan dalam kehidupan riil umat. Menafasi kehidupan
dunia ini dengan nilai-nilai Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek
kehidupan secara arif bijaksana digulirkan.
7.
Umat
Islam berusaha untuk bangkit.
Kebangkitan ini memerlukan peran masjid sebagai basis perjuangan. Kebangkitan
berawal dari masjid menuju masyarakat secara luas.
C.
Dinamika
Masjid
Keadaan
masjid mencerminkan keadaan umat Islam.
Makmur atau sepinya masjid sangat bergantung pada mereka. Apabila mereka rajin
beribadah ke masjid maka makmurlah tempat ibadah itu. Tapi apabila mereka
enggan dan malas maka sepilah tempat ibadah itu. Dinamika sebuah masjid amat
ditentukan oleh faktor objektif umat Islam
disekitarnya. Umat yang dinamis akan menjadikan masjidnya dinamis. Berbagai
aktivitas dan kreativitas tentu akan berlangsung di masjid. Sepeti:
1.
Suara azan, suara azan yang berkumandang dari masjid
setiap waktu shalat akan menggerakkan orang-orang beriman untuk menangguhkan
segala kesibukan mereka dan bergegas mendatangi masjid guna melaksanakan
kewajiban shalat fardhu. Alunan suara azan menunjukan bahwa adanya dinamika
pada tempat ibadah itu. Dari sebuah masjid yang tidak memperdengarkan suara
azan sudah dipastikan bahwa ditempat ibadah itu tidak ada dinamika.
2.
Shalat berjamaah, banyaknya jama’ah di dalam
masjid untuk melaksanakan ibadah menunjukkan masjid itu ramai dan makmur. Tanpa
adanya kegiatan shalat berjama’ah
shaf-shaf masjid menjadi
sepi, bahkan akan
merubah fungsinya sebagai tempat tempat ibadah. Karena, shalat berjamaah ini
harus di jaga dan
ditegakkan di setiap masjid oleh setiap orang muslim disekitarnya.
3.
Suara ayat-ayat suci, suara ayat-ayat suci al-Qur’an yang
senantiasa terdengar di masjid merupakan salah satu ciri dinamika masjid.
D.
Problematika
Masjid dan Upaya Mengatasinya
1.
Problematika
Masjid tidak luput dari berbagai problematika, baik menyangkut pengurus,
kegiaatan, maupun yang berkenaan dengan jamaah. Jika problematika ini
berlarut-larut maka bisa menghambat kemajuan dan kemakmuran masjid tersebut.
Fungsi masjid menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga masjid
tidak berbeda dengan bangunan biasa.
Di antara problemnya adalah sebagai berikut:
1)
Pengurus tertutup, pengurus masjid dipilih oleh jamaah
secara demokratis, pengurus dengan corak kepemimpinannya yang tertutup biasanya
tidak peduli terhadap aspirasi jamaahnya. Mereka menganggap diri lebih tahu dan
bersikap masa bodoh atas usul dan pendapat. Apabila pengurus berwatak seperti
ini cukup riskan mengharapkan masjid yang maju dan makmur sesuai dengan
fungsinya.[11]
2)
Jamaah pasif, juga salah satu penghamat kemajuan dan
kemakmuran masjid. Pembanguna masjid akan sangat tersendat apabila jamaah
enggan turun tangan, berkeberatan mengeluarkan sebagian rezekinya untuk
sumbangan masjid. Tanpa dukungan aktif dari jamaah disekitar, tentu saja
berlebihan mendambakan hasil yang berarti dari masjid.
3)
Kegiatan kurang, memfungsikan masjid semata-mata sebagai
tempat ibadah shalat jum’at otomatis menisbikan inisiatif untuk menggelorakan
kegiatan kegiatan lainnya. Masjid hanya ramai sekali seminggu, maka dengan
keadaan seperti ini maka masjid akan sangat jauh dari yang namanya kemakmuran.
4)
Tempat wudhu yang kotor, akan membuat citra masjid akan
menjadi negatif bagi masyarakat disekitar.
2.
Mengatasi Problematika masjid
Untuk
mengembalikan dan menunaikan risalah masjid seperti dahulu-kala memang tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Modal utamanya adalah niat yang ikhlas
karena Allah kesungguhan dalam bekerja kemauan dalam berusaha serta mau
menghadapi tantangan dan ganjalan yang datang dari dalam maupun dari luar.
Secara umum Allah telah memberikan beberapa kriteria yang amat mendasar yang
harus dimiliki para pemakmur masjid demi tercapainya risalah masjid, yaitu:
Artinya: “Sesungguhnya
yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang
yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS Attaubah ayat 18).
Merupakan
satu langkah mundur jika kepengurusan masjid diserahkan kepada orang-orang yang
tidak tergolong dalam ayat di atas. Karena itu menggali dan mengkaji kembali
perjalanan sejarah masjid-masjid pada masa Rasulullah dan generasi pertama umat
Islam adalah jalan terbaik untuk merevitalisasi fungsi masjid. Selanjutnya
tidak memilih para pengurus masjid kecuali orang yang dikenal karena ketaqwaan
dan pengabdiannya kepada Islam.
Setiap problematika
yang mucul perlu diatasi sesuai dengan keadaan dan kemampuan pengurus dan
jemaah masjid. Tentu saja tidak semuanya dapat diatasi, tetapi niscaya ada yang
dapat diatasi dengan baik dengan mendahulukan yang lebih patut. Problematika
yang muncul tidak boleh dibiarkan berlarut sehingga menimbulkan keadaannya
semakin parah dan berat. Diantara cara mengatasi problematika yang dihadapi
masjid adalah sebagai berikut:
1)
Musyawarah, pengurus masjis perlu melakukan musyawarah.
Melalui musyawarah ini diharapkan berbagai maslah dapat di pecahkan dengan
baik.
2)
Keterbukaan, menerapkan keterbukaan dalam mengelola
masjid sama pentingnya dengan musyawarah. Dengan keterbukaan akan menumbuhkan
kepercayaan jamaah terhadap pengurus, melainkan juga akan mendorong
terlaksananya kegiatan dengan baik dan hubungan kerja sama yang elok antara
pengurus dan jamaah, baik dalam melaksanakan berbagai kegiatan maupun dalam
mengatasi berbagai problematika masjid.
3)
Kerja sama, hubungan kerja sama antara pengurus dengan
jamaah sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai problematika masjid. Tanpa
kerja sama, masalah tetap tinggal masalah. Syarat untuk memelihara keterbukaan
adalah suasana demokratis dan musyawarah.
3.
Memelihara Citra Masjid
Sebagai baitullah, masjid merupakan tempat suci umat Islam. Di tempat
inilah umat Islam
beribadah, mengjadap wajah kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, pemeliharaan
dan pelestrian citra masjid terpikul sepenuhnya di pundak umat Islam.
Baik sebagai pribadi maupun komunitas. Umat Islam harus
menjaga citra masjid agar tidak buruk dan rusak dalam pandangan dan gangguan
pihak luar. Memelihara citra masjid tidak hanya dari segi bangunannya saja akan tetapi
juga menyangkut gairah kegiatannya. Dalam konteks ini, faktor penentunya tidak lain dari
sumber daya manusia, yakni pengurus dan jamaah. Di antara citra
masjid yang harus dijaga adalah:
1)
Akhlak pengurus , setiap pengurus harus memiliki akhlak
yang baik dan mulia. Sebagai pribadi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan
masjid, kualitas kepemimpinan dan kemampuan managerial saja belum cukup.
Pengurus yang berakhlak baik dan mulia tentunya akan bertindak dan berbuat baik
dan bermanfaat di masjid, sehingga citra masjid juga menjadi baik.
2)
Akhlak jamaah, tidak hanya pengurus jamaah pun perlu
memiliki akhlak yang baik dan mulia. Merupakan kewajiban pengurus untuk
senantiasa membina jamaahnya agar memiliki akhlak yang terpuji. Kebaikan dan
kemulian akhlak jamaah, secara langsung akan berpengaruh terhadap citra masjid.
3)
Kebersihan masjid, kebersihan masjid harus senantiasa
dipelihara oleh pengurus dan jamaah masjid. Masjid yang bersih akan menjadikan
suasana ibadah tenang dan khusyu’. Tapi apabila
masjid dalam keadaan masjid kotor dan berbau tidak sedap, tentu akan mengganggu
ketenangan dan kekhusukan ibadah. Masjid yang kotor dan kurang terawat tentu
akan merusak citranya sendiri sebagai tempat suci dan tempat ibadah.
4)
Pelaksanaan ibadah, pelaksanaan ibadah di masjid harus
dengan aturan yang telah digariskan dalam ajaran Islam. Acuannya
adalah Al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah Saw. Jika
ibadah di selenggarakan benar-benar sesuai tuntutan, pelaksanaannya tidak akan
semberawut dan kacau balau. Tetapi apabila prakteknya melenceng dari garis
ketentuan, maka pelaksanaan ibadah di masjid menjadi acak-acakan. Shaf yang lurus dan rapat,
dengan imam yang tidak lupa menganjurkan adab shalat berjamaah, maka akan
menghasilkan shalat yang tertib dan khusyu’. Jadi.
Semua pihak berkewajiban memelihara tata tertib beribadah dalam masjid sesuai
dengan tuntunan ajaran Islam.
5)
Memperhatikan keindahan dan kenyamanan masjid,
keindahan yang dimaksud tidak identik dengan pameran seni namun lebih sekedar
untuk menggambarkan nuansa masjid yang kharismatik dan sesuai dengan nilai dan
aturan serta budaya Islam
yang fundamental.[12]
E.
Pengelolaan
Kegiatan Masjid
Perencanaan kegiatan non fisik dalam
rangka memakmurkan masjid menjadi hal yang sangat penting dalam rangka
mengoptimalkan fungsi masjid sesuai yang diharapkan. Karena itu keberadaan
pengurus masjid (ta’mir) untuk
menjalankan aktivitas kegiatan masjid menjadi kunci utama terhadap keberhasilan
program kegiatan. Untuk itu tenaga pengelola masjid harus memiliki kompetensi
atau professional, memahami sumber pokok ajaran Al-Qur’an dan Al-sunnah, fasih
membaca Al-Qur’an, memiliki akhlak mulia, dan memiliki ghirah keislaman yang
kuat berjihad menegakkan kebenaran dan amar
ma’ruf nahi munkar. Para pengurus hendaknya adalah orang yang memiliki
kecermatan dalam berpikir, berpengalaman luas, dan mengenal baik terhadap
lingkungannya, hendaknya orang yang berwibawa. Para pengurus adalah orang yang
dapat menjadi suri tauladan bagi jamaah dan dapat melaksanakan fungsi tugasnya
dengan amanah dan penuh dedikasi dan keikhlasan.
Para pengurus masjid secara tidak langsung adalah sebagai da’i,
yang berperan dalam membina umat dan mengembangkan dakwah di masyarakat.
Hendaknya personalia kepengurusan mengikut sertakan anak muda untuk kaderisasi
dan pengembangan generasi penerus. Untuk memberdayakan masjid, perlu disusun
kepengurusan ta’mir masjid yang
komposisinya disesuaikan dengan kapasitas program yang akan dilaksanakan. Sudah
barang tentu komposisi pengurus antara satu masjid dengan masjid yang lain
memiliki perbedaan, tergantung pada besar kecilnya program kerja yang akan
dilaksanakan, juga disesuaikan dengan kapasitas masjid. Untuk menunjang
pelaksanaan program kerja, pengurus masjid harus diberikan pembekalan tentang
kepemimpinan dan pengorganisasian masjid, hal ini penting agar masing-masing
pengurus memiliki pemahaman tentang hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan sebagai pengurus. Di samping itu pengurus diberikan pembekalan
tentang uraian tugas sesuai dengan bidangnya. Uraian tugas tersebut dapat
dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk pelaksanaan tentang tugas pokok dan
fungsi serta petunjuk teknis pelaksanaan dalam menjalankan program
kegiatan.
Dengan demikian masing-masing fungsionaris pengurus akan memahami
terhadap beban tugas yang harus dipikul dan dilaksanakan selama menjabat
kepengurusan. Selama pengurus menjalankan kegiatan prinsip-prinsip menejemen
harus menjadi acuan, terutama dengan menjalankan fungsi menejemen sebagaimana
yang di kemukakan oleh Sondang P Siagian; yaitu planning, organizing, motivating, controlling dan Evaluating” (Soekarno,
1976: 64). Pengurus harus mampu merencanakan program kegiatan selama periode
kepengurusan, perencanaan tersebut dibuat dan disosialisasikan melalui
musyawarah pengurus lengkap yang selanjutnya ditetapkan sebagai program kerja.
Program kerja inilah yang dijadikan sebagai pedoman untuk melaksanakan
kegiatan, yang perinciaannya diuraikan oleh masing masing seksi. Jadwal
pelaksanaan kegiatan dituangkan dalam time
schedule kegiatan agar perencanaan program kerja tersebut dapat terlaksana
tepat waktu. Dalam merencanakan kegiatan perlu disusun strategi pembinaan
jamaah, sebab jamaah masjid akan menjadi basis kekuatan umat dan menjadi
sasaran pemberdayaan. Kesatuan jamaah yang diikat oleh akidah yang kuat,
melingkupi kesatuan sosio cultural
yang Islami, keberadaan kesatuan pengurus dan jamaah akan dapat menjadi barisan
yang teratur, rapi dan memiliki kesamaan langkah dalam melaksanakan kewajiban
agama sebagaimana filosofi pelaksanaan shalat berjamaah. Untuk itu, pengurus
masjid sudah semestinya mengetahui secara cermat tentang kondisi jamaah masjid,
sehingga dalam merencanakan program kegiatan benar-benar merupakan aspiratif
dan sesuai kebutuhan jamaah. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam
rangka memelihara dan membina jamaah, antara lain sebagai berikut:
- Menyelenggarakan Kegiatan
Ibadah secara tertib, sesuai dengan salah satu fungsi masjid adalah
sebagai tempat ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt, maka pelaksanaan
ibadah terutama shalat wajib harus dilaksanakan tepat waktu, dan
berjamaah. Penegak shalat lima waktu hendaknya orang -orang yang ingin
memperoleh keridhaan Allah Swt. Untuk menjaga ketepatan waktu dan
tertibnya shalat berjamaah keberadaan Imam tetap yang senantiasa berada di
tempat sangat dibutuhkan. Demikian juga mu’adzin yang memiliki suara bagus (qari’ ) serta memahami tartil Qur’an akan membuat orang
yang mendengarnya akan merasa nyaman. Para petugas penegak shalat lima
waktu seperti Imam dan mu’adzin semestinya ditunjuk oleh
pengurus masjid untuk menjalankan tugas tersebut, termasuk tenaga cadangan
bila yang bersangkutan berhalangan. Keberadaan imam masjid hendaknya orang yang disenangi oleh masyarakat,
sebab orang yang dibenci oleh masyarakat (banyak orang) berkaitan dengan
masalah agama dan pribadinya, orang tersebut sebaiknya tidak ditunjuk
menjadi imam dan
menghindarkan diri dari posisi ini. Ahmad Asy-Syabaasy (1997:70).
Seorang imam hendaknya dapat
menjadi suri tauladan bagi jamaahnya, jujur, tawadhu’ atau berakhlak mulia
dan dapat merefleksikan ajaran Islam dalam kehidupannya. Dengan demikian
keberadaan mereka akan mengangkat citra baik keberadaan masjid sebagai
tempat ibadah.
- Menyelenggarakan
Pengajian. Untuk membina jamaah dapat dilakukan dengan mengadakan
pengajian-pengajian, bentuknya dapat berupa kultum sebelum atau sesudah
dhuhur dan shalat asar, kuliah subuh sesudah shalat subuh berjama’ah, atau
pengajian khusus membahas kitab-kitab tertentu, baik khusus kaum Ibu-ibu
atau Bapak-bapak. Pengajian semacam ini dimaksudkan untuk meningkatkan
pemahaman, pengetahuan tentang ajaran Islam, sehingga jama’ah datang ke
masjid tidak hanya melaksanakan ibadah rutin, tetapi mereka dapat menembah
ilmu pengetahuan agama, mempererat tali ukhuwah Islamiyah dan dapat meningkatkan ghirah dalam
pengamalan ajaran agama di masyarakat.
- Menjelenggarakan
Pendidikan khusus/ pelatihan. Dalam program ini pembinaan jama’ah lebih
dikhususkan lagi. Bentuk isi dan sasarannya tergantung kepada kebutuhan.
Bentuknya mungkin dapat berupa kegiatan jangka pendek (program kilat)
seperti pelatihan muballigh, pesantren kilat, kursus ketrampilan dan
lain-lain. Dapat juga program bulanan seperti kursus bahasa Arab, dan
pendidikan jangka panjang khusus untuk anak-anak seperti penyelanggaraan
diniyah, untuk membantu kekurangan pengajaran agama yang dilaksanakan
disekolah, jika ruangan masjid tersedia dan memungkinkan untuk kegiatan
tersebut. Pendidikan khusus anak-anak adalah Taman Pendidikan Al-Qur’an
(TPA), seperti pembelajaran menggunakan metode Iqra’, pendidikan ini dapat
dilaksanakan oleh remaja masjid pengelolaannya. Program ini akan sejalan
dengan program Kementerian Agama yang mencanangkan pemberantasan buta
huruf al-Qur’an bagi masyarakat, khususnya anak-anak muslim, kegiatan ini
diselenggarakan untuk membantu para orang tua yang tidak mampu mendidik
bacaan al-Qur’an putra-putrinya di tengah keluarga, sehingga Taman
Pendidikan Al-Qur’an ini dapat membantu mereka mengajarkan al-Qur’an.
Effektifitas kegiatan pembelajaran sangat dibutuhkan adanya kerjasama
antara guru dan orang tua dalam penyelenggaraan kegiatan ini.
- Pembinaan Remaja dan
Anak-anak. Hal ini amat penting, mengingat para remaja dan anak-anak amat
mudah terbawa pengaruh buruk lingkungan dan pergaulannya, terutama dari media
elektronik, seperti televisi, VCD, internet atau media sosial dan media
surat kabar, majalah dan lain sebagainya. Kegiatan bagi remaja dan
anak-anak tidak cukup untuk ceramah-ceramah bahkan ceramah tidak menarik
bagi mereka, oleh karena itu, kegiatan bagi remaja hendaknya dapat
memadukan antara pembinaan agama dan kegiatan penyaluran hoby seperti
kesenian islami, vestival, olah raga, tadabur alam, dan kegiatan yang
menunjang ketrampilan. Semuanya kegiatan diupayakan untuk dapat
meningkatkan kualitas iman, ilmu dan amal. Untuk menampung aktivitas
kegiatan remaja masjid, pengurus masjid dapat membentuk organisasi Remaja
Islam Masjid agar program kegiatannya lebih terarah, terkoordinir dan
spesifik.
- Mengusahakan berdirinya
Perpustakaan. Buku-buku, majalah dan sumber-sumber informasi lannya
amatlah diperlukan untuk meningkatkan jamaah dan memperluas wawasannya. Di
perpustakaan para jamaaah dapat membaca buku mendalami ilmu pengetahuan
keislaman, Tafsir, Hadits, fiqh dan buku-buku yang menambah wawasan keislaman.
Masjid yang intensitas
kegiatannya dinamis, memerlukan dana yang tidak sedikit untuk pemeliharaan dan
pembiyayaan kegiatan rutin setiap bulannya. Tanpa ketersediaan dana yang
memadai dipastikan semua gagasan untuk memakmurkan masjid hampir dipastikan tidak
dapat terlaksana dengan sempurna. Oleh karena itu menjadi tugas dan tanggung
jawab pengurus untuk mencari dan mengumpulkan dana. Mengumpulkan dana untuk
pembangunan, renovasi dan pemeliharaan masjid memang tidak mudah. Banyak
kesilitan yang biasanya dihadapi oleh pengurus. Untuk itu diperlukan inovasi
dan kreatifitas dalam pemungutan dana. Khusus untuk menhimpun dana rutin
pemeliharaan masjid dapat diperoleh dari:
a. Jamaah masjid melalui kotak
amal jum’at dan permanen;
b. Donatur tetap masjid;
c. Sumbangan lembaga/instansi terkait;
dan
d. Sumber-sumber lain yang halal
dan tidak mengikat.
Basis utama pendanaan sedapat mungkin adalah jama’ah masjid, namun
sering hal ini tidak mencukupi. Karena itu perlu dibuka tromol kotak-kotak amal
diberbagai tempat, seperti took-toko orang-orang (muslim) yang banyak
dikunjungi orang, membuka giro maupun rekening yang disebar melalui bulletin
atau dipasang di tempat-tempat pengumuman yang memungkinkan orang dapat
menymbangkan dana seperti kantor Bank. Sebaiknya pengumpulan dana dihindarkan
dari mencegat atau menghentikan mobil di jalan raya, hal ini akan mengganggu
lalu lintas dan menghambat perjalanan. Untuk memperoleh dana masukan dalam
pembiayaan kegiatan masjid bila memungkinkan masjid dapat membuka amal usaha,
seperti koperasi masjid, dll. Sehingga kegiatan masjid yang memiliki anggaran
yang cukup besar dapat tertanggulangi tanpa ada subsidi atau terlalu
berketergantungan dari pemerintah.
F.
Penutup
Masjid harus difungsikan sebagai pusat kegiatan ibadah, pembinaan
masyarakat dan kebudayaan Islam. Hal ini akan terlaksana apabila dalam
pelaksanaan pembangunan masjid lokasi, tata ruang dirancang untuk menjalankan
fungsi masjid secara optimal, dan pengelolaan masjid diselenggarakan dengan
menejerial yang professional, Sehingga masjid yang selama ini hanya dijadikan
sebagi tempat ibadah, fungsi masjid akan terlaksana secara optimal. Sebagaimana
fungsi masjid pada awal-awal kelahiran Islam. Tentu saja dalam prakteknya dapat
dikembangkan inovasi dan kreativitas yang disesuaikan dengan pekembangan
masyarakat. Dengan demikian masjid menjadi dinamis dalam menunjang pemberdayaan
kehidupan masyarakat.
Mengelola
masjid pada saat sekarang ini memerlukan ilmu dan keterampilan manajemen,
pengurus dan jamaah masjid harus mampu menyesuaikan diri dengan riak
perkembangan zaman. Masjid merupakan bangunan yang didirikan dengan fungsi
utama untuk memfasilitasi pelaksanaan shalat. Dengan
memakmurkan masjid merupakan salah satu bentuk taqarrub (upaya mendekatkan diri) kepada Allah Swt yang paling
utama. Adapun yang
menjadi ruang lingkup masjid adalah eksistensi
masjid di mata masyarakat, dinamika masjid dalam pembangunan
umat Islam,
problematika masjid yang
terjadi saat sekarang ini, serta cara memecahkan masalah atau problema yang
ada, dan memelihara citra masjid. Agar di masjid menjadi indah dan berguna di
mata masyarakat di sekitarnya. Jadi yang menjadi tujuan masjid adalah: pembinaan
pribadi muslim menjadi umat yang benar-benar mukmin, pembinaan
manusia mukmin yang cinta ilmu pengetahuan dan teknologi, pembinaan remaja
atau pemuda masjid menjadi mukmin yang selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt, membina umat
yang giat bekerja, tekun, rajin dan disiplin yang memiliki sifat sabar, syukur,
jihad dan takwa, membangun
masyarakat yang memiliki sifat kasih sayang, masyarakat marhamah, masyarakat
bertakwa dan masyarakat yang memupuk rasa persamaan, serta membangun
masyarakat yang tahu dan melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya,
masyarakat yang bersedia mengorbankan tenaga dan pikiran untuk membangun
kehidupan yang diridhai Allah Swt.
G.
Referensi
Abubakar,
Manajemen Berbasis IT, Yogyakarta:
Arina, 2007.
Ahmad
Yani, Panduan Memakmurkan Masjid, Jakarta: Al-Qalam, 2009.
Budiman
Mustofa, Manajemen Masjid, Surakarta: Ziyad Books, 2008.
Mohammad,
E. Ayub, Manajemen Masjid, Jakarta:
Gema Insani, 1996.
M.
Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi
Muhammad SAW, Jakarta: Lentera Hati, 2011.
M.
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an,
Bandung: Mizan, 1992.
Nana
Rukmana, Masjid dan Dakwah, Merencanakan,
Membangun dan Mengelola Masjid, Mengemas Substansi Dakwah, Upaya Pemecahan
Krisis moral dan Spritual, Jakarta: Almawardi Prima, 2002.
Sidi,
Gazalba, Masjid Pusat Ibadat dan
Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Antara, 1971.
Supriyanto
Abdullah, Peran dan Fungsi Masjid, Yogyakarta: Cahaya Hikmah, 1997.
Yusuf Al-Qaradhawi, Tuntunan Membangun Masjid, Jakarta: Gema Insani Press. 2000.
[1]Sidi, Gazalba, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Antara
,1971), hlm. 27
[2]Nana Rukmana, Masjid dan Dakwah, Merencanakan, Membangun dan Mengelola Masjid, Mengemas
Substansi Dakwah, Upaya Pemecahan Krisis moral dan Spritual, (Jakarta:
Almawardi Prima, 2002), hlm. 76.
[3]M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW,
(Jakarta: Lentera Hati, 2011), hlm. 154.
[4]M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, (Bandung: Mizan,
1992), hlm. 149.
[5]Mohammad, E. Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani,
1996), hlm. 1-2.
[6]Abubakar, Manajemen Berbasis IT, (Yogyakarta: Arina, 2007), hlm. 9.
[7]Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan
Masjid, (Jakarta: Al-Qalam, 2009), hlm. 44.
[8] Budiman Mustofa, Manajemen
Masjid, (Surakarta: Ziyad Books, 2008), hlm. 29.
[9]Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan…, hlm. 56.
[10]Supriyanto Abdullah, Peran dan
Fungsi Masjid, (Yogyakarta: Cahaya Hikmah, 1997), hlm. 10.
[11] Yusuf Al-Qaradhawi, Tuntunan Membangun Masjid, (Jakarta: Gema Insani Press. 2000)
No comments:
Post a Comment